Mohon tunggu...
Mohamad Kurniawan
Mohamad Kurniawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausahawan sosial bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya insani.

Setiap orang adalah guru. Setiap tempat adalah sekolah. Setiap waktu adalah belajar. Menulis adalah untuk mengabadikan semuanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tasia & Gracia, Soto dan Laksamana Cheng Ho

10 Juni 2017   22:48 Diperbarui: 11 Juni 2017   01:16 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tasia dan Gracia. Barangkali tak banyak publik di tanah air tahu nama ini. Dua kakak beradik kelahiran Indonesia yang kini menetap di Melbourne adalah selebritas baru publik Australia. Tahun lalu mereka memenangkan kontes My Kitchen Rules (MKR), sebuah reality show masak-memasak yang ditayangkan di TV Channel 7.

Meski sudah sejak usia belasan meninggalkan tanah air, namun mereka berdua tetap doyan makanan Indonesia seperti sate, soto, bakso dan martabak. Karena tak pernah menemukan rasa yang benar-benar pas di lidah, mereka pun lebih sering memasak sendiri makanan tersebut hingga menjadi hobi.

Tak mengherankan apabila dalam setiap sesi kontes MKR di setiap minggunya mereka selalu berusaha mengangkat masakan Indonesia. Kekayaan dan keragaman kuliner Nusantara pun ditampilkan dalam gaya otentik-modern. Sebuah karya yang mengundang decak kagum para juri. Tak pelak prestasi Tasia dan Gracia ini menjadi media publikasi sekaligus diplomasi budaya yang luar biasa ampuh perkembangan kuliner Nusantara di negeri kanguru.

Bicara kuliner Indonesia tak akan pernah ada habisnya. Tak ada satu negara pun di dunia yang mampu mengalahkan kekayaan ragam dan cita rasanya. Selain suku dan bahasa, masakan adalah bukti kebhinekaan bangsa kita. Bila kita mau menelisik lebih jauh, maka keragaman ini mempunyai sejarah panjang yang mengiringinya.

Soto, salah satunya. Masakan yang direkomendasikan menjadi salah satu ikon kuliner Indonesia ternyata mempunyai 100 varian dan tercatat dalam rekor MURI pada tahun 2014. Betapa kita bisa melihat keberagaman negeri kita di balik masakan ini.

Soto punya catatan perjalanan panjang sehingga menjadi ikon kuliner saat ini. Dennys Lombard dalam “Nusa Jawa: Silang Budaya” menyebutkan bahwa ditengarai soto mempunyai kaitan erat dengan jao-to yang berasal dari budaya kuliner Tiongkok. Jao-to yang secara harfiah berarti “rerumputan jeroan”, pada dasarnya adalah jeroan babi yang direbus dengan rempah-rempah dan disajikan dengan kuahnya. Masakan ini merupakan kuliner yang populer di kalangan rakyat jelata di Tiongkok.

Transformasi jao-to menjadi soto tidak bisa dilepaskan dengan kedatangan armada maritim Cheng Ho di Nusantara dalam rentang waktu tahun 1405 hingga 1433 Masehi. Dengan jumlah kapal lebih dari 300 buah, maka beberapa kapal dijadikan “dapur raksasa terapung”. Para juru masak pun dituntut mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk menyediakan makanan terbaik bagi 30.000 orang awak kapal yang mengikuti ekspedisi ini.

Kita bisa melihat dua transformasi jao-to. Pertama, adaptasi jao-to dari masakan komunitas tionghoa – para awak kapal dalam armada Cheng Ho – yang harus menyesuaikan dengan bahan makanan yang tersedia selama perjalanan. Sangat mungkin rasa dan paduan bumbunya bergeser dari aslinya.

Transformasi kedua, adalah ketika ada keterlibatan penduduk lokal – khususnya di pesisir utara Jawa – dalam proses peracikan jao-to. Salah satu perubahan terpenting adalah penggunaan bahan dasar daging ayam, sapi atau kerbau sebagai pengganti daging babi. Karena mayoritas masyarakat tionghoa dan penduduk lokal yang tinggal di pesisir utara Jawa beragama Islam yang mengharamkan daging babi.

Kini soto tak lagi identik dengan jao-to. Soto telah bertransformasi sempurna menjadi kuliner khas Nusantara yang dibawa dalam gelombang ekspedisi budaya Laksamana Cheng Ho. Tak hanya menjadi warisan budaya kuliner Nusantara namun soto pun telah menjadi identitas berbagai tempat dan sub-etnis yang sangat beragam di Indonesia.

Selamat belajar!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun