Mohon tunggu...
ivahistiningtyas
ivahistiningtyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Hukum Dagang Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase di Indonesia

11 Desember 2024   20:18 Diperbarui: 11 Desember 2024   20:59 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disusun Oleh : Ivah Istiningtyas (222111322) 

Hukum Ekonomi Syariah 

UIN Raden Mas Said Surakarta

Penerapan hukum dagang dalam proses penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase di Indonesia

Arbitrase adalah suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seseorang atau para hakim yang berdasarkan persetujuan para pihak akan tunduk dan menaati keputusan hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk." Arbitrare juga dimaknai sebagai kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Arbitrase yang dihubungkan dengan kebijaksanaan dapat menimbulkan salah kesan. Seorang arbiter atau majelis arbitrase seolah-olah tidak mengindahkan norma-norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa hanya pada kebijaksanaan dalam menyelesaikan suatu sengketa. Kesan tersebut keliru karena arbiter atau majelis arbitrase juga menerapkan hukum, seperti yang dilakukan hakim atau pengadilan". Secara sederhana arbitrase merupakan istilah yang dipakai untuk menjabarkan suatu bentuk tata cara bagaimana untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, sehingga mencapai suatu hasii tertentu yang secara hukum final dan mengikat. Prasyarat yang utama bagi suatu proses arbitrase yaitu kewajiban pada para pihak membuat suatu kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase (arbitration clause atau arbitration agreement), dan kemudian menyepakati hukum dan tata cara bagaimana mereka akan mengakhiri penyelesaian sengketanya.
Dalam hukum dagang Indonesia, prinsip kebebasan berkontrak sangat penting. Prinsip ini mengatur bahwa para pihak dalam suatu hubungan bisnis dapat memilih mekanisme penyelesaian sengketa yang mereka inginkan, termasuk arbitrase, yang merupakan bagian dari kebebasan berkontrak yang diakui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Arbitrase di Indonesia diatur untuk memberikan dasar hukum yang jelas mengenai prosedur arbitrase, proses pemilihan arbitrator, serta eksekusi putusan arbitrase. Arbitrase dianggap lebih fleksibel dan lebih cepat dibandingkan dengan prosedur pengadilan biasa. Penerapan arbitrase dalam sengketa bisnis biasanya diawali dengan adanya klausul arbitrase dalam kontrak dagang. Klausul ini mengatur bahwa segala sengketa yang timbul dari kontrak akan diselesaikan melalui arbitrase, bukan melalui pengadilan. Klausul arbitrase ini memberikan dasar yang sah bagi para pihak untuk menggunakan arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa mereka. Dalam praktiknya, banyak kontrak bisnis, terutama yang bersifat internasional, yang menyertakan klausul arbitrase sebagai syarat penyelesaian sengketa.
 
Tantangan yang dihadapi dalam penerapan arbitrase sebagai metode penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia adalah kerangka hukum utama yang mengatur arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Salah satu tantangan utama dalam UU Arbitrase adalah masalah interpretasi hukum yang sering kali tidak konsisten di antara berbagai pengadilan. Variasi dalam interpretasi ini dapat menyebabkan ketidakpastian hukum, yang pada gilirannya mengurangi kepercayaan para pihak terhadap arbitrase sebagai metode penyelesaian sengketa. Contohnya, keputusan pengadilan mengenai validitas klausula arbitrase dalam kontrak sering kali berbeda, tergantung pada pandangan hakim yang menangani kasus tersebut. Selain itu, UU Arbitrase saat ini belum sepenuhnya sejalan dengan perkembangan hukum internasional dan praktik arbitrase global. Misalnya, konsep "public policy" atau kebijakan publik yang digunakan dalam UU Arbitrase sebagai alas an klasik untuk membatalkan putusan arbitrase sering kali diinterpretasikan secara luas oleh pengadilan, sehingga putusan arbitrase internasional yang seharusnya final dan mengikat menjadi rentan dibatalkan oleh pengadilan domestik. Hal ini menciptakan hambatan bagi pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia, yang bertentangan dengan prinsip Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Tantangan lainnya adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang arbitrase di kalangan pelaku usaha dan masyarakat umum. Banyak pihak yang masih lebih memilih litigasi di pengadilan daripada arbitrase, karena persepsi bahwa arbitrase adalah proses yang mahal dan kurang transparan. Padahal, salah satu tujuan utama dari arbitrase adalah untuk menyediakan alternatif penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan litigasi. Kurangnya edukasi dan sosialisasi tentang manfaat arbitrase menyebabkan minimnya pemanfaatan arbitrase di Indonesia, terutama di kalangan usaha kecil dan menengah.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketadi Indonesia menghadapi beberapa tantangan yang signifikan, yang mempengaruhi efektivitasnya sebagai alat penyelesaian sengketa yang efektif dan andal. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pengakuan terhadap perkembangan teknologi dalam praktik arbitrase, khususnya terkait dengan arbitrase online. UU Arbitrase saat ini tidak secara khusus mengatur tentang mekanisme arbitrase online, meskipun meningkatnya penggunaan teknologi dalam bisnis modern menuntut adanya adaptasi hukum terhadap realitas ini. Tanpa pengaturan yang jelas, para pelaku bisnis mungkin merasa ragu untuk menggunakan arbitrase online, meskipun sebenarnya putusan arbitrase online diakui dan dapat ditegakkan di Indonesia. Selain itu, kurangnya harmonisasi antara hukum nasional dan praktik arbitrase internasional merupakan tantangan lain. Misalnya, interpretasi yang luas terhadap konsep "public policy" atau kebijakan publik di pengadilan Indonesia sering kali digunakan untuk membatalkan putusan arbitrase internasional, yang bertentangan dengan prinsip- prinsip Konvensi New York 1958 yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum dan mengurangi kepercayaan internasional terhadap arbitrase di Indonesia. Selain itu, kurangnya harmonisasi antara hukum nasional dan praktik arbitrase internasional merupakan tantangan lain. Misalnya, interpretasi yang luas terhadap konsep "public policy" atau kebijakan publik di pengadilan Indonesia sering kali digunakan untuk membatalkan putusan arbitrase internasional, yang bertentangan dengan prinsip- prinsip Konvensi New York 1958 yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum dan mengurangi kepercayaan internasional terhadap arbitrase di Indonesia.
 
