Pendidikan menjadi hal yang sangat berperan menjadikan manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan, dapat tercipta generasi yang mampu mengaktualisasikan diri menjadi ujung tombak kemajuan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang republik Indonesia no 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab berdasarkan Undang-Undang Dasar tahun 1945.Â
Dalam mengimplementasikan pembangunan nasional dalam bidang pendidikan pada era globlalisasi saat ini, dimana globalisasi menurut Reed (2016) cenderung mengurangi keragaman budaya dengan secara keliru menetapkan cita-cita barat sebagai universal sehingga secara efektif mengesampingkan tradisi lokal. Dalam hal ini, kelangsungan hidup budaya tradisional dan pengetahuan asli menjadi semakin bermasalah kecuali anggota budaya tersebut secara sadar bagaimana melawan arus dengan mereklamasi, menghidupkan kembali, dan menemukan kembali budaya sediri. Namun, Reed (2006) mengambil pendekatan yang membahas hubungan antara globalisasi dan lokalisasi dengan fokus out (global) seperti yang dipahami secara populer, dapat ditingkatkan dengan fokus in (lokal) proses fokus ke dalam pengetahuan lokal yang disebut dengan glokalisasi.Â
Cheng (2002) mengidentifikasi lima jenis pengetahuan dan kearifan lokal yang harus dikejar dalam pendidikan global, yaitu  pengetahuan ekonomi dan teknis, pengetahuan manusia dan sosial, pengetahuan politik, pengetahuan budaya, dan pengetahuan pendidikan. Selain itu, Teori triplisasi Cheng (2002) menempatkan globalisasi dalam tiga serangkai kekuatan yang membentuk pendidikan yaitu, dorongan dan tarikan globalisasi, lokalisasi, dan individualisasi sebagai cara untuk memadukan budaya  asli dan tradisional dalam pendidikan. Pendidikan yang mengembangkan pengetahuan lokal dan global atau yang disebut dengan glokalisasi inilah yang harus diaplikasikan dalam dunia pendidikan terutama di Indonesia.
Peran seluruh pemangku pendidikan, terutama guru karena sebagai pion terdepan yang berhadapan langsung dengan siswa dalam mendukung terlaksananya pendidikan glokalisasi. Guru dapat mengkombinasikan secara bersama kebutuhan global saat ini dengan materi/konten budaya lokal peserta didik. Seperti contoh, pengembangan perangkat pembelajaran (yang terdiri atas RPP, bahan ajar, worksheet) berbasis ethnosains dengan prespektif glokalisasi untuk meningkatkan literasi sains siswa sekolah dasar. Pembelajaran yang dikemas agar siswa lebih memahami tentang budaya khas daerah peserta didik secara tidak langsung dengan prinsip global.Â
Mengapa harus ada pendidikan glokalisasi? karena, dengan adanya pendidikan glokalisasi akan ada keserempakan/kehadiran bersama-sama yang disini dalam artian antara global dan lokal (Robertson, 1995) sehingga selain peserta didik memahami tentang budaya khas daerah mereka, mereka juga mengaplikasikan konteks global didalamnya agar tercipta peserta didik yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman.Â
Daftar PustakaÂ
Cheng,Y.C. (2002) Fostering local knowledge and wisdom in globalized education: Multiple theories. Keynote speech delivered at the 8t h International Conference on Globalization and Localization, Enmeshed: Searching for a balance in educationÂ
Reed,G.R. (2006) 'Glocalizing' Education: Focusing In and Focusing Out. Citizenship, Social and Economics EducationÂ
Robertson, R. (1995) Glocalization: Time-space and homogeneity-heterogeneity. In M. Featherstone, S. Lash, and R. Robertson (eds.), Global Modernities (pp. 25-44). London:Sage.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H