Sebulan yang lalu saya berkesempatan mengunjungi negara Sri Lanka. Sebuah negara yang termasuk bagian dari Asia Selatan. Saya memulai perjalanan saya dari Bandara Internasionall Kuala Namu ke Bandara Kuala Lumpur. Tiba di bandara Kuala Lumpur kemudian melanjutkan perjalanan ke bandara Colombo, Sri Lanka. Lama perjalanan sekitar 5 jam perjalanan.
Ada satu kejadian aneh yang tidak pernah saya temui dan rasakan ketika berada di Indonesia. Sesampai di bandara Colombo semua media sosial, seperti Facebook, Whatsapp, Instagram tidak bisa digunakan. Sempat bertanya ke salah seorang warga lokal di bandara, alasan pemerintah Sri Lanka  memblokir beberapa media sosial. Alasan pemerintah memblok media sosial adalah karena kerusuhan antar agama yang terjadi beberapa hari lalu sebelum saya tiba.
Penyebab terjadi konflik saat itu, salah seorang umat agama Buddha makan di sebuah warung milik seorang muslim. Ketika hendak makan, laki-laki yang makan tersebut melihat ada sebuah kotoran yang berwarna putih yang menyerupai pil mandul di dalam makananya. Kemudian, laki-laki tersebut melaporkan ke teman-temanya yang beragam Buddha, bahwa pemilik warung sudah meletakkan pil mandul di dalam makannya. Karena terbakar emosi masyarakat umat Buddha, mereka membakar warung milik muslim tersebut.
Di Sri Lanka, pil mandul merupakan salah satu masalah yang sangat sensitif. Pada masa lalu pil mandul sering digunakan oleh pemerintah Sri Lanka untuk memusnahkan suku Tamil.
Setelah selesai perang antara suku Tamil dan pemerintah Sri Lanka berakhir tahun 2009, tanpa ada sebuah penyelesaian. Pemerintah Sri Lanka sekarang ini sedang gencar-gencarnya meningkatkan kunjungan wisata di negaranya. Pemerintah Sri Lanka tidak ingin konflik pil mandul tersebar ke seluruh dunia dan menyebabkan wisatawan asing yang berkunjung ke Sri Lanka menjadi berkurang. Salah satu yang digunakan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, memblokir seluruh media sosial dalam beberapa hari.
Ada satu yang hal yang jarang saya temui di Indonesia. Penggunaan no KTP dalam membuat sim card. Setiap orang di Sri Lanka hanya bisa menggunakan satu sim card. Pemerintah sangat ketat dalam mengawasi komunikasi antara masyarakat. Mereka tidak ingin konflik yang terjadi hampir 30 tahun lamanya akan terulang kembali.
Sebagai seorang pendatang untuk mendapatkan sim card lokal Sri Lanka harus mempunyai teman warga lokal Sri Lanka atau bisa membeli di Bandara Internasional Colombo dengan harga 2 kali lipat. Harga kartu perdana di Colombo sekitar 1.300 rupee atau 130 ribu rupiah.
Tinggal di Sri Lanka hampir 2 minggu membuat saya seperti tinggal di Indonesia pada zaman orde baru. Tentara-tentara ada dimana-mana mengawasi setiap gerak gerik warga. Warga masyarakat di desa-desa tidak diijinkan untuk datang membuat acara seperti orasi, dll pada malam hari. Di beberapa titikpun para tentara berjaga-jaga.
Itulah negara Sri Lanka, sebuah negara yang beberapa tahun yang lalu baru mengalami masa-masa damai setelah 30 tahun mengalami masa perang. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H