Peran arbitrase dalam meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia
Peran arbitrase di dalam menyelesaikan sengketa-sengketa bisnis nasional maupun internasional dewasa ini menjadi semakin meningkat dilihat dari banyaknya kontrak-kontrak dagang atau bisnis internasional yang para pihaknya menuangkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Hal ini berbanding lurus dengan perkembangan arbitrase itu sendiri yang begitu pesat saat ini, sebagai indikator bahwa keberadaan arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat diterima, tentunya yang dijadikan sebagai referensi untuk menggunakan lembaga arbitrase sebagai penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak lain adalah efektivitas dan efisiensi dalam penyelesaian sengketa. Hukum arbitrase memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa bisnis nasional. Arbitrase dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pihakpihak yang terlibat dalam sengketa bisnis. Selain itu, arbitrase juga dapat memberikan keuntungan dalam hal waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sengketa bisnis. Dalam arbitrase, pihak-pihak yang terlibat dapat memilih arbiter atau panel arbiter yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang yang terkait dengan sengketa bisnis yang sedang dipersengketakan. Peran Arbitrase dalam menyelesaikan sengketa semakin berkembang pesat saat ini. Baik pengusaha lokal kini lebih memahami dan mengandalkan Arbitrase sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan dagang mereka. Penggunaan klausul Arbitrase dalam kontrak dagang pun semakin umum terjadi. Di beberapa negara, Arbitrase telah menjadi mekanisme resmi untuk penyelesaian sengketa, dengan mendapatkan status hukum yang kuat. Perselisihan yang diselesaikan melalui Arbitrase kini tidak hanya terbatas pada perselisihan dagang, tetapi juga meliputi perselisihan dalam bidang perniagaan dan investasi.
Pada intinya, tujuan para pihak dalam menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase adalah mencari solusi yang menguntungkan bagi semua pihak, menjaga kerahasiaan sengketa mereka, serta mencapai penyelesaian yang cepat, efisien, dan tidak memakan waktu lama. Para pihak yang menyelesaikan sengketa ini biasanya memiliki keahlian di bidangnya dan integritas mereka telah teruji, serta mereka menjaga netralitas. Dengan demikian, tujuan akhir dari penyelesaian sengketa melalui Arbitrase adalah mencapai keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam sengketa tersebut. Peran arbitrase dalam menjalankan fungsi hukum dan memastikan keadilan terlihat dalam kewenangannya, seperti kemampuannya untuk membuat keputusan dan mendorong perdamaian. Keadilan yang diupayakan oleh arbitrase mengacu pada keadilan substansial. Ini tercermin dalam prosesnya yang cenderung mencari kebenaran substansial meskipun hanya berdasarkan bukti yang disajikan oleh para pihak.
 
Simpulan dan Saran
Arbitrase adalah metode penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh arbiter berdasarkan kesepakatan para pihak yang terlibat, dengan tujuan memberikan keputusan yang final dan mengikat. Meskipun tidak selalu dianggap berlandaskan hukum, arbitrase tetap mengikuti prinsip hukum dalam penilaiannya. Di Indonesia, arbitrase diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yang memberikan kebebasan berkontrak dalam menentukan arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa. Dibandingkan litigasi, arbitrase lebih fleksibel, cepat, dan efisien, meskipun masih terdapat tantangan seperti perbedaan interpretasi hukum dan kurangnya pemahaman di kalangan pelaku usaha.
Untuk meningkatkan penggunaan arbitrase, terutama di kalangan usaha kecil dan menengah, diperlukan edukasi lebih lanjut mengenai manfaat dan proses arbitrase. Pemahaman yang lebih baik tentang arbitrase dapat mengurangi ketergantungan pada litigasi dan mendorong penyelesaian sengketa yang lebih efisien dan mengikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun