Distorsi perdagangan dunia yang selama ini menjadi problematika, terutama terkait dengan transparansi mekanisme dari subsidi yang dilakukan oleh banyak negara, telah memberikan hambatan nyata bagi arus perdagangan komoditas dari negara-negara berkembang. Apalagi dengan masa pandemi yang sudah berlangsung selama dua tahun belakangan.
Tak ayal, pandemi Covid-19 tetap menjadi prioritas utama bagi G20. Sistem kerja sama multilateral internasional telah jauh gagal memberikan tanggapan kolektif yang memadai terhadap pandemi. Upaya untuk memastikan koordinasi internasional yang sangat dibutuhkan telah telah dibatasi.
Selain itu, wabah mengancam untuk berubah menjadi penyakit endemik. Krisis ini juga memperburuk persaingan geopolitik, terutama antara Amerika Serikat dan China, yang hubungan bilateralnya sangat penting bagi stabilitas global.
Menyelesaikan Persoalan di Hulu
Era pekerjaan yang banyak bergeser dari offline ke online telah membuat puluhan juta pekerjaan hilang. Sebagaimana laporan bertajuk 'Automation and the future of work in Indonesia' yang dirilis September 2019 menyebutkan  akan ada 23 juta pekerjaan di Indonesia yang tergantikan robot pada 2030. Meski begitu, ada 27-46 juta pekerjaan baru yang tercipta yang mana 10 juta di antaranya pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya (McKinsey & Company, 2019) dan diprediksi dari e-commerce akan melahirkan 26 juta pekerjaan baru.
Dunia pendidikan bermain peran dalam membangun intuisi siswa yang bukan hanya menyinggung kognisi tetapi juga afeksi, terkhusus siswa menengah yang akan berhadapan dengan tiga pilihan setelah lulus nanti, yakni  melanjutkan kuliah, bekerja, atau berwirausaha.
Problemnya bahwa banyak pelajaran yang kontraproduktif. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang lambat atau stagnasi ekonomi. Â menunjukkan bahwa inisiatif dan inovasi jarang membuahkan hasil; pribadi dan keluarga koneksi lebih penting untuk kemajuan daripada keterampilan atau prestasi individu; investasi pendidikan dan peningkatan kapasitas memiliki hasil yang rendah; kerja keras, upaya individu, dan pengambilan risiko hanya sedikit yang ditawarkan imbalan; masyarakat yang lebih luas tidak mampu menghasilkan kondisi yang memungkinkan semua orang yang mau bekerja untuk melakukannya; dan bahwa perilaku konservatif (atau mengatasi) memberikan lebih banyak keamanan daripada mencari pendekatan baru untuk masalah mendesak (McPherson, 2005). Contoh riilnya adalah nilai PISA siswa Indonesia tahun 2018 tidak jauh berbeda dengan nilai PISA tahun 2000. Artinya, sebenarnya pendidikan selama ini berjalan di tempat, stagnan. Sudah dapat diperhitungkan bahwa nilai PISA yang terdiri dari membaca, berhitung, dan sains merepresentasikan kondisi pendidikan yang minus akan analisis dan berpikir kritis.
Menjadi jelas, bahwa nilai PISA siswa Indonesia termasuk yang paling melorot dibanding siswa di Negara OECD dan G20 lainnya. Â Meskipun peneliti dunia mengakui bahwa hasil PISA menunjukkan keraguan dalam metodologi tesnya, namun ada baiknya juga jika masyarakat Indonesia turut tidak hanya berfokus pada angka-angka tersebut dalam mendefinisikan kualitas pendidikan negaranya. Entah berkait atau tidak, bahwa nilai PISA berkorelasi pula dengan kualitas pembangunan manusia Indonesia saat ini. Dalam laporan UNDP (2021) diketahui bahwa secara kuantitatif data BPS (2021) menunjukkan bahwa IPM mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun, namun peningkatan tersebut belum cukup mencerminkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia sudah tinggi. Pasalnya, merujuk dari data United Nations Development Programme (UNDP) memberikan skor 0,707 untuk Indonesia. Dengan skor ini Indonesia berada di peringkat 6 di Asia Tenggara. Itu artinya, di Asia Tenggara IPM Indonesia masuk dalam kategori relatif rendah.
