Mohon tunggu...
Ivan FauziRidwan
Ivan FauziRidwan Mohon Tunggu... Guru - salah satu manusia bumi yang penuh dosa

Belajar dari kesalahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bukan Hanya Kamu

30 November 2020   05:56 Diperbarui: 30 November 2020   05:58 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Oleh : Ivan Fauzi Ridwan                 

                 Sore itu semua keluarga berkumpul, terutama keluarga besar Kakek dari Mamahku. Beriringan suasana yang penuh haru di sertai penantian yang sedang kami tunggu-tunggu untuk kepulangan sepupuku dari pondok pesantren yang kurang lebih 7 tahun lamanya belum pernah pulang dari Luar Jawa Barat.

                 Perkumpulan itu di awali dengan sambutan dari beberapa Cucu Cucu yang terbilang sudah cukup berhasil dalam bidangnya masing-masing dan semua memamerkan kesuksesannya. Dari yang sudah berhasil menjadi Dosen , Penulis , Penceramah dan banyak hal yang sudah mereka geluti di bidangnya.

                Ketika itu, aku merasa terpuruk mengingat diriku yang belum mampu seperti mereka. Bukan karena  aku iri dan dengki atas keberhasilan mereka tapi karena kesadaran akan diri ini yang merasa tak ada perubahan, terbilang aku merupakan salah satu cucu yang paling nakal, sering membuat masalah dan tidak jarang membuat semua keluarga besar kecewa atas tingkahku.

                Dalam kurun beberapa minggu lalu aku kecelakaan dan saat kumpul keluarga tentu aku hanya menjadi pendengar dari beberapa cerita atas keberhasilan sepupuku, aku yang hanya bisa berbaring dengan keadaan sedikit cacat karna pada saat itu aku mengikuti balapan liar yang mengakibatkan kakiku dijahit 19 jahitan. Ya lagi dan lagi aku membuat mereka kecewa  hampir setiap celotehan yang mereka utarakan menyinggung dan menyayangkan  sikapku yang cukup nakal pada saat itu

                Aku terpuruk, putus asa dan sampai pada puncaknya giliranku berbicara. Aku menangis   tersedu-sedu,  emosiku tak karuan aku berbicara dalam keadaan menangis entah apa yang aku ucapkan ketika itu yang aku ingat aku mengeluh menyalahkan keadaan dan membela diri dari semua keburukan yang aku perbuat, Aku seorang anak dari orang tua yang tak utuh lagi, orang tuaku bercerai saat usiaku 7 tahun. Bahkan Aku menyaksikan sendiri ketika mereka bertengkar, hingga akhirnya aku memilih tinggal bersama Mamahku dan sekarang istilah yang populer tentang keadaanku ini disebut broken home walaupun ini bukan satu satunya keadaan seseorang mengalami broken home.

                Tiba tiba Aku tersadar ketika salah satu saudaraku menyindirku yang selama ini Aku merasa paling benar atas kesalahan-kesalahanku dengan dalih Aku anak broken Home. Aku pun menyadari memang begitu kenyataannya, namun aku merasa malu sendiri atas ucapan salah satu sepupuku yang memanggilku dengan sapaan anak broken Home hingga terasa sapaan itu seolah-olah menampar keadaanku yang sudah terpuruk ini.        

                Sejenak aku merenung dan tersadar bahwasanya masih banyak yang lebih parah keadaannya dariku selama ini aku terlalu melihat keatas hingga lupa melihat kebawah untuk bersyukur.

"Ya Rabb ampunilah hambamu ini ,hamba ingin berubah menjadi manusia yang lebih baik  lagi "  . Aku sadar selama ini aku hanya bersembunyi di bawah kata ,"aku anak broken home " padahal aku malas dan ingin hidup bebas". Gumamku saat menengadah memohon ampun

               Aku sadar bahwasanya aku tidak bisa memilih dilahirkan seperti apa, tapi aku bisa memilih kehidupan seperti apa yang aku inginkan .Aku sadar tidak seorang pun bisa merubah keadaanku kecuali diriku sendiri  bahkan Allah SWT Berfirman yang artinya " Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri" .

               Dengan tulisan ini aku hanya ingin berpesan bahwasanya setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan ,setiap orang pasti memiliki cerita dalam hidupnya , setiap orang pasti memiliki  masalah yang membuatnya bisa jadi melakukan sesuatu yang mungkin tidak pantas di lakukan ,tapi cobalah berfikir kembali kita tidak bisa menentukan takdir tapi kita bisa menikmati takdir tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun