Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) optimis pelaksanaan rehabilitasi mangrove dilaksanakan secara berkelanjutan. Pemulihan ekosistem mangrove membutuhkan waktu yang panjang, terutama dalam melaksanakan percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektar yang ditargetkan hingga tahun 2024.Kalimantan Utara merupakan salah satu provinsi prioritas di Indonesia yang memiliki potensi ekosistem mangrove yang signifikan. Berdasarkan data terbaru, luas ekosistem mangrove di provinsi ini mencapai 85.000 hektar dengan total mangrove existing sekitar 50.000 hektar. Namun, tantangan besar dihadapi dalam upaya rehabilitasi ini, termasuk konversi lahan mangrove menjadi area tambak dan perkebunan.
Dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove, terdapat beberapa kendala yang harus diatasi. Salah satunya adalah keterbatasan ketersediaan bibit yang tidak selalu tersedia sepanjang tahun, karena waktu pembibitan ideal memerlukan waktu 3-4 bulan. Selain itu, pelaksanaan clear and clear pada penanaman di tambak aktif sering tidak tercapai, dan ada pandangan negatif dari pemilik tambak bahwa penanaman mangrove dapat mengganggu produktivitas perikanan mereka. Tantangan lain termasuk perbedaan pasang surut air laut di setiap lokasi, yang memerlukan penyesuaian spesifik untuk setiap area.
Keterlibatan berbagai sektor mulai dari pemerintah pusat, kementerian/lembaga, serta dukungan luar negeri menjadi kunci bagi BRGM agar rehabilitasi mangrove berjalan dengan maksimal. Program Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) merupakan salah satu upaya BRGM untuk mempercepat rehabilitasi mangrove melalui dukungan pembiayaan dari Bank Dunia. Program ini telah dicanangkan sejak tahun 2022 dan mulai berjalan pada Maret 2024 dengan target rehabilitasi seluas 75 ribu hektar hingga tahun 2027 di empat provinsi prioritas: Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Provincial Project Implementation Unit (PPIU) M4CR BRGM Kalimantan Utara, Akhmad Ashar Sarif, menjelaskan bahwa program M4CR bertujuan untuk mempercepat rehabilitasi mangrove di Kaltara dengan target seluas 31.380 hektar. Program ini tidak hanya fokus pada penanaman tetapi juga melibatkan edukasi dan sosialisasi melalui sekolah lapang, pelatihan ekonomi, dan hibah usaha masyarakat di 35 desa hingga tahun 2027.
Beberapa kegiatan telah dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program ini, termasuk sosialisasi dan penetapan titik lokasi indikatif calon lokasi M4CR, identifikasi dan inventarisasi, serta penyusunan rancangan kegiatan. Pelaksanaan sosialisasi juga telah dilaksanakan di berbagai kabupaten untuk memastikan keterlibatan masyarakat lokal dalam proses rehabilitasi.
Dengan upaya kolaboratif ini, BRGM berharap dapat mengembalikan fungsi ekosistem mangrove sebagai pelindung pesisir sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada dukungan semua pihak dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H