Mohon tunggu...
Ivo Nainggolan
Ivo Nainggolan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Terlalu banyak bermimpi dapat menyebabkan Anda kelupaan bangun.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Antara Aku, Media Sosial dan Tuhan

14 Agustus 2012   11:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:47 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Well, anak muda. Sekarang zaman nya social media. Zaman serba canggih sih memang. Tapi ada yang sedikit janggal buat saya. Entah cuma saya yang merasa, atau ada banyak lagi orang di luaran sana yang merasa seperti saya.

Akhir-akhir ini ramai sekali kaum muda yang berdoa via twitter.Ini seolah mengindikasikan Tuhan punya twitter.Oke, oke. Pada prinsipnya , Tuhan Maha tahu.Tuhan baca kok, biar pun dia gak punya twitter. Namanya juga Tuhan, uda pakai label “Maha” lagi. Apasih yang enggak dia tahu. Tetapi, emang sah gitu berdoa di twitter?

Hey bro! Manusia itu ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Kita ini diberi keistimewaan loh. Kalau pengen ngomong sama Tuhan, gak perlu pakai pulsa. Gak perlu pakai internet. Gak perlu ngomong sama sekretaris nya dulu. Gak perlu buat janji. Gak perlu pakai perantara. Cukup lipat tangan, tutup mata, ngobrol deh sama Tuhan . Atau dengan sholat buat temen-temen yg muslim. Nah, kurang apa lagi coba?

Tapi aneh nya, manusia zaman sekarang dengan seenak jidat membuat “obrolan” dengan Tuhan itu harus melalui perantara. Entah itu melalui facebook,  twitter, atau bahkan melalui Mario teguh. Aneh kan? Uda dikasih yang “istimewa”, malah buat perantara sendiri. Mau nya pa sih? Awas loh, nanti Tuhan marah.

Saya sendiri kurang mengerti apa modus dibalik doa via social media ini. Apa supaya di bilang “Bertuhan”. Apa ini bagian dari sebuah pencitraan. Apa supaya mendapat perhatian, saya juga tidak tahu.

Terkadang, ini membuat saya berandai-andai. Andai Tuhan punya twitter, Dia bakal ngapai aja ya?

Nama akunnya mungkin @TUHAN atau @ALLAH.Trus bio nya, 'Official Twitter Account of Tuhan'. Andai Tuhan punya twitter, pasti followers nya lebih banyak dari akun artis artis tersohor.Dan saya yakin, Tuhan pasti kewalahan menghadapi followers yang mengeluhkan hal seperti ini "@Tuhan Koq mention akoh ngga pernah dibales sich", dengan emoticon menangis manja. Bayangin aja coba, tiap hari Tuhan harus ngebalas ribuan mention anak-anak muda yang hobby doa via twitter. Bisa-bisa itu tangan Tuhan keseleo loh. Andai akhirnya Tuhan buat twitter dengan tweet berbayar, siapa coba yang mau tanggung jawab? Siapa coba yang sanggup bayar Tuhan buat mempromosikan produk nya? Aduh.

Tau yang lebih aneh lagi? Motivator yang kata orang paling handal di negeri ini Mario Teguh, justru berbuat sesuatu yang saya rasa kurang berkenan di hati saya. Suatu kali saya pernah membaca di pages nya Mario teguh. “Buat yang gak sempat memberi komentar, silahkan katakan Amin. Agar doa kita disegerakan”. Apa? Berdoa via Mario teguh lebih di dahulu kan Tuhan? Wah, mungkin besok pagi ketika saya bangun, ngapai ngucap syukur sama Tuhan ya? Mending buru-buru buka fan pages nya Mario teguh dan kemudian ketikkan “Amin”. Gak percaya? Coba buka Mario teguh on facebook. Pasti semua komen nya “amin, amin, amin”. Super sekali bung Mario.

Ayolah, coba kebiasaan seperti ini sedikit diperbaiki. Dari pada buat status atau tweet “Tuhan, kenapa orangtuaku harus kau beri cobaan seberat ini? Tolong sembuhkan dia ya Tuhan” Mending diganti jadi “Teman-temen, orangtua saya lagi sakit. Mohon bantu doa ya”. Selain lebih tepat, lebih enak juga sih dibaca. Wong nyatanya yang follow kamu di twitter atau yang jadi temen kamu di facebook, manusia kan? Temen kamu kan? Bukan Tuhan kan? Karena nyatanya, sampai tulisan ini diterbitkan, Tuhan belum punya akun di situs-situs jejaring social.

Baik, saya sama sekali tidak bermaksud mempermainkan nama Tuhan disini. Jujur, saya masih takut dengan yang namanya Tuhan. Satu hal yang ingin saya pesankan, berdoalah pada tempatnya, ber-socialmedia lah sebijak-bijaknya. Mungkin, kalimat yang kurang bijak ini dapat mewakili semua isi tulisan yang saya utarakan. “Perlakukanlah agamamu seperti penis. Simpan di celanamu, dan kagumilah di kamar, jangan dipamer-pamerkan di depan publik”

Salam hangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun