Mohon tunggu...
Iwal Falo
Iwal Falo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan siapa-siapa, hanya berusaha menjadi yang terbaik

Menjadi diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Daya Juang Melemah Karena Dimanja Dengan Bansos

17 Mei 2020   00:54 Diperbarui: 17 Mei 2020   01:06 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan sebuah negara berkembang dengan permasalahan kemiskinan yang belum kunjung usai. Kemiskinan pada dasarnya didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti makanan, pakaian, perumahan, akses pendidikan dan kesehatan. Untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia, pemerintah baik pusat maupun daerah mengeluarkan berbagai program berupa Bantuan Sosial (Bansos). Hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadikan Bansos sebagai strategi dalam pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan, walaupun sering ditumpangi oleh oknum – oknum tertentu sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Program – program bantuan sosial untuk masyarakat miskin di Indonesia mencakup : Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN – KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), Bansos Rastra atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Subsidi Listrik, Program Bantuan Perumahan dan yang terakhir adalah Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) untuk mengurangi dampak ekonomi yang timbul akhibat pandemi COVID – 19.

Banyaknya program Bansos seperti tersebut di atas berdampak pada besarnya anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah untuk merealisasikan program – program dimaksud. Namun demikian, pemberian Bansos tidak serta merta menurunkan angka kemiskinan secara drastis. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada bulan September 2019 angka kemiskinan di Indonesia sebesar 24,79 juta jiwa atau 9,22 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Angka tersebut turun dari posisi sebelumnya pada bulan Maret 2019 yang tercatat sebanyak 25,14 juta jiwa atau 9,41 persen dan juga lebih baik dari posisi September 2018 yang tercatat sebanyak 25,67 juta jiwa atau 9,66 persen.

Di sana sini muncul masalah baru bersamaan dengan penyaluran Bansos seperti salah sasaran di mana Bansos diberikan kepada yang mampu, penumpukan Bansos pada individu, keluarga atau kelompok tertentu, data KK miskin tidak akurat dan tidak sinkron antar lembaga, tumpang tindihnya pendataan KK miskin antar lembaga, munculnya kecemburuan sosial antar warga, belum lagi ditambah ulah oknum nakal yang memanfaatkan Bansos untuk kepentingan pribadi dan kelompok serta masalah lainnya.

Untuk mengatasi dan meminimalisir berbagai masalah yang timbul dalam program Bansos, pemerintah perlu memperhatikan secara lebih serius faktor tata kelola sebuah program Bansos yang meliputi :

1. Sosialisasi Program Bansos

Sosialisasi sebuah program Bansos sangatlah penting agar masyarakat dapat mengetahui secara terang benderang minimal tentang latar belakang, tujuan, sasaran dari sebuah program Bansos. Dengan demikian unsur transparansi dari sebuah program dapat tercapai dan salah paham pun dapat dihindari. Fakta yang terjadi di lapangan bahwa masyarakat sering tidak mengetahui secara detail sebuah program Bansos. Bahkan individu atau KK penerima Bansos sering beranggapan bahwa Bansos merupakan penghasilan tetap “gaji” bulanan meskipun tanpa sebuah perjuangan dan kerja keras. Akibatnya KK penerima Bansos tidak memiliki daya upaya untuk berjuang keluar dari masalah kemiskinan yang membelit.

2. Sistem pendataan KK miskin

Banyak kasus terjadi di mana pendataan KK miskin tidak dilakukan secara transparan sehingga data penerima Bansos tidak akurat dan tidak valid. Seringkali proses pendataan KK miskin tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dalam petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis dari instansi terkait. Hasil pendataan pun sarat kepentingan dan sarat KKN. Bahkan terdapat wilayah tertentu entah itu wilayah desa/kelurahan, kabupaten/kota yang tidak pernah meng-update data KK miskin di wilayah bersangkutan sehingga data yang dipakai merupakan data lama. Padahal tingkat kesejahteraan seseorang atau pun sebuah keluarga berubah – ubah setiap tahun. Akibatnya terjadi salah sasaran penerima Bansos yang mana mereka yang sudah meninggal pun tetap tercatat sebagai penerima Bansos. Begitu pula halnya dengan KK yang pindah alamat domisili dan KK yang telah berubah status kesejahteraan secara sosial ekonomi.

3. Tumpang tindih pendataan antar lembaga dan penumpukan Bansos pada satu sasaran

Belum sinkronnya data kemiskinan antar lembaga menjadi salah satu masalah dalam penyaluran Bansos yang bisa berimbas pada penumpukkan Bansos dari beberapa lembaga kepada satu sasaran. Contohnya : terdapat individu maupun keluarga yang menjadi sasaran dari 3 – 4 program bansos yang masuk ke desa. Padahal ada juga sasaran lain dengan masalah kemiskinan yang sama. Hal ini justru berakhibat pada munculnya kecemburuan sosial antar warga masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun