PPN yang menambah biaya dari total belanja kita dengan tarif PPN yang sudah ditentukan. Nah, itu merupakan salah satu jenis pajak yang pungutannya dikenakan pada sebuah transaksi barang atau jasa yang dikenai pajak. Akan tetapi, pada pajak ini bersifat tidak langsung, objektif, dan non kumulatif yang artinya pembayaran pajak tidak dibebankan kepada pengusaha atau penjual melainkan tarif pajak ini dibebankan kepada konsumen akhir atau si pembeli. Jadi, PPN atau Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dibebankan kepada pihak ketiga atau biasa disebut konsumen akhir/pembeli yang membeli barang kena pajak atau jasa kena pajak. Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen Akhir.
Ketika kita melakukan sebuah transaksi seperti berbelanja di mall ketika kita membayar di kasir dan tentunya akan diberikan struk pembelian. Nah, biasanya dalam struk pembelian tersebut akan tertulis nilai tarifPPN sendiri juga memiliki tarif yang telah ditentukan oleh kementerian keuangan sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak. Namun, dalam UU HPP No 7 tahun 2021 tarif PPN resmi naik menjadi 11% dimana tarif ini naik 1% dari tarif sebelumnya yang sebesar 10% yang berlaku sejak 1 April 2022. Upaya peningkatan tarif PPN ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian Indonesia karena sebagian besar pendapatan dalam negeri di Indonesia berasal dari penerimaan pajak. Selain itu, tujuan dari peningkatan tarif PPN ini merupakan salah satu upaya guna melakukan pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi virus Covid-19 pada tahun sebelumnya. Akan tetapi, apakah dengan peningkatan tarif PPN ini sesuai apabila diterapkan pada masa pasca pandemi seperti ini?
Pasalnya, PPN ini merupakan pungutan yang dibebankan kepada konsumen akhir atau masyarakat dalam proses produksi ataupun distribusi. Tentunya masyarakat akan menjadi konsumen akhir yang nantinya menjadi pihak yang paling terdampak oleh kenaikan tarif PPN 11%. Akan tetapi hal itu perlu dilakukan untuk menyehatkan APBN kita, yang selama Pandemi COVID-19 menjadi instrument utama yang bekerja luar biasa. Selain itu, dibandingkan negara negara lain tarif PPN kita terbilang cukup rendah. Di negara negara lain tarif PPN sudah mencapai 15% dari dasar pengenaan pajaknya. Maka dari itu, dengan adanya kenaikan PPN ini tentunya bisa menjadi upaya untuk memulihkan perekonomian.
Kontra terhadap kenaikan PPN inipun muncul, hal ini akan ditunjukkan dari pola konsumtif masyarakat. Dengan kenaikan PPN ini tentunya membuat harga barang pun menjadi naik walaupun tidak sampai menyebabkan inflasi dalam skala besar. Akan tetapi, bagi masyarakat kecil maupun menengah akan merasakan dampak dari kenaikan PPN ini sehingga akan mempengaruhi pola konsumtif masyarakat. Terlebih lagi karena dampak pandemi Covid-19 pada tahun sebelumnya sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat sehingga beberapa mengalami PHK atau potong gaji yang menyebabkan menurunnya penghasilan masyarakat. Selain itu, hal tersebut juga membuat para pengusaha/pelaku usaha khawatir dengan kebijakan tersebut hal ini karena tentunya mereka harus menaikkan harga dari barang kena pajak atau jasa kena pajaknya mengikuti penambahan tarif 11% dari dasar pengenaan pajaknya yang tentunya membuat konsumen mengeluh harga pada naik.
Dengan adanya kenaikan PPN tersebut, pola konsumtif masyarakat pun sedikit demi sedikit mulai berubah, mereka tentunya akan mengutamakan membeli kebutuhan pokok seperti beras, telur, dan barang kebutuhan pokok lainnya yang bukan merupakan objek PPN menurut Pasal 4A ayat (2) dan (3) UU Nomor 42 Tahun 2009 sehingga masyarakat tidak akan terbebani untuk membeli barang kebutuhan pokok. Masyarakat akan lebih selektif dalam mengatur keuangan mereka di tengah naiknya harga karena kenaikan tarif PPN dan dampak dari pandemi virus Covid-19. Semoga dengan adanya kebijakan ini bisa memulihkan keadaan perekonomian negara dan masyarakat bisa menjadi adaptif ketika ada kebijakan-kebijakan baru.
Author: Ivan Rusdian Saputra. Mahasiswa D3 Perpajakan, Fakultas Vokasi. Universitas Airlangga, Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H