Mohon tunggu...
Ivone Pinasthika Prawesti
Ivone Pinasthika Prawesti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa yang aktif dalam mengikuti organisasi, relawan, dan menyalurkan hobi menulis. Temui saya di desty.page/hiivonee

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Si FOMO dan Media Sosial: Penyulut Perilaku Konsumtif

7 September 2022   22:37 Diperbarui: 7 September 2022   23:31 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meningkatnya kemudahan akses dalam segala hal karena internet semakin mengubah tatanan hidup masyarakat, terutama para generasi muda. Dengan adanya internet tersebut setiap kegiatan individu dan suatu kelompok mudah terekspos. Kegiatan individu maupun kelompok tersebut yang menarik perhatian khalayak juga berhasil membuat orang lain mengikutinya biasa disebut dengan tren. Adanya tren tersebut berkembang di masyarakat saat ini menimbulkan banyak masalah bermunculan, salah satunya adalah FOMO.

FOMO merupakan sebuah singkatan dalam bahasa Inggris yaitu Fear of Missing Out, secara bahasa dapat diartikan sebagai rasa takut/ cemas akan tertinggal suatu hal. Sederhananya, FOMO juga diketahui sebagai fenomena perilaku individu yang tidak ingin terlewatkan dari suatu hal maupun tren di masyarakat, biasanya mereka sangat takut atau tidak mau dikatakan kurang update dan kolot.

FOMO telah didefinisikan dalam literatur ilmiah sebagai suatu hal yang melibatkan dua komponen spesifik utama: a) kekhawatiran bahwa orang lain memiliki pengalaman berharga dari yang tidak ada, dan b) keinginan terus-menerus untuk tetap terhubung dengan orang-orang di jaringan sosial seseorang (Elhai et al., 2021).

Fear of Missing Out atau biasa disebut FOMO sudah dapat dikatakan sebuah sindrom dikarenakan eksistensinya yang kuat di masyarakat. Selain dapat mengancam perilaku generasi muda dalam bersosial media, FOMO juga berkaitan erat dengan budaya konsumsi.

Budaya konsumsi didefinisikan sebagai sebuah perilaku yang dilakukan individu ketika muncul keinginan membeli/menghabiskan nilai barang maupun jasa yang ditujukan untuk kepuasan pribadi. Menurut Lestari (2018:2) Individu selalu mencari kepuasan diri dengan cara melakukan kegiatan konsumsi barang atau jasa yang berdasarkan bukan dari kebutuhannya namun keinginannya.

Dalam perkembangan teknologi komunikasi, media sosial telah menjadi tokoh utama sebagai perantara dari FOMO. Tren-tren yang bertebaran di media sosial menimbulkan sindrom FOMO semakin menjangkiti setiap individu dan memunculkan keinginan-keinginan untuk mengikuti suatu hal. Keinginan tersebutlah yang mendorong banyak pengguna sosial media untuk mulai mengkonsumsi, bahkan mereka telah menganut paham konsumerisme.

Di sini dapat dikatakan bahwa konsumsi tidak hanya sesederhana menghabiskan makanan maupun membayar seseorang untuk melakukan sesuatu guna memanfaatkan jasanya. Namun, konsumsi juga seperti menghabiskan waktu untuk melihat foto dan video yang ada di suatu media sosial. Tanpa kita sadari, FOMO adalah alasan utama kita untuk selalu mengonsumsi video, foto, informasi, jasa, sampai barang agar tidak ingin disebut kurang update oleh lingkungan kita.

Terbukti dalam kehidupan sehari-hari kita, banyak ditemukan perwujudan dari FOMO yaitu, membeli kopi berlogo si mermaid hijau yang tren di sosial media untuk mendapatkan pengakuan. Selain itu, paham konsumerisme telah mendarah daging seperti banyak yang merasa malu ketika memakai barang atau pakaian yang tidak dikenal mereknya atau brand ternama. Contoh lain yang sempat menggemparkan netizen ketika brand makanan "M" dan minuman berkolaborasi dengan boyband negeri ginseng yang sempat naik daun. Pada masanya, setiap kedai makanan tersebut dipenuhi oleh pembeli yang khawatir kehabisan produk kolaborasi dan rela mengantri panjang hingga berjam-jam. Dari contoh-contoh yang telah disebutkan FOMO memiliki keterkaitan erat dengan perilaku konsumtif.

Agar terhindar dari perilaku konsumtif yang disebabkan oleh FOMO ada baiknya kita membatasi waktu dalam bermain media sosial dan memberikan kesadaran dalam diri bahwa tidak semua hal atau tren di masyarakat harus diikuti kecuali yang memang dibutuhkan. Selain itu, kita juga harus mampu menentukan prioritas dalam hidup kita tanpa terlalu khawatir dengan anggapan orang lain. Terakhir, hal yang perlu kita ketahui semua orang memiliki hidup masing-masing dengan jalan yang berbeda-beda. Dengan demikian, rasa syukur dan kesadaran adalah solusi terbaik dari menghindari FOMO dan konsumerisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun