Siang itu saya bertemu seorang Bapak yang khusus datang menemui saya dari sebuah kota di Jawa Tengah. Beliau orang yang ramah, sabar, sederhana dan welas asih. Saya melihat dia berbeda. Wajahnya bersinar, pemikir positif. Sebut saja namanya Pak Iwan. Perjumpaan kami singkat, tapi Pak Iwan mau berbagi kisahnya yang sangat menarik. Dari pembicaraan kami, bergulirlah kisahnya dan karena itu saya tertarik untuk menulisnya. Dan dengan seijin Pak Iwan, kisah ini saya tulis.
Pak Iwan memiliki almarhum Ayah yang sekitar sekian puluh tahun lalu didiagnosa dokter menderita kanker. Dengan dignosa seperti itu, Ayahnya seharusnya diobati secara intensif. Akan tetapi, almarhum memilih untuk berdamai dengan penyakitnya dan memilih untuk melawan sakitnya dengan hidup sehat dan baik, berpikir baik, bertindak baik dan semakin mendekatkan diri pada Tuhan sebagai caranya untuk diberi kesehatan dan panjang umur. Puji Tuhan, meski didiagnosa kanker, Beliau hidup sehat hingga akhir hayatnya dan meninggalnya juga bukan karena sakitnya.
Ada satu kisah menjelang akhir hidup sang Ayah, tanpa tahu apa yang akan terjadi dengan sang Ayah, selama 3 hari berturut-turut ayahnya meminta Pak Iwan untuk menemaninya.
Di hari itu, Pak Iwan diminta Ayahnya untuk menemaninya bekerja. Beliau sibuk bekerja didepan komputer dan Pak Iwan dengan setia duduk disampingnya. Hanya diam saja memperhatikan Ayahnya. Entah apa maksudnya, tapi dengan telaten Pak Iwan tetap disitu memperhatikan apa yang dikerjakan ayahnya.
Saat itu, tiba-tiba sang Ayah memecahkan kesunyian yang ada.
"Papa pengen ke situ.." kata sang Ayah
"Kemana Pa?" tanya Pak Iwan gelagapan dengan penuh kebingungan
Lalu Ayahnya menunjuk TV yang sedang menayangkan liputan mengenai pegunungan Himalaya.
"Oh, Papa pengen ke Himalaya?" tanya Pak Iwan
"Iya... suatu saat Papa pengen kesana" tukas sang Ayah
"Hmmm, jangan Papa.. Biar Nyo saja yang wakili Papa kesana.."