Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Pendidikan tidak mengenal batas usia. Pendidikan dibagi ke dalam pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan formal itu sendiri memiliki jenjang-jenjang tertentu, mulai dari TK hingga Universitas.
Dalam memasuki jenjang universitas, pemilihan kampus terbaik akan didasari berbagai factor, salah satunya lokasi dan lingkungan dari universitas tersebut.
Mengapa lokasi universitas begitu penting dalam proses belajar mengajar? Apa saja efeknya? Dimana lokasi yang tepat? Dan bagaimana mengatasi masalah mengenai lokasi universitas? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah sewajarnya kita pikirkan agar membangun sebuah system pendidikan yang mampu menunjang pembangunan bangsa dan Negara.
Lalu, mengapa lokasi kampus (juga lingkungannya) menjadi satu dari sekian banyak yang harus diperhatikan oleh para calon peserta didik? Ada beberapa sebab dan akibat. Pertama, jika lokasi universitas terletak di tengah kota, maka menimbulkan suasana yang tidak nyaman. Polusi, kebisingan akan sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar. Belum lagi kemacetan kota yang dapat membuat pikiran dan fisik sudah menjadi lelah sehingga focus saat proses belajar mengajar menurun yang akan berdampak pada produktivitas dan mutu dari pendidik serta peserta didik itu sendiri. Selain itu akan, kelelahan menerjang macet kota akan berdampak pada kesehatan jasmani. Bahkan kemaetan bukan saja bertidank sebagai sebab, kemacetan akan dapat bertindak sebagai akibat lokasi kampus di tengah kota. Bayangkan jika sebuah kampus yang menampung 3000 mahasiswa saja, 1/3 (di luar staf dan dosen) memakai kendaraan pribadi menuju kampus, jelas akan menambah volum kendaraan yang beredar di jalanan kota. nya Kedua, focus dan atensi pendidik serta peserta didik terhadap akademik akan terpecah pada “godaan” kota. Sebagai contoh, banyaknya mall yang menjamur akan menjadi godaan bagi peserta didik terutama dalam menjalani tanggung jawab di bidang pendidikan. Implikasinya akan jelas terlihat pada mutu universitas dan juga berdampak pada kualitas dari lulusan kampus tersebut.
Pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah, bagaimana menangani masalah ini, sementara kebutuhan akan universitas sendiri besar? Salah satunya adalah dengan “mengucilkan”, “mengkotakan” lokasi dari lingkungan kampus. Dengan memberi wilayah sebagai kota satelit bagi universitas agar membentuk lingkungan pendidikan. Efeknya akan membuat para peserta didik “terkotakan” dengan membuat kota satelit seperti itu bagi universitas, sehingga peserta didik akan lebih terfokus pada kegiatan perkuliahan dan di luar perkuliahan seperti himpunan, penelitian dsb. Efek lain yang timbul adalah, dengan membuat kota satelit seperti itu, kebutuhan, jelas, hiburan misalkan, lalu hal-hal yang berbau sehari-hari seperti pencucian pakaian, lalu tempat makan juga kos-kosan akan sangat dibutuhkan sehingga timbulah usaha-usaha dari masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan tsb. Dengan demikian, akan berdampak pula pada kesejahteraan dari masyarakat sekitar. Namun pembangunannya harus pula dibatasi.
Contoh yang baik adalah Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Terdapat sekitar lebih dari 3 kampus (baik berupa institute, universitas maupun sekolah tinggi) yang terdapat di jatinangior. Dengan jarak dari kota Bandung saja sekitar lebih dari 40 Km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari Bandung-Jatinangor, akan memaksa para peserta didik tinggal di kecamatan tsb. (Kecuali yang berdomisili seperti di Cileunyi mungkin tidak perlu dipaksakan tinggal di Jatinangor). Hasilnya jelas terlihat dengan banyaknya usaha-usaha seperti tempat makan, jasa cuci kiloan dsb. Yang membuat masyarakat Jatinangor membuat pekerjaan, bukan mencari pekerjaan dengan cara mendirikan usaha-usaha seperti itu.
Pertanyaan berikutnya, mungkin pertanyaan terbesar, dimana? Apa saja syaratnya sehingga lokasi tsb. Layak dijadikan kota satelit bagi universitas?
Mungkin ini menjadi pertanyaan yang tersulit dikarenakan sulitnya mendapat lahan yang memungkinkan. Lokasinya, mencontoh Jatinangor, sebaiknya yang jauh dari “peradaban dunia modern’. Kedua, wilayah yang masih asri akan menunjang kenyamanan dalam proses belajar dan mengajar.
Pemerintah dan pihak kampus sebaiknya mulai memikirkan hal ini agar pembangunan Negara yang semakin berkualitas melalui proses pendidikan terus meningkat. Selain itu, mutu dari kampus itu sendiri jelas akan menjadi nilai jual jika sarana dan prasarana sangat menunjang. Jangan hanya memikirkan banyak mahasiswa sama dengan banyak pemasukan, tetapi kualitas di dalam maupun saat peserta didik sudah keluar sebagai alumni.
Penerapan ide ini boleh jadi dipikirkan didukung dengan ide yang ada sekarang seperti system pada penerimaan mahasiswa baru di ptn (perguruan tinggi negri) yang mulai membuat system kuota per wilayah tempat kampus tsb. Berada diperbesar, namun system ini akan sangat baik jika tiap subset, dalam hal ini tiap kampus, memiliki kualitas yang amat baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H