Kemarin pagi ketika di sekolah tempat saya mengajar sedang diadakan lomba vokal solo dalam rangka memperingati HUT Ke- 72 Republik Indonesia, salah seorang peserta lomba membawakan lagu Garuda Pancasila. Sepintas saya mengingat lagu ini yang berbunyi "Sedia berkorban untukmu. Pancasila dasar negara. Rakyat adil makmur sentosa. Pribadi bangsaku". Tidak tahu mengapa lirik lagu ini mengingatkan saya keadaan masyarakat tempat tinggal saya, Pulau Nias (pulau terluar Indonesia bagian barat) yang menurut saya masyarakatnya jauh dari kata adil makmur sentosa.
Beberapa hari yang lalu saya bersama dengan teman-teman mengunjungi Desa Sifalago. Secara adminstrasi desa ini termasuk dalam Kecamatan Huruna, Nias Selatan. Kami berangkat dari Gunungsitoli sekitar pukul 08.00 dan tiba di Kecamatan Huruna sekitar pukul 10.30. Selama perjalanan dari kecamatan ke Desa Sifalago, saya bisa menyimpulkan desa ini belum merdeka dan masyarakatnya belum adil dan sentosa. Saya mengatakan ini bukan tanpa alasan dengan pertimbangan tidak ada jaringan telkomsel, tidak ada listrik, akses jalan yang sangat buruk, dan sumber air yang hanya mengandalkan air hujan.
Keadaan desa dan kondisi masyarakat desa disana, saya berusaha ingat kembali dan menulisnya tadi malam. Beberapa masalah yang saya masih ingat yang dihadapi oleh masyarakat Desa Sifalago, yaitu:
Pendapatan yang sangat kecil
Bagi anak-anak yang hidup di Kota Metropolitan sekali nongkrong di starbuck mengeluarkan uang sekitar 100-200 ribu sudah hal biasa. Tetapi Buat kebanyakan masyarakat Desa Sifalago mendapatkan uang sebesar itu bukan hal biasa. Mereka harus menderes karet selama satu sampai dua minggu. Getah karet bagi masyarakat Desa Sifalag adalah sumber penghasilan utama mereka.
Setiap rumah di Desa Sifalago saat musim kemarau menghasilkan 10-20 kg perminggu (tergantung kekuatan setiap penyadap karet). Tetapi, ketika sedang musim hujan karet yang dihasilkan oleh masyarakat hanya sekitar 10 kg. Karena akses kendaraan tidak sampai di desa ini, maka harga getah karet hanya dihargai sekitar Rp. 5.000/kg. Bisa ditotalkan dalam seminggu berapa pendapatan setiap rumah tangga perminggu hanya sekitar Rp 50.00- 100.000, sementara setiap rumah terdiri dari 6-8 orang anggota keluarga.
Beberapa keluarga untuk mencukupi biaya kehidupan keluarga setiap hari harus mengutang terlebih dahulu di warung, kemudian dibayar ketika getah karet sudah terjual. Selain getah karet sebagai sumber penghasilan utama. Sumber penghasilan yang lain beberapa keluarga di Desa Sifalago adalah coklat.
Pendidikan yang masih buruk
Jika anak-anak di perkotaan setelah pulang sekolah pergi bermain atau pergi les. Kondisi yang terjadi di Desa Sifalago sangatlah berbeda. Setelah pulang sekolah kebanyakan anak-anak membantu orangtua di kebun. Bahkan beberapa anak-anak membantu orangtua untuk memikul karet sejauh 6 km untuk dibawakan ke pengepul karet.
Keadaan rumah yang sangat memprihatinkan
Selama saya dan beberapa teman berkunjung di beberapa rumah yang ada di Desa Sifalago. Saya menemukan rumah yang masih beratap daun rumbia yang sudah bolong sana-sini, lantai rumah yang beralas tanah, 2 kamar yang berukuran sekitar 3x2 meter sementara anggota keluarga dalam rumah sekitar 6 orang. Ada satu rumah yang saya temui tidak memiliki kamar mandi.
Beberapa hari yang lalu saya bersama dengan beberapa teman pergi Desa Sifalago untuk mengunjungi salah seorang teman yang tinggal di desa ini. Singkat cerita, kami sampai di Kecamatan Huruna setelah melalui perjalanan kurang lebih 2,5 jam. Sebelum sampai ke Desa Sifalago, kami harus melalui jalan yang sangat buruk, aspal jalan yang tidak bagus, dan bebatuan besar berserakan dimana-mana. Kalau tidak hati-hati motor bisa jatuh. Kurang lebih kami melalui jalan sepanjang 5 KM.