Pernahkah kalian bertanya-tanya, kenapa sih ragam bahasa harus dibedakan menjadi formal dan nonformal? Bukankah bakal lebih mudah jika kita menggunakan satu ragam saja secara merata? Nah, simak pembahasannya di sini, ya!
Bahasa diciptakan untuk mengurus keperluan-keperluan manusia. Masalahnya, keperluan-keperluan tersebut sangat beragam sehingga dibutuhkan pula ragam-ragam bahasa yang pemakaiannya dapat disesuaikan dengan keperluan dan keadaan yang dihadapi si penutur bahasa.
Di dalam buku Pesona Bahasa (bab Aspek Sosial Bahasa), dijelaskan bahwa penggunaan ragam formal dan nonformal dipengaruhi oleh suasana (tenor).
Suasana atau tenor menekankan kepada pemilihan bahasa yang dipengaruhi oleh hubungan sosial antara pembicara (penutur) dengan pendengar (mitra tutur). Pemilihan bahasa yang dimaksud mengacu pada kesantunan partisipan percakapan. (Biasanya) semakin nonbaku bahasa yang digunakan dalam suatu percakapan, maka semakin dekat (intim) pula hubungan si penutur dengan mitra tutur. Sebaliknya, bahasa yang baku dengan susunan kalimat yang lengkap lebih sering digunakan saat partisipan percakapan tidak memiliki hubungan yang begitu dekat.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita ketahui bahwa ragam bahasa juga berfungsi untuk memperlihatkan keakraban atau keintiman.
Level keakraban menurut pemilihan bahasanya terbagi atas lima tingkatan yang pemakaiannya dapat disesuaikan dengan skala keformalan, yakni ragam intim (intimate), santai (casual), konsultatif (consultative), resmi (formal), dan beku (frozen).
- Ragam intim (intimate): digunakan saat partisipan percakapan memiliki hubungan yang sangat dekat atau akrab, seperti ketika bergunjing bersama teman satu geng. Bahasa yang digunakan cenderung nonbaku, misalnya penggunaan kata ganti gue-lo.
- Ragam santai (casual): ragam yang digunakan saat partisipan percakapan belum tentu saling mengenal. Contohnya, saat kita berbincang dengan kating atau senior di kantor. Highlight-nya adalah bahasa yang santai dan nonbaku, tetapi tidak boleh kelewat batas (kurang ajar).
- Ragam konsultatif (consultative): digunakan dalam situasi transaksi atau pertukaran informasi. Contohnya, saat guru menjelaskan materi kepada muridnya atau saat penjual dan pembeli melakukan tawar-menawar. Dengan demikian, diksi (pilihan kata) yang digunakan cenderung berpusat pada transaksi atau pertukaran informasi.
- Ragam resmi (formal): seperti namanya, ragam ini digunakan dalam situasi resmi. Penggunaan bahasanya ditandai oleh kelengkapan bentuk kalimat serta akurat sehingga tercermin adanya jarak hubungan dan situasi formal antara para peserta percakapan. Contohnya, saat kita berpidato di depan kepala prodi beserta jajarannya.
- Ragam beku (frozen): disebut beku atau frozen karena ungkapan dan istilah yang digunakan cenderung tetap sehingga kita tidak boleh mengubah sepatah kata pun. Ragam ini ditemukan dalam acara-acara ritual dan seremonial. Misalnya, upacara pernikahan di tempat ibadah atau baris-berbaris tentara. Tentunya, kita tidak boleh mengubah aba-aba “Istirahat di tempat, gerak!” menjadi “Istirahat di kantin, gerak!” kan? Hehehe.
Nah, gimana nih teman-teman? Sekarang sudah paham dong esensi dari keberadaan ragam formal dan nonformal? Tanpa eksistensi ragam formal dan nonformal, boleh jadi tidak akan ada pembatas antara situasi resmi dan tidak resmi, pun akan sulit memberikan batasan hubungan sosial antara kamu dengan dia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H