Menggali Peluang Transformasi: Peran Sistem Informasi dalam Mengubah Struktur Organisasi
Transformasi organisasi yang didukung oleh sistem informasi (IS-enabled Organizational Transformation) adalah topik yang semakin mendapat perhatian dalam literatur sistem informasi. Hal ini tidak terlepas dari peran teknologi informasi yang semakin dominan dalam berbagai aspek bisnis dan organisasi modern. Artikel karya Patrick Besson dan Frantz Rowe (2012) yang berjudul Strategizing Information Systems-Enabled Organizational Transformation: A Transdisciplinary Review and New Directions memberikan tinjauan komprehensif tentang bagaimana sistem informasi telah mempengaruhi dan memungkinkan transformasi organisasi selama dua dekade terakhir.
Dalam artikel ini, Besson dan Rowe menyoroti bahwa meskipun literatur mengenai transformasi organisasi sudah ada sejak tahun 1980-an, integrasi sistem informasi dalam proses transformasi ini masih belum sepenuhnya dieksplorasi. Dari 62 artikel empiris yang ditinjau, hanya 47% atau sekitar 29 artikel yang secara eksplisit membahas proses transformasi organisasi yang didukung oleh sistem informasi. Ini menunjukkan adanya celah besar dalam pemahaman kita tentang bagaimana teknologi dapat benar-benar mengubah struktur dan kinerja organisasi.
Mereka juga menyoroti bahwa banyak studi literatur cenderung berfokus pada inersia organisasi, yang dapat menghambat perubahan. Sebagai contoh, studi menunjukkan bahwa 28 dari 62 artikel yang ditinjau mengidentifikasi inersia sosio-kognitif sebagai hambatan utama dalam implementasi transformasi berbasis teknologi. Artikel ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan transdisipliner untuk memahami fenomena yang kompleks ini, menggabungkan perspektif dari berbagai disiplin ilmu seperti teori organisasi, strategi bisnis, dan sistem informasi. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya penting dari perspektif akademis, tetapi juga memberikan wawasan yang sangat berharga bagi praktisi yang ingin memahami lebih dalam tentang bagaimana teknologi dapat memicu transformasi organisasi.
Dalam artikel ini, Besson dan Rowe (2012) menyajikan pendekatan metodologis yang mendalam dengan meninjau 62 artikel empiris terkait sistem informasi dan transformasi organisasi. Dari kajian tersebut, mereka mengidentifikasi empat tema utama: inersia organisasi, proses transformasi, peran agensi, dan kinerja organisasi. Dari 62 artikel yang dianalisis, 44 di antaranya berasal dari jurnal yang secara khusus membahas sistem informasi (71%), menunjukkan betapa pentingnya peran sistem informasi dalam transformasi organisasi, meskipun kajian tentang transformasi ini tetap tersebar di berbagai disiplin ilmu.
Salah satu temuan kunci yang diangkat oleh Besson dan Rowe adalah tentang inersia organisasi, di mana 45% artikel yang dianalisis menunjukkan bahwa inersia sosio-teknis menjadi tantangan terbesar dalam mendorong perubahan. Inersia ini mengacu pada resistensi internal organisasi terhadap perubahan yang disebabkan oleh ketergantungan pada sistem teknologi yang ada dan kebiasaan operasional yang sulit diubah. Selain itu, mereka juga menekankan bahwa inersia ekonomi, yang melibatkan biaya perubahan teknologi dan risiko investasi, sering kali diabaikan oleh peneliti, meskipun faktor ini memainkan peran besar dalam keberhasilan transformasi.
Artikel ini juga mengeksplorasi proses transformasi melalui dua teori utama, yaitu Pengembangan Organisasi (OD) oleh Lewin dan Keseimbangan Tersela (Punctuated Equilibrium) oleh Tushman dan Romanelli. Model OD yang menggunakan tiga fase -- Unfreeze, Move, dan Freeze -- menjelaskan tahapan dasar dalam melakukan transformasi, sedangkan teori Keseimbangan Tersela menyoroti perubahan radikal yang terjadi secara mendadak setelah periode stabilitas yang panjang. Menariknya, hanya 47% artikel yang mengadopsi pendekatan proses dalam memahami transformasi, menunjukkan masih banyaknya peluang penelitian yang belum terjangkau dalam konteks ini.
Peran agensi dalam proses transformasi juga menjadi sorotan penting. Besson dan Rowe membagi agensi menjadi dua: Governing Agency (G-Agency) yang mengelola dan merancang transformasi, dan Working Agency (W-Agency) yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan transformasi di tingkat operasional. Namun, yang menarik, hanya 25 artikel atau sekitar 40% yang secara eksplisit membahas peran G-Agency, yang mengindikasikan masih minimnya perhatian akademik terhadap peran kepemimpinan dalam transformasi berbasis teknologi.
Penelitian ini berhasil memberikan kerangka kerja baru dan arah penelitian yang memperdalam pemahaman tentang transformasi yang dipicu oleh teknologi informasi. Angka-angka yang dihadirkan, seperti 28 dari 62 artikel yang membahas inersia sosio-kognitif, menyoroti betapa kompleksnya fenomena transformasi ini, dan pentingnya pendekatan multidisipliner untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam implementasi transformasi di lapangan.
Artikel Besson dan Rowe (2012) memberikan wawasan penting tentang kompleksitas transformasi organisasi yang didukung oleh sistem informasi. Dengan melakukan tinjauan literatur yang komprehensif, mereka menunjukkan bahwa meskipun teknologi informasi telah menjadi elemen penting dalam perubahan organisasi, banyak aspek dari proses transformasi ini yang masih kurang dipahami. Mereka menyoroti bagaimana inersia, baik dalam bentuk sosio-teknis maupun ekonomi, sering kali menjadi penghambat utama dalam implementasi teknologi baru, namun sayangnya, peran kepemimpinan dan manajemen transformasi sering kali diabaikan dalam literatur.
Penulis menyimpulkan bahwa penelitian tentang IS-enabled OT masih merupakan frontier baru dalam studi sistem informasi strategis. Transformasi ini tidak hanya menuntut pendekatan multidisipliner, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan perubahan. Sebagai implikasinya, para peneliti di masa depan diharapkan untuk tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga pada dimensi manusia, ekonomi, dan politik dari perubahan organisasi.