Siapa sih yang tidak pernah mendengar nama Novel Baswedan. Novel Baswedan merupakan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah bertugas di lembaga anti rasuah itu sejak Januari 2007 dan resmi diangkat menjadi penyidik tetap KPK pada tahun 2014.
Sepak terjang pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, tanggal 22 Juni 1977 ini untuk memberantas korupsi, benar – benar membuat gentar para koruptor yang selalu berusaha dengan berbagai macam cara untuk mencaplok uang negara. Novel dikenal sebagai sosok penyidik yang turut berandil besar dalam membongkar berbagai skandal mega korupsi yang melibatkan para elit di negara ini.
Pada tanggal 11 April 2017 lalu, Pak Novel diserang dan disiram dengan air keras oleh dua orang tak dikenal sepulang salat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akhibat penyerangan itu Novel Baswedan mengalami buta permanen pada mata kirinya.
Atas kejadian itu publik mendesak aparat penegak hukum agar segera mengungkap pelaku penyerangan Novel yang saat itu masih misterius. Butuh waktu yang cukup lama untuk mengungkap sosok dibalik penyerangan itu. Kedua pelaku Rahmat Kadir dan Ronny Bugis baru ditangkap pada 26 Desember 2019 dan ternyata keduanya merupakan anggota polisi aktif. Artinya butuh waktu hampir 3 tahun, tepatnya 2 tahun 8 bulan, bagi polisi menangkap pelaku (polisi tangkap polisi). Luar biasa rupanya aparat penegak hukum di negara ini bukannya saling mendukung dalam melaksanakan tugas malah saling mencelakai.
Tahap demi tahap proses hukum berlangsung, Novel dan publik menanti dengan penuh harapan semoga ada keadilan dalam kasus ini. Ternyata oh ternyata, Jaksa menuntut kedua pelaku dengan hanya 1 (satu) tahun penjara. Di luar dugaan korban sendiri dan publik, tuntutan hukum atas kedua pelaku penganiayaan berat itu setara dengan pelaku pencurian seekor ayam atau buah – buahan tetangga. Padahal akhibat dari penyerangan itu adalah mata kiri Novel Baswedan buta seumur hidup.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa sangat ringan lantaran keduanya sudah meminta maaf, menyesal, kooperatif, serta telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun. Selain itu, menurut Jaksa, keduanya tak berniat melukai Novel. Jaksa menilai Rahmat dan Ronny hanya ingin memberi pelajaran, tapi tanpa sengaja air keras yang disiram mengenai mata Novel.
Orang yang awam hukum pun akan berkata “tuntutan Jaksa di luar akal sehat dan melemahkan upaya penegakkan hukum di negara ini”. Mengapa? Alasan Jaksa di atas tidak bisa serta merta dijadikan sebagai dasar untuk menuntut pelaku penganiayaan berat seperti ini.
Mata kiri Novel buta permanen, pelaku diburu selama hampir tiga tahun kok dituntut satu tahun penjara. Belum lagi uang negara yang keluar untuk membentuk tim ini dan tim itu yang bertugas untuk memburu pelaku. Atau jangan – jangan ada orang besar atau bos mafia atau big bos dibalik semua ini. Kita berharap buatlah tuntutan yang sebanding dengan kejahatan dan dampak yang timbul akibat kejahatan itu sendiri.
Kalau dibilang karena Rahmat Kadir dan Ronny Bugis merupakan anggota Polri aktif selama 10 tahun, ya Novel lebih lama lagi karena sebagai anggota Polri sejak 1998. Malah berkat keberanian, kegigihan dan kerja kerasnya dalam memerangi korupsi, banyak uang negara diamankan dan diselamatkan.
Lebih lucu lagi tuntutan Jaksa hanya satu tahun karena menurut Jaksa keduanya tidak berniat melukai Novel, hanya ingin memberi pelajaran tapi tanpa sengaja air keras yang disiram mengenai mata Novel. Sadar bos, bedakan mana tindakan yang disengaja dan tanpa disengaja. Semuanya melalui proses perencanaan, pengintaian yang matang kok dibilang tanpa sengaja? Itu namanya ngawur pak Jaksa yang terhormat.
Kesimpulannya, orang sekelas Novel Baswedan saja diperlakukan demikian dan tidak mendapat keadilan di negri ini apalagi masyarakat kecil. Sebagai masyarakat kecil kami tetap berharap, jangan gadaikan keadilan demi uang, demi kuasa dan kepuasan pribadimu sebagai penegak hukum. Ingat, Polisi, Jaksa, Hakim adalah aparat penegak hukum bukan sebaliknya aparat pembengkok hukum.