The Last Samurai dan Troy adalah dua film menarik dan terbaik di abad ini. Seniman film Indonesia rasanya patut banyak belajar dari kedua film ini. Beberapa aktor Indonesia telah ikut terlibat dalam film Box Office dunia, tetapi betul-betul mengecewakan, karena sepertinya belum maksimal actingnya. Yang kendala sepertinya adalah bahasa, sehingga minim sekali kata-kata dalam perannya. Karena itu, jangan remehkan bahasa dan kata-kata, Bukankah Nabi Adam jadi dianggap malaikat karena nama-nama? Umat Muslim negeri ini juga jadi gagap dan tak menjiwai pengetahuan Al Quran, karena tidak bisa Bahasa Arab.
Untuk para peneliti seni, kedalaman isi dari kedua film itu bisa dijadikan kajian yang sangat menarik. Sebuah karya seni yang baik, bukan hanya bentuknya saja yang bagus, tetapi kedalaman isinya juga harus sangat diperhatikan. Bukankah itu yang dicontohkan Allah dengan Al Quran? Jangan sampai dalam hal apapun bangsa ini seperti mendalami pengetahuan Al Quran yang bisa membaca tulisan Arabnya, tetapi tak paham isinya. Bisa meliuk-liuk menyanyikan lagu dan tartil, sekedar untuk pamer, tanpa bisa menjiwainya. Lebih baik paham isinya daripada sekedar tahu bentuknya, karena isi lebih bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.
Lalu, untuk isi kedua film itu, mempunyai satu kesamaan, yaitu perlawanan yang tegas terhadap kelompok atau golongannya sendiri, karena adanya sesuatu yang tidak benar. Hal ini yang amat jarang di negeri ini. Yang umum terjadi di negeri ini adalah seperti Suropati, yang diam setelah diberi uang dan jabatan. Atau seperti raja-raja Mataram yang membiarkan orang Belanda berdaulat di negerinya. Bahkan seperti orang Belanda itu sendiri, yang mengikuti tradisi bangsawan Nusantara untuk menindas dan menghisap keringat rakyatnya. Di jaman ini, siapapun yang berkuasa tidak masalah, yang printing keadilan dan kebenaran ditegakkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H