Memasuki penghujung tahun 2015, ribuan hektar lahan yang dikepung titik api perlahan menghilang, seiring dengan derasnya hujan yang mengguyur. Akhir tahun 2015 hingga paruh akhir 2016 ini mendapat giliran fenomena alam La Nina, artinya bahwa musim kemarau yang terjadi akan bersifat basah dengan adanya curah hujan berintensitas cukup tinggi.
Meski demikian, tindakan preventif penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) harus tetap dilakukan, di samping tentu saja tindakan pemadaman. Upaya preventif yang utama adalah memantau titik-titik lokasi yang berpotensi terjadi kebakaran atau sering disebut dengan 'hotspot'.
Dengan kata lain, lokasi yang dideteksi sebagai hotspot bisa jadi terdapat kebakaran, bisa juga tidak. Untuk memastikan apakah di lokasi yang terdeteksi hotspot tersebut ada kebakaran atau tidak, harus dilakukan verifikasi langsung ke lapangan.
Hotspot yang terdeteksi oleh satelit bisa berasal dari adanya material yang memantulkan panas matahari berupa material logam, misalnya alat-alat berat di lapangan seperti ekskavator, atap seng, mesin pemotong kayu/gergaji kayu, atau benda lainnya.
Menurut informasi yang disampaikan saat kunjungan media di Command Center atau Situation Room yang berada di Sinar Mas Plaza, lantai 15, pantauan hotspot dilakukan secara real time dengan menggunakan data dari pencitraan satelit.
Dari sumber satelit Aqua (EOS PM-1) dan Terra (EOS AM-1) pada September 2016 ini, beberapa hotspot masih terlihat. Salah satunya berada pada lahan konsesi milik Asia Pulp & Paper (APP) di Sumatera, khususnya daerah Riau dan Ogan Komering Ilir.
Selain bersumber dari satelit Aqua dan Terra, APP juga menggunakan data dari satelit GEOS milk NOAA untuk cuaca, meliputi arah dan kecepatan angin, sebaran karbon, dan sebagainya. Sementara pencitraan dari Satelit Himawari--teknologi asal Jepang yang paling mutakhir saat ini--untuk data tutupan awan.
Situation room yang ada memang tidak sebesar milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Namun, upaya tersebut menjadikan APP sebagai perusahaan pemilik konsesi hutan pertama yang membangun fasilitas ini sebagai upaya pencegahan karhutla.
Dibutuhkan waktu sekitar 2 menit untuk mengolah dan mendistribusikan data ke dalam portal intranet yang bisa diakses oleh seluruh distrik di wilayah perusahaan. Jika terdapat hotspot, petugas di lapangan memverifikasi dengan datang ke lokasi tersebut untuk memastikan terdapat kebakaran atau tidak.