Mohon tunggu...
ivone Dwiratna
ivone Dwiratna Mohon Tunggu... Konsultan - hobi menulis dan bercita-cita ingin menjadi penulis yang menghasilkan buku

Hanya seorang biasa yang memiliki ketertarikan dengan berbagai kisah dalam kehidupan dan ingin menuangkannya dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup Lagi Setelah Diformalin 2,5 Bulan

3 Desember 2019   01:39 Diperbarui: 3 Desember 2019   08:35 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebut saja namanya Pak Gusti. Usianya masih sekitar 32 tahun, akan tetapi pengalaman hidupnya sangat luar biasa. Perlu waktu untuk mendapatkan ijin darinya untuk menceritakan kembali kisah hidupnya dalam tulisan. Beruntunglah setelah kumohon dan berjanji untuk tidak membuka identitasnya, barulah ia bersedia mengabulkan permohonanku.

Pak Gusti berkulit hitam legam, tinggi besar dan berasal dari Bali. Ia memakai anting logam putih besar di kedua telinganya dan rambut yang dikuncir, penampilannya khas anak muda. Stylish. Dengan tinggi badan sekitar 185 cm dan badan yang gempal, ia lebih nampak seperti anak muda biasa penggemar moge. Pak Gusti sangat bersahaja. Ia menyembunyikan segenap kehebatan yang ia miliki. Tapi menurutku ada yang beda darinya. Ada tahi lalat diantara kedua alisnya, pandangan matanya berbeda dan stylenya seperti seorang Resi juga menurutku. Mata yang teduh.                                         

Tanpa didahului suatu penyakit atau pertanda apapun sebelumnya, Beliau meninggal dunia mendadak di usia 9 tahun. Karena belum mendapatkan tanggal baik untuk dilaksanakannya upacara ngaben, maka keluarga hendak mengawetkannya terlebih dahulu dengan formalin dan menempatkannya dalam suatu tempat yang khusus untuk meletakkan jenazah sebelum dilaksanakannya upacara. Satu-satunya orang  yang menolak Gusti kecil diformalin adalah kakeknya. Ia seperti tahu apa yang sedang terjadi pada Gusti kecil. 

Oleh karenanya, Ia meminta agar Gusti kecil dimasukkan es saja daripada disuntik formalin. Akan tetapi ide sang Kakek ini tidak disetujui semua pihak. Akhirnya, jenazah Gusti kecil diformalin. Setelah itu, jenazahnya diletakkan di tempat yang khusus untuk jenazah-jenazah yang belum dilakukan upacara.

Kakek memiliki perasaan yang sangat tajam. Ia merasa harus menjaga tubuh fisik cucu kesayangannya ini. Untuk itu Kakek berpuasa dan berdoa, setiap harinya ia hanya makan sebutir telur dalam sehari, memohon keselamatan dan yang terbaik untuk Gusti kecil yg sangat ia sayangi. Hingga akhirnya tibalah saat hari dan tanggal baik untuk ngaben jenazah Gusti kecil.

Upacara Ngaben akhirnya dilaksanakan. Jenazah Gusti diletakkan di tempat yang telah disediakan. Setelah melalui semua prosesi awal, api pun akhirnya dinyalakan. Awalnya, Ngaben masih berjalan sebagaimana yang seharusnya. Hingga akhirnya, saat api telah menjilati sebagian tubuh Gusti.. Tiba-tiba semua dikejutkan karena Gusti mendadak hidup dan bergerak-gerak. Sontak semua segera menyelamatkan Gusti kecil dari jilatan api.

Akibat jilatan api pada sebagian tubuhnya, Gusti mengalami luka bakar. Itulah sebabnya tubuhnya saat dewasa dipenuhi tattoo. Gusti mentattoo bagian-bagian tubuhnya yang kulitnya menyisakan tanda akibat luka bakar yang ia alami. Dalam kesehariannya, Gusti tumbuh normal seperti anak-anak kebanyakan. Belajar, sekolah dan bermain seperti biasa. Tidak beda. Iapun bercerita bahwa selama ia mati, ia tidak mengalami apapun. Entah seperti suatu perjalanan, bertemu seseorang atau melihat sesuatu. Ia tidak mengalami kejadian apapun selama kematiannya.

Sang Kakek tetap menggemblengnya dengan banyak hal, terutama mengenai spiritual dan herbal. Sang Kakek mengajari Gusti pengobatan dengan herbal. Bahkan ia pernah dilepaskan ke dalam hutan oleh Kakeknya selama sebulan, untuk belajar secara langsung bagaimana bertahan hidup, mencari dan mengolah herbal dan tentunya belajar meningkatkan spiritualnya secara langsung dengan hidup sendirian dalam hutan, mendekatkan diri pada Sang Pencipta dan alam semesta. Dan itu ia lakukan kurang lebih saat ia masih usia SMP.

Pernah ia mengalami saat-saat yang menyedihkan ketika ia sendirian dalam hutan. Gusti dipatuk ular dan dia menggigil, sakit. Lalu ia berdoa, bermeditasi. Dari situ ia melihat jenis daun apa yang harus ia cari untuk mengatasi racun akibat patukan ular tersebut. Dan benar, setelah ia mencari dan mengolah dedaunan yang ia lihat dalam penglihatannya tersebut sebagai obat, Gusti sembuh dan racun akibat bisa ular tersebut bisa dinetralisir.

Pengalamannya masuk hutan adalah bukan sekali saja. Sang Kakek adalah orang yang berjasa untuk membentuknya menjadi seperti saat ini. Untuk kesekian kalinya Gusti disuruh masuk dalam hutan lagi. Kali ini mencari daun Pancasona. 

Daun yang sangat sulit untuk mencarinya dan tidak sembarang orang yang bisa menemukannya. Untuk menemukan daun Pancasona, Gusti mendapatkan petunjuk. Salah satunya dengan cara bermeditasi berjam-jam berendam dalam air dan 6 jam melakukan meditasi dengan gerakan Vrksasana, yaitu berdiri dengan satu kaki dan tangan posisi menyembah diatas kepala. Setelah melakukan meditasi tersebut, Gusti dapat menemukan daun Pancasona. Daun tersebut nampak bercahaya terang, sehingga memudahkan Gusti untuk menemukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun