Mensholati jenazah adalah wajib dikerjakan oleh sebagian Umat Muslim atas Muslim-muslimah yang wafat. Jika sebagian Muslim-muslimah sudah mengerjakannya, maka gugur kewajiban Muslim-muslimah yang lain. Tapi karena dinamika politik busuk menggunakan SARA, syariah dan aturan agama telah dicederai oleh orang-orang yang mengaku Muslim, pendukung Paslon tertentu untuk memenangkan Paslon pilihannya. Yang dilakukan orang-orang yang mengaku Muslim, tapi tidak mau mensholati jenazah Nenek Hindun dan Ibu Siti Rabbaniah, karena keluarga Nenek Hindu dan Ibu Siti Rabbaniah memilih calon beragama lain adalah perilaku ceroboh tanpa dasar ilmu.Â
Setiap Muslim-muslimah fardhu qifayah disholati ketika meninggal. Kalau orang agama lain meninggal, cukup hormati dengan ikut ta'ziah sebagaimana Nabi Muhammad segera berdiri menghormati ketika ada orang Yahudi tak dikenal beliau, jasadnya diusung melewati beliau yang sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Sementara itu, ada sebuah hadist yang mengharamkan orang Muslim mensholati orang Muslim yang tidak pernah sholat. Logikanya, terhadap jasadnya sendiri saja, dia tak mau mengasihinya dengan sholat, kenapa saat wafat harus merepotkan orang lain untuk mensholati, padahal itu perbuatan sia-sia, bahkan malah membuat orang itu makin menderita di alam kubur. Tidak ada keterangan soal derita orang Muslim yang tak pernah sholat, terus disholati saat meninggal, tapi ibaratnya (qiyasnya), orang yang berkebiasaan dan tradisi tertentu, pasti merasa sangat tidak enak dan terluka nuraninya kalau dikasihi dengan sesuatu yang tak disukai atau di luar kebiasaannya. Karena itu, atas orang Muslim yang tidak sholat, yang penting kuburkan saja selayak-layaknya, agar tidak melukai keluarganya, juga tak melukai yang meninggal. Wajib juga bagi Umat Muslim untuk tak ngomong atau mencibir yang membuat keluarganya makin sedih. Untuk keluarganya, juga tak perlu merasa malu atau merasa diperlakukan pilih kasih, karena itu adalah untuk kebaikan yang wafat juga.
Itu artinya, jika dikaitkan dengan kasus Ibu Siti Rabbaniah dan Nenek Hindun atau Muslim-muslimah lain, jika memang mereka biasa sholat, maka sholati mereka untuk menghormatinya. Jika mereka tidak sholat, kuburkan saja selayak-layaknya. Pihak keluarganya juga tak usah malu atau merasa diperlakukan pilih kasih, kalau mereka tak disholati, karena tidak pernah sholat. Tapi kalau mereka ahli sholat, kemudian gara-gara memilih pemimpin beragama lain tak disholati oleh Umat Muslim di sekitarnya, maka Muslim yang lain yang berkewajiban mensholatinya. Menurut hukum syara' sholat jenazah boleh dilakukan secara gaib dalam arti saat hari orang itu meninggal, tapi dilakukan di daerah lain, boleh juga sesudah jenazah orang itu dikuburkan. Adanya aturan ini adalah untuk memperbaiki kesalahan, bila awalnya masyarakat tak tahu orang yang meninggal biasa sholat, tetapi kemudian diketahui ada yang pernah melihat orang itu sholat. Agama Muslim itu mudah, amat fleksible, ringan, dan bukan  until memberati. Karena itu, aturan-aturannya juga mudah, fleksible, ringan, dan bukan untuk memberati.Â
Jadi, misalnya saat ini, segenap Umat Muslim menggagas sholat gaib di Monas untuk Ibu Siti Rabbaniah dan Nenek Hindun yang diperlakukan tak adil gara-gara Pilkada, maka sah dan boleh menurut hukum syara', jika keduanya adalah ahli sholat. Tapi sebaiknya, sholat gaib dilakukan sendiri-sendiri di rumah, jika tahu mereka biasa sholat, agar tak mengganggu ketertiban umum, juga tak membuang-buang waktu dan dana yang tak perlu seperti aksi-aksi demo sebagian Umat Muslim kemarin, yang sesungguhnya tak berdasar sama sekali. Untuk mengetahui bahwa aksi-aksi demo yang digagas FPI dan direstui MUI adalah tak berdasar, silahkan baca  artikle saya yang lain, yang berjudul Indonesia Reborn.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H