"Sudahlah, tidak perlu mempublikasikan aksi sosial yang sudah dilakukan. Â Apakah kebaikan yang sudah kita lakukan harus diketahui oleh orang lain? Cukup Tuhan aja yang tahu, tidak perlu mempublikasikan aksi sosial, di media sosial."
Beginilah kira-kira tanggapan beberapa orang yang saya dengar, ketika melihat postingan-postingan di media sosial, perihal aksi sosial yang dilakukan di tengah masa pandemi ini.Â
Menurut sebagian orang ini, melakukan aksi sosial, tidak perlu dipublikasikan di media sosial. Hal ini seperti menyombongkan kebaikan yang sudah dilakukan. Oleh karenanya, lebih  baik lakukan saja kebaikan itu, tanpa harus diketahui banyak orang.  Â
Di satu sisi, sebenarnya pandangan seperti ini ada benarnya. Kebaikan yang sudah kita lakukan tidak harus selalu disebarkan di media sosial. Berbuatlah kebaikan tanpa harus dipublikasikan kepada banyak orang.Â
Tetapi di sisi lain, mempublikasikan aksi sosial yang sudah dilakukan di media sosial, tidak sepenuhnya salah. Â Ketika itu dilakukan untuk sebuah gerakan kemanusiaan, maka ada baiknya hal itu harus dipublikasikan.
Sebenarnya, mempublikasikan aksi sosial yang kita lakukan di media sosial itu antara perlu dan tidak perlu. Perlu dilakukan jika tujuannya untuk membangunkan rasa kemanusiaan  yang mungkin sudah tertidur. Perlu dilakukan jika tujuan publikasi untuk membuat aksi tersebut menjadi sebuah gerakan besar, yang mendorong lebih banyak orang untuk terlibat.
Ketika ada bukti, baik video atau gambar mengenai aksi sosial yang sudah dilakukan, maka kesadaran untuk terlibat atau melakukan aksi dalam bentuk yang lain pasti akan bermunculan. Saya percaya bahwa, di negeri ini ada banyak orang baik dan dermawan. Hanya, mereka tidak tahu bagaimana menyalurkan atau melaksanakannya.
Dalam hal ini, postingan di media sosial, mengenai aksi sosial yang sudah kita lakukan  harus punya tujuan seperti ini. Menginspirasi orang lain, membangunkan rasa kemanusiaan, dan menggerakkan lebih banyak orang untuk terlibat. Â
Tetapi, hal ini tidak perlu dilakukan jika motivasi mempublikasikannya sudah keliru. Misalnya, kita mempublikasikan aksi sosial yang kita lakukan, agar orang lain melihat bahwa kita adalah orang baik, sehingga orang beramai-ramai memuji kita.Â
Jika hal ini yang mendasari alasan mempublikasikan aksi sosial di media sosial, maka aksi sosial itu sebenarnya telah berubah menjadi "atraksi sosial". Menjadi atraksi karena yang kita lakukan hanya dijadikan sebagai pertunjukan atau tontonan belaka. Â