Kepemimpinan merupakan sesuatu yang rentan diselewengkan, harus dipertanggungjawabkan, serta harus diwariskan kepada generasi penerusnya. Atas ketiga hal tersebut seringkali bluder dan rasanya belum ditemukan formula yang pas, yang sejalan dengan semboyan pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Yang terjadi selama ini, kepemimpinan, baik di tingkat pusat sampai ke daerah, bergulir begitu saja melalui coblosan dan pemilihan oleh rakyat, tetapi belum benar-benar terwujud yang disebut pemilihan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat tersebut. Memang benar orang yang dipilih itu adalah berasal dari rakyat dan dipilih rakyat, tetapi yang marak terjadi rakyat tidak benar-benar tahu kualitas orang yang dipilihnya dan seringkali orang yang dipilih bukan orang-orang yang benar-benar berjuang dan melayani masyarakat.Â
Terbukti, dengan begitu banyaknya wakil rakyat dan para pemimpin rakyat yang cenderung tidak melaksanakan amanat, menyelewengkan jabatan, korup, dan dari kesemua itu banyak yang lolos dari pertanggungjawaban kepada masyarakat, karena memang tidak ada satu sistem kontrol yang baik dari masyarakat pada kinerja para wakil rakyat dan para pemimpinnya, juga seolah tidak ada pertanggungjawaban khusus kepada rakyat dari para wakil maupun pemimpinnya. I
tu artinya masih sebuah kebohongan adanya sistem yang menyatakan bahwa rakyat pemegang tampuk kekuasaan tertinggi, karena wakil rakyat tak benar-benar bisa mewakili aspirasi mereka, rakyat tak punya fungsi kontrol yang baik, dan para wakil rakyat berikut para pemimpin yang dipilihnya juga bisa segera melenggang tanpa pertanggungjawaban. Lebih parahnya, tidak ada yang disebut suatu kesinambungan program dan kekuasaan. Makanya begitu banyak program yang telah dicanangkan dan berbagai permasalahan yang tidak tuntas dan terselesaikan dengan baik di negeri ini, mulai dari pusat, hingga daerah.
Kesemuanya itu menunjukkan betapa rapuhnya sistem demokrasi di negeri ini. Tetapi secara konsep sesungguhnya sudah amat baik, hanya saja dalam detail dan rinciannya masih jauh dari sebentuk sistem yang mapan yang benar-benar mewakili konsepnya. Inilah yang menyebabkan reformasi birokrasi dan sistem di negeri ini, tidak mencapai hasil yang signifikan.
Sebagian besar orang malah menganggap reformasi telah gagal total. Ada sebagian orang yang menjadi rindu pada berbagai ceremonial atau etok-etok baik-baik saja, padahal amat lemah dan bobrok di masa Orde Lama dan Orde Baru. Dan suatu saat mungkin akan muncul juga para pengagum pencitraan di masa Presiden SBY, yang sebenarnya hakikatnya sama antara pencitraan dan ceremonial tersebut.
Yang diinginkan oleh masyarakat negeri ini yang sesungguhnya ialah perbaikan sistem, birokrasi, dan pemerintahan yang benar-benar mapan agar pemerintah, aparat, wakil rakyat, dan pemerintahan daerah bisa membimbing, mendorong, memacu, memimpin, menggerakkan, dan mengantar rakyat menuju tatanan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, dan memiliki peradaban dan sistem yang amat baik. Rakyat tak ingin menjadi seperti yang lalu-lalu.Â
Banyak orang sekarang yang tidak tahu bagaimana keadaan serba kekurangan di jaman Sukarno dan serba takut, tercekik, terbatasi, terplonco, dan terplontosi segenap harta dan kekuasaannya di masa Suharto, bahkan mungkin, banyak orang yang tak begitu menyadari kegamangan dan keadaan serba ngambang di jaman reformasi yang penuh dengan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, minim sekali dengan perbaikan dan penyempurnaan sistem, meskipun bisa dibilang keadaan relatif aman dan cukup nyaman.Â
Karena itu, banyak orang yang tahu beberapa hal yang agak ada gregetnya di masa Orla dan Orba mereka ingin hal itu terulang. Karena itu pula, juga bukan tidak mungkin sekedar pencitraan di masa Reformasi juga akan dirindukan. Tapi, yang dirindukan semua orang sesungguhnya adalah suatu perbaikan yang benar-benar real, mapan, kokoh, penuh dengan pernak-pernik yang indah dan bergreget, bersih, dan tak berkekurangan, sehingga semua itu pantas diwariskan dan dilestarikan oleh anak cucu dan generasi-generasi berikutnya.
Sejak dahulu, bangsa di tanah Nusantara ini, tidak pernah begitu hebat seperti bangsa Eropa di bawah kekuasaan Alexander Zulkarnaen atau Alexander Agung, atau bangsa Arab di bawah beberapa dinasty, atau bangsa tiongkok di bawah kekuasaan Kubilai Khan dan Jengis Khan, maupun bangsa-bangsa imperialis lain. Namun, yang pasti ialah bangsa ini adalah bangsa yang senantiasa tetap bersatu dan tak pernah mau berada di bawah kekuasaan bangsa dan negara manapun.Â
Berada di bawah kekuasaan bangsa Belanda selama tiga ratus lima puluh tahun, merupakan satu pukulan telak yang tidak boleh terulang sampai kapanpun. Karena itu, walaupun bangsa ini memiliki beribu-ribu perbedaan, terpisah dan terkantung-kantung ke dalam pulau-pulau, bangsa ini harus tetap bersatu sebagai keluarga, bangsa, dan negara yang besar, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI adalah harga mati. Selamanya.
Karena itu, yang dibutuhkan oleh bangsa ini adalah satu sistem terpadu yang baik, yang bisa tetap mempersatukan, yang berkeadilan, serta yang bisa membawa bangsa dan negara ini menjadi beradab, makmur, dan sejahtera. Jasa para penguasa di masa lalu dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara ini sama sekali tak boleh diingkari, tetapi segenap kesalahan dan kekurangannya juga tak boleh diabaikan. Untuk kesalahan tetap harus diusut dan digali, tetapi untuk selanjutnya terserah rakyat mau mengadili atau memaafkan. Sementara kekurangannya harus diperbaiki, sedang yang sudah dicapai perlu disempurnakan lagi. Tugas segenap anak bangsa ini masih sangat banyak ke depannya.