Mohon tunggu...
Febriwan Harefa
Febriwan Harefa Mohon Tunggu... Guru - Seorang tenaga pendidik

Membaca, Menulis, Travelling adalah aktivitas yang tidak bisa dipisahkan. Aktifitas setiap hari adalah sebagai tenaga pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ki Hajar Dewantara Menangis

2 Mei 2016   05:48 Diperbarui: 2 Mei 2016   06:55 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Jika Ki Hajar Dewantara masih hidup sekarang ini. Ia mungkin akan sedih melihat sistem pendidikan di Indonesia saat ini, yang banyak mencontoh sistem pendidikan dari beberapa negara maju. Sekolah 3 bahasa (Indonesia, Inggris, dan Mandarin), Sekolah bilingual (Bahasa (Indonesia dan Bahasa Inggris) sejak usia playgroup atau TK, Sistem Kredit Point dan IPK <3,5 akan diangkat menjadi PNS dll merupakan beberapa contoh sistem pendidikan yang di berlakukan di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara mempunyai cita-cita akan sistem pendidikan di Indonesia agak sedikit berbeda dengan yang ada sekarang ini. Ia lebih berharap sistem pendidikan di Indonesia. Berdasarkan karakter budaya masyarakat dari Sambang sampai Merauke. Selain pada itu ia mempunyai konsep pendidikan di Indonesia yang di kenal dengan “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengetahui), ngrasa (memahami), dan nglakoni (melakukan). Tujuan dari konsep ini, adalah meningkatkan pengetahuan siswa tentang yang sedang ia pelajari, meningkatkan pemahamannya dalam memahami pelajaran yang sudah ia pelajari, dan melakukannya dalam kehidupannya sehari-hari.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara

1.Melihat dari sudut pandang Antropologis, Ki Hajar Dewantara memandang perlunya pelajar Indonesia menyambung kembali peradaban bangsa Indonesia yang pernah terdistorsi. Selain itu ia ingin pelajar Indonesia tidak hanya mempelajari budaya Indonesia, tetapi juga mampu memadukan berbagai unsur budaya Indonesia itu sendiri tanpa menghilangkan makna yang terkandung dalam budaya tersebut. Ia ingin menciptakan asas Tri-kon (Kontiyu, Konvergensi, dan Konsentris). Ia mengatakan bahwa pertukaran antara budaya luar dengan budaya Indonesia secara Kontiyu tanpa melupakan budaya Indonesia itu sendiri. Lalu konvergensi dengan kebudayaan-kebudayaan lain yang ada dan akhirnya, jika sudah bersatu dalam alam universal, bersama-sama mewujudkan persatuan dunia dan manusia yang konsentris. Konsentris berarti bertitik pusat satu dengan alam-alam kebudayaan sedunia, tetapi masih tetap memiliki garis lingkaran sendiri-sendiri.

2. Pendidikan nasional harus berdasarkan pada garis hidup bangsanya dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan, yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga berkedudukan sama dan pantas bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. Pemikiran ini menunjukkan bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang yang sangat menghargai pluralisme atau kemajemukan. Beliau juga seorang yang berpikiran futuristik dengan universalisasi yang memungkinkan jaringan global berbagai hubungan antarbangsa melintasi ruang dan waktu. Wawasan kemajemukan ini membuka peluang bagi berkembangnya sikap toleran, inklusivisme, dan non-sektarianisme yang merupakan wujud konkret dari Bhinneka Tunggal Ika.

3. Memberikan pengakuan akan pentingnya pendidikan budi pekerti. Beliau berpendapat bahwa pendidikan ala Barat yang hanya berorientasi pada segi intelektualisme, individualisme, dan materialisme tidak sepenuhnya sesuai dengan corak budaya dan kebutuhan bangsa Indonesia. Warisan nilai-nilai luhur budaya dan religiusitas bangsa Indonesia yang masih dijadikan pedoman hidup berkeluarga di masyarakat Indonesia harus dikembangkan dalam dunia pendidikan. Dalam konteks pemikiran Ki Hajar, pendidikan tidak cukup hanya membuat anak menjadi pintar atau unggul dalam aspek kognitifnya. Pendidikan harusnya mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak seperti daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Dengan demikian, pendidikan diharapkan mampu mengembangkan anak menjadi mandiri dan sekaligus memiliki rasa kepedulian terhadap orang lain, bangsa, dan kemanusiaan, sehingga anak menjadi seorang yang humanis dan lebih berbudaya.

Sumber

http://megainzpirasi.blogspot.co.id/

http://www.ustjogja.ac.id/Profil-sejarah-singkat-tamansiswa-tamansiswa-history.html.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun