Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kala Murid "Menggugat" Sekolah

30 Maret 2023   14:29 Diperbarui: 30 Maret 2023   14:34 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo: dokumentasi pribadi

Hari Jumat 17 Maret 2023, setelah sekolah bubar para murid SMA Plus Muthahhari tidak meninggalkan gedung. Mereka berkerumun di halaman sekolah, membentuk kelompok-kelompok kecil. Mereka berbincang yang terlihat serius. Ada pula yang tertawa-tawa kecil. Ada diantara mereka yang tangannya memegang selembar kertas. Lembaran yang pada satu sisinya telah tertulisi ketikan yang rapi.

Tepat pukul 15.00, mereka serentak memasuki gedung aula. Dekorasi di dalam ruangan menggambarkan suasana acara yang akan dilangsungkan. Terbentang di depan, layar pantul perangkat infocus berukuran jumbo. Tertulis di sana "Forum Demokrasi". Di bawah tulisan itu tertulis kalimat "Saatnya Bersuara, Kawan!" dengan huruf kafital.

Para murid duduk bersila, beralaskan karpet yang hangat. Murid wanita duduk di sisi sebelah kiri dan murid laki-laki duduk di sisi kanan. Mereka dengan penuh semangat menantikan acara yang segera dibuka oleh penyelenggara acara. Antara panitia dan murid yang lain terlihat kontras. Tampak mereka berpenampilan lain dengan mengenakan jaket denim coklat. Satu hal yang membuat mereka berbeda dengan dua kelompok murid di sisi kiri dan kanan tersebut.

Maju ke tengah ruangan Basel dan Aqila. Dua orang pengatur acara atau MC yang akan memandu. Keduanya membuka acara sekaligus membacakan tulisan yang tertera dalam selembar kertas seperti yang digenggam para murid tadi. Tulisan ini tak lain adalah materi yang akan dibahas dalam Forum Demokrasi.   

Mengapa Forum Demokrasi

Istilah Forum Demokrasi atau Fordem dicetuskan oleh murid SMA Plus Muthahhari. Penggagasnya seorang murid bernama Dinno. Ia begitu getol mengikuti dinamika pemikiran para pemikir bangsa. Ia mengidolai Abdurrahmad Wahid atau Gusdur, Nurcholis Madjid alias Cak Nur, Budayawan Emha Ainun Nadjib atawa Cak Nun dan masih banyak lagi.  

Konon istilah Fordem pun ia serap dari forum yang sering dilangsungkan oleh salah satu idola tersebut yaitu Gusdur. Maka sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) kala itu, Dinno "mengkloning" forum tersebut dan menerapkannya di lingkungan sekolah. Forum yang digagasnya bertahan hingga kini. Bertahan jauh setelah ia menamatkan sekolahnya di tempat ini. Fordem adalah legacy yang ditinggalkan murid bertalenta ini.

photo: dokumentasi pribadi
photo: dokumentasi pribadi

Dalam Fordem murid diberi kebebasan untuk menyampaikan kritiknya pada sekolah. Mereka dibebaskan dari perasaan takut dan sungkan saat mengutarakan koreksi. Sekolah membuka pintu selebar-lebarnya bagi setiap saran yang datang dari murid.

Fordem diagendakan satu kali dalam satu tahun. Penyelenggaraannya di luar jam sekolah. Dan sebagai tuan rumah pelaksananya para murid anggota MPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun