Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... -

Mengamati Politikus

Selanjutnya

Tutup

Politik

PPP "Ikhlas" Tidak Minta Jatah Menteri, Tapi Sasar Kursi DKI-1

19 April 2014   23:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:28 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin tanggal 18 April 2014, ketum PPP Suryadharma Ali dan beberapa elit partai secara sepihak mendeklarasikan dukungan ke ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk maju sebagai capres 2014. Di dalam konferensi pers tersebut, SDA menyampaikan kepada pers bahwa PPP secara tulus mendukung Prabowo tanpa minta jatah menteri (ataupun minta sebagai Cawapres Prabowo). Sah-sah saja dan memang secara rasional politik, PPP memang cukup sadar diri karena perolehan suara partai berlambang Ka'abah ini memang tidak terlalu tinggi. Keputusan tersebut lantas jangan kita artikan bahwa SDA dan petinggi-petinggi partai PPP lainnya tidak minta pamrih. Sangat bodoh rasanya kalau SDA dan beberapa elit PPP mendukung Prabowo dengan mengorbankan beberapa petinggi partai yang mencoba menggulingkan SDA, diantaranya adalah Waketum PPP dan Sekjen PPP. Dari sini kita bisa tahu motif dari dukungan SDA kepada capres Gerindra Prabowo. Tidak ada makan siang yang gratis , apalagi di dunia politik. Seperti kita tahu, blok SDA juga didukung oleh Djan Faridz dan Haji Lulung. Lantas sebenarnya apa yang disasar oleh PPP dengan mendukung Prabowo? Dari sini saya analisa bahwa PPP mencoba menyasar kursi DKI-1 atau DKI-2. Seperti kita tau, DKI Jaya sebagai provinsi terkaya dengan APBN yang sudah tembus 100 triliyun tahun ini yang merupakan buah kerja keras Jokowi dan Ahok. Tentunya lahan-lahan basah begitu menggiurkan siapa pun dan partai politik manapun. Apalagi setelah Jokowi dan Ahok berkuasa, banyak bisnis-bisnis petinggi PPP yang makin gersang. Haji Lulung dan Djan Faridz setidaknya yang sudah mulai kehilangan income karena "bentrok" dengan Ahok yang berani head-to-head dengan kedua petinggi partai tersebut. Daerah yang menjadi pusat bisnis grosir pakaian terbesar di Asia Tenggara yaitu tanah abang menjadi pusat pengerukan rezeki mereka kini sudah berangsur2 berkurang. Apalagi setelah PKL-PKL yang berjualan dengan menyetor jatah ke Hj.Lulung kini sudah digusur ke blok G. Binis Djan Faridz yang menjadi raja di tanah abang juga kini sedang bersengketa dengan pihak pemprov DKI JAYA. Nah, dari sinilah mungkin ini yang disasar untuk digenggam kembali oleh PPP. Setoran dari kedua elit PPP dari hasil bisnis di tanah abang merupakan income yang sangat besar buat PPP. Ahok mungkin diminta oleh PPP untuk "disingkirkan" Prabowo. Jika Prabowo Subianto sudah menjadi presiden, tentunya target pencintraan beliau sudah tercapai. Ahok mungkin akan diangkat menjadi menteri di kabinet Prabowo nantinya, menjadi salah satu menteri, mungkin menteri pendayagunaan aparatur negara.

Jika skenario berhasil, Prabowo jadi presiden, DKI yang nantinya ditinggalkan oleh Ahok akan diendors untuk diisi oleh orang PPP. PPP akan mudah untuk kembali mengambil alih bisnis di salah satu pusat bisnis di Asia Tenggara tersebut. Jokowi yang kalah pemilu 2014 nanti walaupun tetap menjabat sebagai gubernur akan mudah digoyang. Prabowo yang jadi presiden akan mudah membuat Jokowi tidak nyaman ataupun nantinya wakil gubernur yang diisi oleh orang PPP akan selalu membangkang titah sang gubernur. Wibawa Jokowi sudah turun di mata masyarakat akan digunakan sebagai senjata untuk melengserkan oleh sang wakil gubernur yang diisi oleh orang PPP. Jadi, apakah benar-benar PPP tidak minta jatah menteri? Betul. Tapi apakah bener-bener PPP tidak minta jatah sama sekali? 100% tidak mungkin. Sepak terjak politikus Indonesia apalagi orang-orang PPP,PKS,PAN telah dimonitoring masyarakat selama ini di pemerintahan SBY. Di dalam payung koalisi rezim saat ini mereka semua keliatan sangat oportunis. Jadi tidak usah membohongi rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun