[caption id="" align="aligncenter" width="396" caption="Daejeon city (visitkorea.or.kr)"][/caption]
Bila mendengar kata “kota Pelajar”, di benak kita pasti terbesit nama kota Jogjakarta. Tapi bila kita bertanya kepada orang Korea, maka kemungkinan besar jawaban yang mereka lontarkan adalah Daejeon. Daejeon,kota kelima terbesar di Korea Selatan, adalah kota yang perkembangannya memang difokuskan di bidang sains dan teknologi. Selain menjadi pusat penelitian bagi perusahan besar seperti Samsung dan LG, tempat wisata yang ditawarkan di Daejeon juga tidak jauh dari sains dan teknologi. Misalnya Expo Park ; sebuah taman hiburan (amusement park) dimana terdapat pula beberapa atraksi yang semuanya berkaitan dengan sains dan teknologi seperti Human Body (pengenalan akan tubuh manusia), Animal Jungle, dan Electric Energy Pavilion. Bahkan, di sepanjang jalan masuk ke taman ini terdapat banyak patung ilmuwan peraih Nobel yang diharapkan bisa menginspirasi anak-anak dan para pelajar untuk bisa seperti mereka di kemudian hari.
[caption id="" align="aligncenter" width="419" caption="Expo Park (visitkorea.or.kr)"]
Selain Expo Park, Daejeon juga memiliki universitas sains dan teknologi nomor satu di Korea Selatan. KAIST (Korea Advanced Institute of Science and Technology) berhasil menempati peringkat ke-63 universitas terbaik di dunia pada tahun 2012 dan telah meluluskan kurang lebih 8.453 sarjana, 17.762 master dan 6.726 gelar doktor dan semua lulusan itu berusia rata-rata dibawah 30 tahun.
Setelah sudah sebulan lebih tinggal disini, saya banyak menemukan hal – hal lain yang membuat Daejeon pantas disebut sebagai kota pelajar. Daejeon adalah kota yang nyaman dan aman bagi para pelajar. Ya,keadaan yang dianggap “nyaman” memang berbeda-beda bagi tiap orang. Tapi bagi saya, Daejeon adalah kota yang nyaman untuk belajar. Meskipun hanya berjarak 150 km dari ibukota Korea, Seoul, Daejeon mempunyai keadaan yang jauh berbeda dari segi kepadatan penduduk. Dengan 10 juta penduduk terdaftar yang hidup dalam area sebesar 605.21 km², Seoul merupakan salah satu kota terpadat di dunia. Kepadatannya telah membuatnya menjadi salah satu kota digital-kabel di dunia. Kota ini juga memiliki kendaraan terdaftar lebih dari 1 juta kendaraan yang menyebabkan kemacetan sampai lewat tengah malam. Orang-orang berjalan begitu cepat dan terkesan terburu-buru sehingga kita tidak bisa sekadar berjalan santai. Subway atau kereta bawah tanah juga begitu padat.Saya pernah nyaris terdorong keluar kereta karena begitu banyak orang berdesak masuk dan keluar pintu subway.
[caption id="" align="aligncenter" width="497" caption="Seoul Subway Map 13 Line. (seoulistic.com)"]
[caption id="" align="aligncenter" width="673" caption="Daejeon Subway Map (1Line). (wikimedia.org)"]
[caption id="" align="aligncenter" width="180" caption="Peaceful Daejeon Subway (wikimedia.org)"]
Biaya hidup di Daejeon juga relatif lebih murah dibandingkan Seoul. Makanan seharga 3000-5000 won adalah harga standar di Daejeon sementara di Seoul rata-rata semua makanan sudah diatas 6000 won. Bagi para pelajar yang biasanya tinggal sendiri (terpisah dari orangtua), tentu hal ini lebih menguntungkan bagi mereka. Sekilas, keadaan ini mirip dengan kota Jogjakarta yang biaya hidupnya masih relatif lebih murah dibanding kota Jakarta.
Tidak salah rasanya bila Daejeon disebut sebagai “Jogjakarta”-nya Korea Selatan. Bagi para pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan studi di Korea Selatan, Daejeon bisa menjadi salah satu pilihan terbaik!
(Daejeon, 5 April 2014 – Ivana Monica)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H