Mohon tunggu...
Ivan Leonheart
Ivan Leonheart Mohon Tunggu... Guru - Seasonal Writer: Nulis Ketika Gabut Aja

Gemini | INFJ-T | Tipikal orang yang akan anda katakan "Wah.. Kok gitu?" | Listener to stories | Twitter: @IvanLeonheart English Mentor yang memutuskan untuk putar haluan menjadi Kang Kopi, tapi akhirnya putar balik jadi English Teacher lagi di Cakap | Merantau dari Jawa ke kawasan dekat ibu kota. | A Philosopher at heart, but a realist in the playlist. | A man seeking Wisdom in Life through learning Bible, dan juga belajar Konseling di STTRI | Menulis ketika bosan, sedih, senang, dan kenyang. | Jangan ditunggu tulisan selanjutnya, pasti ngga terbit - terbit.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sayatan Perih yang Membekas

1 April 2018   07:00 Diperbarui: 1 April 2018   08:18 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkataanadalah suatu hal yang menentukan sebuah hubungan antar kedua manusia. Hanya dengan salah kata saja, persaudaraan pun mungkin akan terpecahkan.

Bukan karena rapuhnya sebuah hubungan, namun karena pilihan kata yang bermakna banyak, terlebih lagi, belum tentu apa yang kita maksud baik bisa diterima dengan baik juga oleh orang lain. Banyak sekali kesalah pahaman yang terjadi hanya karena salah memilih kata dalam sebuah perbincangan.

Apakah orang sekarang sudah lupa dengan Karma? "Apa yang mereka lakukan sekarang, akan dibalaskan ke kehidupan mendatang, ataupun di waktu dekat" itulah konsep pengertian dari sebuah Karma, tidakkah orang teringat dan mempercayainya?

Lalu kenapa orang masih saja menyakiti perasaan seseorang? Tidakkah mereka berfikir bahwa apa yang membuat mereka sedih adalah akibat dari dosa yang mereka perbuat di masa lalu? Mungkin memang zaman sekaran introspeksi diri bukanlah hal yang penting di mata masyarakat. Ya.. Moral sudah bukanlah hal pertama yang dipikirkan. Miris bukan?

Perkataan yang salah dapat mengubah sesuatu yang baik menjadi buruk. Dengan begitu, apakah kita memang harus memperhatikan apa yang kita katakan? Tentu saja jawabannya "Ya". Bukankah kita selalu diajarkan untuk tidak melakukan apa yang tidak kita tidak mau terjadi pada diri sendiri?

Semua itu tak terbatas hanya perlakuan saja, perkataan adalah salah satu hal yang diajarkan pada kita sejak kecil bukan? Apabila kita menyakiti orang dengan perkataan kita, bukankah hendaknya kita meminta maaf? Bukannya malah meninggikan diri karena sudah mengkoreksi apa yang kita piker salah.

Penyakit yang mewabah sekarang adalah, kita lebih suka membenarkan apa yang terlihat salah dimata kita. Kita lupa berfikir apakah memang ini salah atau mungkin malah tidak sama sekali. Ambil contoh saja kisah Robin Hood, seorang maling yang mencuri harta para bangsawan untuk dibagikan ke rakyat miskin, apakah yang dilakukan Robin Hood ini salah, atau benar? Beda kepala pasti memiliki jawaban yang beda.

Fakta mengatakan bahwa sebagian besar manusia di bumi ini hanya bisa melihat Hitam dan Putih. Bukan secara literal melihat warna, tapi melihat apakah suatu tindakan itu Benar atau Salah, itupun tidak 100% penilaian mereka benar kok. Kita lupa bahwa di dalam dunia ini ada warna Abu -- abu, bukan putih, tapi juga bukan hitam.

Tidak ada orang yang 100% salah. Semua orang pasti memiliki alasan untuk berbuat sesuatu, dan di dalam alasan itu kita bisa melihat bagaimana cara berfikir orang itu untuk menjalani kehidupannya. Lihat saja, orang yang sering murung kebanyakan orang yang selalu berfikir negatif dan merasa hidupnya tak adil.

Begitu pula sebaliknya, orang yang bahagia adalah mereka yang berfikir positif dan bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi di hidupnya. Bukankah semua orang ingin bahagia? Lalu kenapa tidak dimulai dari memperbaiki diri sendiri untuk mencapai kebahagiaan yang diidam -- idamkan?

Perkataan bagaikan sebuah batu yang telah dilempar. Kita tidak bisa menarik secara harafiah apa yang sudah keluar dari mulut kita. Apa yang didengar orang akan tergores dalam ingatan mereka, apalagi sebuah pernyataan yang sangat menyakiti hati mereka. "Mulut-mu, Harimau-mu" pepatah mengatakan demikian supaya kita selalu menjaga semua pikiran dan perkataan kita.

Maka mulai saat ini, pikirkanlah apa yang sudah kita katakana yang mungkin menyinggung atau menyakiti hati orang. Berdoalah meminta ampun pada Yang Maha Pengampun, supaya dimaafkan dan didamaikan hati kita.

Pada akhirnya, jadilah pribadi yang memuliakan orang, bukan meracuni orang, jadilah berkat bagi orang, bukan kutukan bagi orang. Apa yang kita lakukan ke orang, pada akhirnya akan balik kepada kita. Tanamlah biji kebaikan, untuk menuai buah kebaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun