ANAK lelaki itu datang ke sekolah kami. Ia datang diantar Hana, ibunya.  Usia si anak  belasan tahun. Usia rata-rata murid di sekolah lanjutan atas sebagaimana sekolah kami.
"Ayo Adek duduk di sini", kata Hana sembari tangannya melambai pada sang anak.
Sementara sang anak yang dipanggil Billy asyik berkeliling ruangan. Ia tak henti melihat susunan buku di dalam rak ruang Kepala Sekolah. Tangannya meraih buku Kamus Besar Bahasa Indonesia di bagian atas rak. Halaman demi halaman ia buka dengan cepat. Setelah itu, ia meraih buku besar Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad SAW. Lantas, ia meraih buku Ensiklopedia Pengetahuan Populer dan membuka-buka halamannya sepintas lalu.
"Begitulah kondis Billy" kata Hana memecah kebisuan.
"Ia anak berkebutuhan khusus"
Ungkapan Hana menegaskan keadaan anaknya. Membuat pengamatan yang aku lakukan menemukan kesimpulan. Sepanjang percakapan dengannya, aku mengamati gerak-gerik Billy. Kulihat ada keganjilan pada diri Billy. Anak ini tidak betah diam. Ia selalu ingin bergerak. Badannya secara refleks berpindah dari satu tempat ke tempat lain,
Pertemuan aku dengan Hana dan Billy siang itu terjadi secara kebetulan. Lewat tayangan di media sosial Hana melihat tulisan tentang sekolah kami. Aku biasa menayangkan tulisan tentang kegiatan sekolah. Ketua yayasan penyelenggara sekolah menghimbau aku melaksanakan hal ini, sebagai sarana promosi yang tidak berbayar.
Berbekal informasi dalam tayangan itu, Hana mendatangi sekolah kami. Ia menaruh harapan besar pada kami. Ia tak ingin sejumlah pengalaman kelabu yang Billy lalui sebelumnya terulang di sini. Hana memintaku menolongnya. Membantu menangani anak "istimewa" yang duduk di sampingnya.
HANA datang dengan tiba-tiba. Tak jauh beda dengan kepergiannya sore itu. Tiga puluh tahun yang lalu aku melepasnya pergi. Aku menemuinya di pool bis antar kota antar provinsi. Gadis belia itu hendak pulang ke kampung halamannya di Desa Sei Sikambing, Medan, Sumatera Utara. Ia baru saja lulus dari SMA.
Hana adalah sosok gadis yang mandiri. Di usianya yang masih belia ia merantau ke Kota Bandung. Di sini ia tinggal di rumah bibi dan pamannya. Ia bersekolah di sebuah sekolah swasta tak jauh dari tempat tinggalnya.