Umat yang mengaku-ngaku sebagai Muslim berduyun-duyun demo dari berbagai daerah untuk menjegal Basuki Cahaya Purnama sebagai calon Gubernur DKI, karena orangnya ahli kitab dari agama Kristen. Pak Ahok, sapaan Pak Basuki, kini masih menjalani proses persidangan, karena tuntutan mereka untuk menghukum orang kafir penista agama, karena melecehkan Surat Al Maidah 51 dan orang-orang yang menggunakan Al Maidah 51 sebagai alat bermain politik. Bahkan Majelis Ulama' yang nota bene kumpulan para ahli ilmu sampai menfatwakan untuk penghukuman yang sangat tidak adil itu. Mereka pun didukung keras oleh FPI dan tokoh organisasi umat Muslim, bahkan para pimpinan pondok dan ustad. Tetapi kini, rasanya amat patut dipertanyakan kemusliman mereka, ketokohan mereka, dan kepahaman mereka atas ayat-ayat Al Quran. Para Ustad, tokoh masyarakat Muslim, dan ulama' yang diam saja pun, juga sangat patut dipertanyakan jihad dan ijtihad mereka dalam menyelesaikan kegalauan dan kericuhan yang terjadi, karena barangsiapa diam saja melihat kedzaliman terjadi di depan matanya, maka sesungguhnya mereka ikut dzalim atau ikut menjadi sebab atas kehancuran umat.
Dalam Surat Al Maidah 51 sudah jelas yang diartikan pemimpin adalah kata auliya'. Hal inilah yang dijadikan alat permainan politik oleh orang-orang yang mengaku Muslim, bahkan dianggap ulama', agar Umat Muslim tidak memilih orang beragama lain sebagai pemimpin, meskipun orang beragama lain itu jujur, amanah, dan bisa memimpin. Hal inilah yang dikritik Pak Ahok sebagai ahli kitab dari umat terdahulu, sebelum DikirimNya Al Quran. Dengan nada guyonan, Pak Ahok menyampaikan itu secara gentle di depan Umat Muslim sendiri di Kepulauan Seribu.
Yang dikemukakan Pak Ahok itu memang harus diakui benar, Orang Muslim yang mengikuti ulama' jahiliyah-lah yang salah, karena memelintir arti auliya' dalam Surat Al Maidah 51 itu, kemudian mewariskannya, dan yang lain meng-amin-i saja, tanpa koreksi sama sekali. Hakikat arti auliya', sesungguhnya telah ada di Surat Yunus 62-63, yang berbunyi, "Ingatlah sesungguhnya para auliya Allah itu tidak ada kekawatiran terhadap mereka, tiada pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (QS Yunus 62-63). Sementara arti takwa itu sendiri ialah melaksanakan segala yang baik, menjauhi segala yang buruk dan jahat. Jadi kalau dikaitkan antara Surat Al Maidah 51 dan Surat Yunus 62-63 tersebut adalah pilihlah orang yang paling baik dan paling bersih dari dosa sebagai auliya', wali, penanggung, atau pemuka masyarakat. Lalu patut diingat bahwa, menurut pandangan Al Quran, dari kalangan para ahli kitab agama terdahulu (orang seperti Pak Ahok) masih ada di antara mereka yang benar-benar beriman pada Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan mereka senantiasa berbuat baik dan menjauhi yang buruk dan jahat. Mereka boleh dijadikan pemimpin dan pemuka masyarakat, karena Nabi Muhammad pun pernah memerintahkan sebagian Umat Muslim untuk minta perlindungan atau berhijrah ke Habsy yang dipimpin Raja Negus, pemeluk Agama Nasrani. Untuk keterangan lebih lengkapnya, silahkan baca artikle-artikle saya di http://www.kompasiana.com/ivanpsi/indonesia-reborn-meletakkan-dasar-indonesia-baru-dua-ratus-tahun-ke-depan_58c344bf337b61d357181e6e
Sementara dari kalangan Umat Muslim sendiri, dalam Surat Al Maidah 57, yang oleh para ulama' yang memelintir makna surat Al Maidah 51 dan pendukung demo penjegalan Pak Ahok tidak disertakan, Disebutkan Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil menjadi auliya', penanggung, wali, atau pemimpin yang baikmu, orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir. Dan bertakwalah kepada Allah, jika kamu betul-betul beriman." Itu artinya jelas, haram hukumnya menjadikan orang Muslim, apalagi yang mengaku ulama' untuk menjadi pemimpin dan pemuka masyarakat yang membuat agama ini jadi sasaran kritik bernada guyonan Pak Ahok. Hal ini berlaku bagi yang memelintir makna Surat Al Maidah 51, yang mendukung, maupun yang diam dan tak berjuang (ijtihaj) meluruskannya. Akan lebih bijaksana, apabila mereka mundur dari kepemimpinan dan jadi pemuka masyarakat daripada terus menyesatkan umat. Untuk kritik Pak Ahok, meski bernada guyonan, karena benar adanya, maka patut dijadikan koreksi, agar umat Muslim, terutama para ulama'nya lebih berhati-hati dan segera memperbaiki kesalahannya dengan menyediakan terjemahan dan tafsir yang lebih baik, agar ke depannya Umat Muslim jadi lebih baik dan agamanya lebih berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H