Malam itu kami pulang dari acara wisuda sekolah tempatku mengajar. Aku ditemani istri dan anak kami yang masih batita (bayi dibawah usia tiga tahun).Â
Kami menyusuri jalan tak terlalu lebar menuju rumah. Sebuah komplek perumahan yang belum lama kami tinggali. Tempat tinggal kami  sedikit menjorok dari jalan besar. Perlu waktu sekitar lima belas menit dari jalan raya menuju rumah.
Sebelum sampai di permukiman, kami mesti melewati pekuburan yang cukup luas. Pemakaman Cikadut namanya, terletak tak jauh dari terminal bis Cicaheum Bandung.Â
Pekuburan ini telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Yang dikuburkan di sini kebanyakan warga keturunan Cina. Suasana makam begitu dingin membeku dan gelap gulita saat malam datang. Tak tampak lampu penerangan di sepanjang jalan.
Tak ada kejadian aneh saat kami melintas. Aku mengendarai motor bebek hitam kesayangan membonceng istri dan si kecil. Suara Cengkerik terdengar sekali-sekali, seperti menimpali zikir yang kami gumamkan. Putra kami terlelap dalam gendongan. Kami pun tiba di halaman rumah.
Saat mesin motor dimatikan, si kecil terbangun. Ia menangis begitu keras. Suaranya meraung-raung. Terdengar sedikit aneh, lain dari biasa. Ia pun meronta-ronta ketika dibawa masuk.Â
Berbagai upaya kami lakukan agar ia berhenti menangis dan gerakannya tenang. Namun upaya kami tak membuahkan hasil. Suara tangisnya tak berkurang kencang.
Dalam keadaan bingung tak tahu harus berbuat apa, aku memutuskan untuk kembali. Kami kembali menunggangi motor menyusuri jalan di pinggiran pekuburan. Sepanjang jalan aku berbicara sendiri. Bermonolog sambil berharap didengar oleh "makhluk" dari alam gaib.  "Sekiranya ada yang menempel, terbawa ke rumah, sudilah untuk kembali ke tempat semula", begitu yang aku katakan. Beruntung  monolog yang aku lakukan lancar tanpa terganggu suara tangisan. Si kecil kami terlelap sepanjang jalan.
Setelah "ritual" itu kami lakukan, kami kembali ke rumah. Kami telah "mengantarkan ia" ke tempatnya. Atas pertolongan-Nya jua, kami terbebas dari kesusahan.Â
Si kecil kami tenang kembali. Ia masih terlelap sampai kami letakan di atas ranjang. Tidurnya pulas sampai pagi. Ia bangun dengan segar dan ceria seperti biasa. Â Â Â