2015 Tahun Kelam dan Tahun Gaduh
Suatu Refleksi sebelum meniup Lilin akhir tahun.
Oleh : Ivan Tahir Hehanussa
Nawacita adalah istilah umum yang berasal dari bahasa Sansekerta, dimana nawa artinya Sembilan dan cita merupakan harapan atau agenda, ataupun keinginan. Dengan demikian Nawacita adalah Sembilan (9) Harapan. Dalam konteks politik Indonesia, Nawacita menjadi trend saat Jokowi-JK mengusungnya sebagai visi dan misi calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Dalam visi misi tersebut terdapat Sembilan agenda pokok sebagai bentuk semangat perjuangan Soekarno yang kita kenal sebagai Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomidan berkepribadian dalam berbudaya.
Satu tahun telah berlalu, namun kinerja pemerintah dan DPR sangat patut untuk dipertanyakan, apasebenarnya yang telah dilakukan baik Pemerintah maupun parlemen. Tahun 2015 mungkin menjadi tahun terberat dan kelam bagi bangsa Indonesia, Diawal tahun 2015, Presiden Jokowi-JK menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disaat harga minyak dunia mengalami penurunan, bahkan pemerintah mencabut subsidi BBM dengan alas an untuk memperbaiki keuangan Negara yang kian kering, namun kenaikan BBM menunjukan tidak adanya solusi lain pemerintah untuk menyelesaikan keuangan Negara, BBM lagi BBM lagi. Hanya BBM satu-satunya cara untuk menaikan pendapatan Negara, bahkan solusi ini pernah dilakukan pemerintah di era presiden sebelumnya.
Namun rakyat dibuat semakin merunduk dengan adanya kenaikan tarif listrik, bahkan dalam setahun terjadi hingga 3 kali,bahkan terakhir kenaikan tariff listrik hingga 11 % listrik berdaya 1300 dan 2500 volt amper yang mulai diberlakukan 1 Desember lalu.
Kondisi perekonomian yang kian menurun, membuat pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang kita kenal dengan istila Paket kebijakan ekonomi,mulai dari paker kebijakan ekonomi jilid 1 hingga jilid 7. Dan paket kebijakan ekonomi ini, pemerintah mengklaim akan efektif (hehe seperti buku ya..ada jilidnya juga…jangan-jangan ada babnya jiga nih).
Kita mungkin masih ingat kampanye politik Jokowi-JK saat itu, yakni akan memperbaiki kondisi ekonomi bangsa yang mungkin terpuruk dalam beberapa tahun terakhir, untuk itu kabinet Jokowi-JK mengusung NAWACITA sebagai solusi untuk memperbaiki bangsa. Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian yang berlandaskan gotong royong sebagai Nawacita Ekonomi merupakan program Presiden Jokowi. Namun kita benar-benar sudah berdaulat, mungkin iya kita berdaulat, namun benarkah kita telah mandiri?. Bagaimana kita mau sebut kita mandiri, sementara kita masih menjadi Negara pengimpor terbesar, mulai dari Sapi, Bawang Coklat.kesemuanya itu kita masih membeli dari negaralain (waduh…takutnya ikan lele kita import juga). Dan apakah kita memiliki keprobadian?. Kepribadian mana yang dimaksud dalam Nawacita itu, kepribadian “GADUH” mungkin maksudnya. Sanggupkah Pemerintah kali ini membawa Indonesia untukkeluar dari kondisi saat ini?, semoga.
Sebagai rakyat Indonesia,kita memang tidak seharusnya berpangku tangan dan terus mengkrisi kinerja elite-elite bangsa ini, kitapun harusnya sadar dengan tidak melakukan pelanggaran, membayar pajak dan bukan sekedar melakukan orasi yang katanya panggung demokrasi. Bagaimana kita menyebutnya itu demokrasi jika cara kita menyampaikan harus dengan unsur kekerasan dan criminal, membakar, merusak dan bahkan menghancurkan (bukankah semua itu butuh duit untuk dibangun). Jika kita terus melakukan pengrusakan dan pembakaran, maka duit Negara yang kian menipis ini hanya digunakan untuk membangun yang pernah kita miliki (kalau terus seperti ini, kapan kita maju ya).
Gaduh….mungkin itu adalah prestasi elite bangsa ini sepanjang tahun 2015. Gaduh adalah sajian yang disuguhkan kepada rakyat Indonesia selama tahun 2015 ini, lebih banyak gadunya disbanding prestasi kerja. Kegaduhan rupanya taka da hentinya, mulai dari para menteri yang saling menuding dan melempar nolah, hingga anggota DPR yang bergaduh di parlemen tentang kepemimpinan hingga perang urata saraf politik yang kotor dengan mengtas namakan rakyat (kira-kira rakyat mana ya yang dimaksud, perasaan kita tidak pernah menyusuruh mereka untuk bergaduh… hehehe).
Tahun 2015 merupakan tahun yang paling melelahkan dan membosankan jika kita melirik dan menatap parlemen dan istana. Kita seakan dipaksa untuk menjadi penonton atas aksi konyol pejabat Negara kita yang saling bersiteru (sinetron kale). Lupa tentunya mereka jika saling bergaduh, karena tugas utama untuk membangun bangsa demi kesejahteraan rakyat, karena konsentrasi dan waktu mereka habis untuk saling berdebat dan adu argument tentang siapa yang benar dan siapa yang akan tenar setelah ini (kenapa tidak jadi pemain sinetron aja ya ini para elite).