Terbitnya novel Laskar Pelangi dan Filmnya sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Nama Belitung dalam film dikenal dengan keindahan alamnya terutama pantai-pantainya, eksotis pantainya bahkan bisa melampaui Bali. Perlahan turis domestik dan mancanegara mulai berdatangan karena penasaran dengan pantai yang indah namun jarang terekspose khalayak banyak. Perlahan juga sektor kepariwisataan menjadi aspek perekonomian masyarakat.
Hampir 10 tahun film Laskar Pelangi berlalu dan sekarang di tahun 2018 ini, pariwisata termasuk dalam sektor utama penopang perekonomian masyarakat, namun hal aneh kembali muncul.
Di saat hampir semua aspek sudah mendukung pariwisata, muncul lagi permasalahan Tambang Laut (Timah) yang bakal beroperasi dan sekarang sedang dalam proses untuk jalan operasi. Kita ketahui Pantai yang menjadi andalan dalam pariwisata Belitung adalah bagian dari laut, jika seandainya muncul tambang laut hancur sudah lah pantai yang indah.Â
Orang-orang enggan berkunjung ke pantai yang hitam warna lautnya. Mereka pastinya jijik untuk menikmati suasana pantai yang tercemar. Padahal kita ketahui Timah itu barang yang langsung habis jika di ekspansi terus-menerus, setelah timah di laut habis, otomatis kegiatan produksi Timah di laut berhenti dan laut tercemar.Â
Masyarakat yang tinggal di pulau seperti Belitung akan lucu jika susah untuk makan ikan, jika laut sudah tercemar, ikan habis, terumbu karang rusak dan biota-biota laut banyak mati.
Jika mereka (pemerintah daerah) fokus memprioritaskan pariwisata, tidak akan menyetujui kehadiran tambang laut. Pariwisata penopang ekonomi jangka panjang dan tidak merusak alam, tambang penopang ekonomi jangka pendek dan sangat merusak alam. Belum hilang luka lama bekas peninggalan PT.Timah di darat muncul lagi Timah-Timah yang terendap di laut. Â
Yang lucunya lagi sektor swasta yang menjadi pengelola tambang laut jika seandainya legal beroperasi. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa jika semua (darat dan laut) sudah rusak, apa jadinya Belitung yang sangat kecil ini kedepannya, anak cucu kita kelak mungkin tidak akan menikmati indahnya alam di pulaunya sendiri akibat rakus dan serakahnya kaum intelektual miskin harta dan gila kekuasaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI