Mundurnya Ahok beberapa hari lalu dari keanggotaan Partai Gerindra bukan sekadar persoalan politik, melainkan tentang pentingnya pendidikan politik dari seorang politisi. Membela nurani, adalah tujuan dari kehidupan hakiki seorang manusia. Keberanian Ahok adalah salah satu contoh nyata pelajaran demokrasi yang amat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk mengajarkan kita tentang berpolitik secara benar. Partai hanyalah kendaraan dari semua tujuan mulia membangun bangsa dan negara.
Sedikit banyak dari para pemimpin daerah, anggota DPR(D), dan mereka yang berkecimpung dalam dunia aktivisme politik yang mungkin takut, tidak enak, gelisah, dan seolah terjebak dengan kondisi organisasi yang sudah tidak sejalan dengan nuraninya. Virus takut itu menular hingga kita tak tahu lagi harus berbuat apa selain mengiyakan kebijakan partai. Ini menjelaskan seakan partai yang telah berjasa membawa dirinya ke panggung kekuasaan tidak boleh digubris sedikitpun, meskipun salah, dan membahayakan organisasi dalam jangka panjang.
Ruang tanpa sisi yang dilakonkan oleh Ahok merupakan dilema yang merugikan Partai Gerindra mengingat konsistensi Ahok yang dikenal sebagai pejabat yang blak-blakan, jujur, bersih, dan berani melawan ketidakbenaran dalam kapasitasnya sebagai wakil gubernur DKI Jakarta. Pertama kalinya dalam sejarah prosesi rapat dipertontonkan di Youtube dan dapat dikomentari oleh siapapun yang menonton.
Ahok memerankan kepemimpinan tanpa tembok tebal pencitraan dan dipenuhi simulacra kata-kata yang ambigu,tidak nyata, dan penuh intrik. Ruang Ahok adalah kebenaran, kapan dan dimanapun tak ada yang perlu direkayasa dan disembunyikan, bahkan saat dirinya pun harus dibully oleh rekan sejawat, kolega, sahabat, dan siapapun yang merasa pernah berjasa untuk Ahok. Kepemipinan nurani yang dibawakan Ahok tidak peduli dengan popularitas, apalagi demi kursi kekuasaan di periode berikutnya, asal mau manut terhadap kebijakan partai. Inilah yang membedakan Ahok dari pemimpin lainnya. Ahok berdiri sebagai pemimpin, bukan sahabat, bukan rekan sejawat, bukan kolega, saat ia menjadi pemimpin. Ahok harus memastikan bahwa dirinya telah berada di jalur yang benar demi kepentingan rakyat atau pun warga DKI Jakarta, yang tidak membeda-bedakan hak warga Negara, ibarat kalau anak presiden ugal-ugalan mengendarai mobil, polisi harus menilang sama hukumannya dengan warga Negara lainnya.
Tidak ada kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Kepentingan abadi yang dibenarkan dalam demokrasi nurani adalah kepentingan rakyat. Menyelamatkan kepentingan rakyat adalah instrumen utama dalam menjalankan roda demokrasi agar tidak luluh oleh pragmatisme kebijakan yang merugikan rakyat di masa mendatang. Mungkin baik di masa sekarang, tapi belum tentu kebaikan tersebut konsisten di masa mendatang, malah meluluhkan mental warga yang semakin destruktif di tengah invasi asing dalam hal budaya, perdagangan, politik, dan ekonomi global.
Tampaknya, subjektifitas dan keberanian bersikap akan menjadi tren baru di kalangan pemimpin agar tidak termakan akal-akalan kebijakan siluman yang menyengsarakan rakyat di kemudian hari. Ahok memiliki visi, dan visi bisa berubah kapan dan dimana saja. Sama seperti para mahasiswa yang berkoar-koar di masa lalu, yang sekarang menjadi pejabat atau petinggi partai yang akhirnya harus mendekam di penjara. Namun berbeda dengan Ahok, ia keluar dan tidak tersandera pakem partaiyang dinilai sudah keluar dari koridor nurani tadi. Ia tegaskan bahwa ia memilih menjadi budak rakyat, daripada harus menjadi budak penguasa.
Sangat disayangkan, apabila sikap Ahok ini disalahkan oleh Gerindra. Justru Gerindra harus lebih berhati-hati dengan sikap-sikap anggotanya yang takut akan kritik dan tidak berani berdebat untuk kepentingan rakyat. Kadang persamaan membawa sial, dan perbedaan memberI alternatif kebaikan yang lebih baik terutama untuk kepentingan masyarakat banyak. Ruang tanpa sisi yang diperankan Ahok patut diapresiasi dan dilestarikan, bukan sekadar melodrama berita yang menghibur tentang putusnya tali hubungan Gerindra-Ahok. Kadang kebenaran bisa datang dari minoritas, namun melihat masa depan politik Ahok ke depan, hanya partai yang nuraninya bersih yang akan memberikan tempat terbaik untuk pemimpin jujur sepertinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H