Tahun 2024 menjadi saksi dari berbagai peristiwa hukum yang mengguncang Indonesia. Beberapa kasus besar, mulai dari polemik panjang Bank Centris, kasus korupsi yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara pidana Ronald Tannur. Disusul lagi tertangkapnya Zarof Ricar, mantan pensiunan Mahkamah Agung, juga kaitan perkara yang sama, serta penolakan PK tujuh terpidana kasus Vina Cirebon, menggambarkan tantangan besar dalam upaya menegakkan keadilan di negeri ini.
Hukum sepertinya hanya bagus di atas kertas, namun betapa buruknya dalam implementasi. Aparat hukum, dari kepolisian, kejaksaan, hingga kehakiman, seolah-olah bekerja tanpa mengedepankan hati nurani, melainkan posisi jabatan, catatan kinerja oleh atasannya, dan parahnya karena uang haram, gratifikasi dan lainnya. Mahkamah Agung sebagai benteng keadilan tampaknya sudah berlubang di sana-sini, bila tak dikatakan jebol dan ambruk.
Dari catatan perjalanan hukum di tanah air, kasus Bank Centris yang telah berlangsung lebih dari dua dekade terus menjadi momok bagi sistem hukum di Indonesia. Meski Andri Tedjadharma, salah satu pemegang saham, telah memenangkan berbagai putusan pengadilan, pemerintah tetap bersikeras melanjutkan penagihan terhadapnya, bahkan melakukan penyitaan harta pribadi Andri Tedjadharma dan keluarga.
Padahal, terang seterang-terangnya, nyata senyata-nyatanya, Bank Centris Internasional sudah selesai diadili, dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Bank Centris terlibat dalam BLBI. Terbukti di pengadilan, Bank Centris tidak pernah menerima uang dari Bank Indonesia. Termasuk tidak terima uang dari promes nasabah senilai Rp 490 miliar yang semestinya mereka terima dari perjanjian jual beli promes nasabah dengan penyertaan jaminan lahan seluas 452 hektar.
Salinan Putusan Mahkamah Agung (No. 1688) yang baru keluar setelah lebih dari 16 tahun tidak ada kabarnya, menambah panjang betapa hukum dibuat seenaknya. Bagaimana tidak seenaknya, dalam kaitan ini Mahkamah Agung sendiri telah membantah salinan putusan kasasi itu. Bantahan Mahkamah Agung tertuang dalam 3 surat, diantaranya surat tertanggal 10 Mei 2023, yang secara tegas menyatakan Mahkamah Agung tidak pernah menerima permohonan kasasi antara BPPN melawan Bank Centris Internasional.
Masihkah hukum di Indonesia berpihak pada kebenaran dan keadilan? Entahlah. Semoga saja di bawah nahkoda Presiden Prabowo, hukum dapat ditegakkan sebagaimana yang beliau ucapkan dalam pidato-pidatonya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H