Â
Dalam prosesnya, pekerja mengembangkan sikap (dedikasi, komitmen kerja keras, ketekunan) dan berperilaku dengan cara (menabung, berinvestasi, mengambil risiko) yang merangsang pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Itu dapat dilakukan jika secara kultural fondasi sikap tersebut telah terbangun.
Jumlah penduduk Indonesia sebesar 274.2 Tahun 2020 (BPS, 2021). Data menunjukkan bahwa pengguna mobile phone yang aktif sebanyak 345,3 juta dan 202,6 juta aktif menggunakan internet dan aktif bersosial media sebesar 170 juta (We are social, 2021). Jumlah pengguna aktif tersebut belum secara lnier berkontribusi secara produktif trhadap ekonomi Indonesia. Meskipun faktarnya, berdasarkan data McKinsey Global Institute (2012), Indonesia masih membutuhkan sekitar 58 juta tenaga kerja terampil untuk menjadikan ekonomi Indonesia peringkat ke-7 pada 2030 mendatang. Kondisi sebaliknya, terjadi 23 persen penurunan penduduk usia kerja di Eropa pada 2010 sampai 2050 akibat ageing society. Adapun menurut World Economic Forum (WEF) mendata 17 pekerjaan baru di era digital (WEF, The Future of Jobs Report, 2018).
Pekerjaan baru tersebut di era digitalisasi telah membuka lapangan kerja baru di berbagai sektor, terutama di sektor informal, misalnya e-commerce, transportasi berbasis online, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berbasis kemitraan. Untuk membuka pintu ke profesi yang lekat dengan atmosfer digital, maka diperlukan 10 kompetensi kunci yang harus dimiliki lulusan yang berkaitan erat dengan bagaimana soal-soal PISA yang mengandung HOTS (Higher Order Thinking Skills), yakni:
1.Pemikiran analitis dan inovasi
2.Pembelajaran aktif dan strategi pembelajaran
3.Pemecahan masalah yang kompleks
4.Berpikir kritis dan analisis
5.Kreativitas, orisinalitas, dan inisiatif
6.Kepemimpinan dan pengaruh sosial
7.Penggunaan, pemantauan, dan kontrol teknologi
8.Desain dan pemrograman teknologi
9.Ketahanan, toleransi stres, dan fleksibilitas
10.Penalaran, pemecahan masalah dan ide
Dengan presidensi G20 yang dipegang Indonesia di tahun 2022, jangan sampai Indonesia terjebak dengan kehadiran para delegasi yang berpotensi memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung, terhadap sektor jasa; perhotelan, transportasi, UMKM, dan sektor terkait lainnya, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi. Perlu juga dipikirkan permasalahan human capital yang berada di hulu,yang masih perlu pembenahan agar Indonesia ke depan dapat memanfaatkan momentum yang baik dengan kesiapan human capital yang mumpuni. Â
Berapa jumlah usia produktif Indonesia? Memasuki perkembangan zaman ke era industry 4.0, yang didominasi milenial dan gen Z, generasi yang lahir pada rentang waktu tahun 1980-an hingga 2010, mereka identik sebagai penggila teknologi dan gawai. Â Dalam usia produktif, mereka ikut mengantarkan dunia kepada era industri 4.0 yang didorong oleh pemanfaatan teknologi disruptif, seperti Mobile Internet, IoT, teknologi awan dan lainnya (CFB Bots, 2018). Mereka juga dikenal sebagai native digital, multitask, dan senang bermain dengan monster digital/shopping online.