Mohon tunggu...
iva umu maghfiroh
iva umu maghfiroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Terbuka

Saya adalah seorang perempuan yang gemar menulis dan ingin selalu berbagi kebahagiaan dengan siapapun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dampak Penggunaan Teknologi Kesehatan pada Hubungan Dokter dan Pasien

16 Agustus 2024   08:25 Diperbarui: 16 Agustus 2024   08:32 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hubungan antara dokter dengan pasien seiring berkembangnya teknologi kesehatan telah mengalami banyak dampak baik yang bagus maupun buruk dan berikut ini beberapa di antaranya:

Mempermudah akses kesehatan

Salah satu bentuk perkembangan teknologi kesehatan yang sedang marak hari ini adalah dibukanya aplikasi maupun situs pelayanan kesehatan yang memungkinkan pasien mengakses kesehatan dengan lebih mudah. Misalnya, melakukan reservasi di rumah sakit secara daring, atau malah melakukan konsultasi kesehatan secara daring yang memungkinkan untuk diakses kapan dan di mana saja. Selain itu perkembangan internet juga semakin memudahkan orang untuk mengakses pengetahuan soal kesehatan, seperti yang terjadi pada masa Covid19 beberapa tahun silam, di mana kitab isa membeli obat-obatan secara daring dan sejenisnya.

Efisiensi dan terjangkau

Masih menyambung pada poin satu, mudahnya akses kesehatan ini juga semakin menekan efisiensi dalam penanganan kesehatan. Dokter bisa melayani lebih banyak orang, dan pasien yang jauh bisa tetap punya kesempatan konsultasi dengan dokter. Intinya di sini siapapun dan di manapun bisa terjangkau, bisa menjangkau dan bisa memanfaatkan waktu lebih efisien.

Namun sayangnya, teknologi ini tidak hanya memudahkan tetapi juga memiliki sisi lain. Mudahnya akses kesehatan tidak hanya membuat masyarakat semakin bagus pengetahuannya tetapi juga menyulitkan mereka untuk melakukan verifikasi informasi. Seperti kejadian yang beberapa waktu lalu ramai, yaitu seorang konten creator di Tiktok yang membuka pengobatan 'psikologi' berbayar dan ternyata dia bukanlah psikolog maupun psikiater yang punya kompetensi untuk menangani pasien.

Menyebabkan hubungan lebih ke bisnis dan tidak dekat secara emosional.

Poin ini sebenarnya masih berhubungan dengan kedua poin sebelumnya, di mana dalam konsultasi daring yang dilakukan antara dokter dan pasien menjadi tidak dekat secara fisik dan emosional. Padahal tidak semua penyakit bisa ditangani dengan konsultasi virtual, banyak juga jenis penyakit yang mengharuskan observasi langsung, yang harus dicek secara langsung oleh dokter. Padahal menurut Parson, dalam menyembuhkan pasien terkadang dokter harus melibatkan hal yang bersifat sangat pribadi, selain kontak fisik dokter juga bisa menanyakan hal-hal pribadi yang tidak diungkapkan kepada orang lain oleh si pasien yang kemudian membuat hubungan keduanya tercipta yang namanya ketergantungan emosional. Yang mana ini tidak akan atau paling tidak sangat sulit terjadi dalam pengobatan atau konsultasi virtual.

Biaya mahal dan tidak merata

Teknologi kesehatan nyatanya tidak hanya ada pada 'aplikasi' semacam itu tetapi juga perkembangan alat-alat kesehatan seperti peralatan kesehatan untuk penyakit jantung, adanya alat virtalisasi medis dan lain sebagainya. Yang tentu membutuhkan biaya mahal. Beruntung kita di Indonedsa memiliki sistem yang bernama BPJS dan itu sangat memudahkan sekali meskipun seringkali pada praktiknya masih ditemui beberapa kekurangan. Namun, yang jelas teknologi semacam ini butuh biaya mahal dan sayangnya, keberadaannya juga tidak merata di setiap fasilitas kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun