Hidup memiliki banyak sekali misteri yang masih belum bisa dijelaskan secara ilmiah ataupun logika. Pikirkan bagaimana kehidupan itu dimulai, bagaimana asal – usul munculnya manusia, apakah kita akan percaya kepada Kera? Ataukah kita akan percaya kepada Kitab? Bagaimana manusia merasakan Cinta, dan bagaimana Cinta berubah menjadi Benci yang ditentukan oleh Hati, organ sederhana yang mempengaruhi perasaan yang bahkan penduduk paling mutakhir pun belum bisa membuatnya menjadi program. Apa yang membuatnya “Lebih” dari organ yang lainnya? Apakah karena organ itu tak dapat dijelaskan? Atau hanya karena organ itu mengeluarkan hormon yang aneh? Orang – orang pasti berfikir bahwa semuanya memiliki penjelasan untuk semua pertanyaan, namun ketika mereka berfikir seperti itu, mereka hanya bermimpi bahwa gagasan itu akan menjadi fakta, itulah kenapa beberapa penelitian terkadang sulit untuk dipercaya, dan beberapa terlihat menjanjikan.
“Jadilah atau janganlah menjadi, itulah pertanyaannya” Sebuah kutipan dari Shakespeare dalam karyanya yang berjudul Hamlet yang selalu mempertanyakan kehidupan. Perhatikan, pertanyaan sederhana saja bisa sangat mengganggu karena tidak bisa dijelaskan. Seperti dulu saya pernah ditanyai “Makanan apa yang kamu suka?” dan saya jawab “Makanan yang saya suka adalah makanan yang ada seafood-nya, yang asin dan gurih dengan sausnya yang luar biasa” dan kemudian orang – orang akan berfikir makanan lucu seperti apa yang saya sukai. Terkadang kita tidak bisa mendeskripsikan secara tepat apa yang sangat kita sukai, tapi anehnya, kita selalu bisa menggambarkan apa yang kita benci, misalkan wajah dari sang mantan, atau kenangan terbutuk yang pernah kita dapat, pasti tergambar secara rinci di otak kita.
Semuanya bisa dipertanyakan, namun tak semuanya bisa terjawab melalui percakapan yang searah saja. Perhatikan pertanyaan yang saya dapat ketika saya masih kecil “Ivan suka warna apa?” dan saya jawab “Saya suka warna Biru”. Disini kita akan berharap bahwa si penanya akan berhenti bertanya sampai disitu saja, namun bagaimana kalau ternyata mereka masih melanjutkannya? Seperti misalkan “Kenapa kamu suka warna Biru?” kemudian kita akan membuat jawaban bodoh seperti “Karena itu warna yang kusuka!” atau “Karena warnanya Biru!” Apa jawaban yang benar – benar tepat untuk menjawab pertanyaan semacam itu? Apa kita memang perlu menjadi seorang filsuf sejak balita? Mengapa manusia banyak membuat pertanyaan yang tak kunjung bisa terjawab? Tidakkah mereka berfikir bahwa memberi pertanyaan yang tidak bisa dijawab adalah salah satu tindakan yang sangat mengganggu, ataupun bahkan tidak sopan? Bahkan sebuah pertanyaan yang bodoh dan tak terkira bisa membuat mood jelek dalam obrolan.
Satu hal yang muncul dalam pikiran saya saat saya melontarkan pertanyaan yang bodoh atau bahkan tidak penting adalah “Apakah saya memang perlu tahu? Apakah saya memang menginginkan jawaban darinya? Ataukah itu hanya ego saya yang suka memojokkan seseorang dan membuat mereka terlihat bodoh?” Bahkan kalu hal bodoh kecil saja bisa membuat orang depresi, bagaimana dengan hal lain yang lebih besar? Apakah akan membuat masalah makin runyam? Atau bahkan kebalikannya? Jawabannya adalah “Semuanya tak ada yang pasti” Jangan berpura – pura bahwa jawaban itu saja sudah bisa memuaskan kehausan anda akan jawaban, saya tahu bahwa jawaban semacam itu tidak pernah bisa diterima, namun kita, karena terlalu baik maka kita menerimanya hanya supaya masalah yang ditimbulkan pertanyaan itu selesai.
Kemudian bagaimana dengan perasaan? Apa kita bisa menjelaskan apa yang membuat kita Jatuh Cinta atau Benci? Atau merasa seperti diCintai? Tentu saja! Kita selalu bisa menjelaskan apa yang ada di benak kita, atau apa yang kita rasakan! Namun apakah itu benar? Karena terkadang Cinta adalah salah satu bentuk Kebencian yang bisa terbalik – balik
Mengetahui hal semacam itu, satu pertanyaan muncul di benak kita “Makhluk hebat macam apa yang bisa menandingi manusia yang sangat rumit dan bodoh?” Apakah hewan bisa melakukannya? Atau mungkin tanaman? Apakah jawabannya akan memuaskan? Secara pribadi saya berfikir, anda akan merasakan perasaan yang sama ketika anda tertabrak mobil dan kemudian orang disekitar anda bertanya “Apa kau baik – baik saja?”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H