Mohon tunggu...
Ity qomariah
Ity qomariah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mitos-mitos Kecantikan

15 Mei 2016   13:18 Diperbarui: 15 Mei 2016   13:50 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecantikan adalah salah satu bentuk konstruksi media massa, salah satunya adalah iklan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa teks media merupakan konstruksi media berdasarkan realitas sosial, sama halnya dengan kecantikan. Dalam masyarakat, kecantikan memiliki standar yang ditetapkan oleh masyarakat itu sendiri.

Tubuh perempuan dikatakan cantik tidak hanya berdasarkan kecantikan wajahnya, tetapi juga identik dengan kulit yang putih, mulus dan kencang, serta bentuk tubuh yang menonjolkan lekukan dan kemontokan organ tertentu, seperti dada dan pinggul, bibir yang sensual, serta segala hal yang terkait dengan organ tubuh perempuan (Kasiyan, 2008, p.281).

Hal ini kemudian menjadi standar kecantikan yang berkembang dimasyarakat. Oleh karenanya, perempuan melakukan apapun agar dianggap cantik oleh lingkungannya. Menggunakan kosmetik, menguruskan badan, hingga operasi plastik adalah beberapa bentuk upaya yang dilakukan perempuan untuk terlihat cantik.

“Beauty is pain” Merupakan satu kalimat yang dipegang teguh sebagian besar perempuan. Untuk mencapai kecantikan, banyak usaha yang berat harus dilakukan. Penampilan fisik adalah syarat utama untuk menjadi cantik sehingga tidak jarang perempuan-perempuan mengubah dirinya mengikuti standar cantik yang buat oleh media massa.

Dalam membentuk standar cantik tidak lepas dari budaya patriarki dimana perempuan masih dianggap sebagai mahkluk yang harus bergantung kepada laki-laki. Perempuan hanya sebagai alat untuk menaikan produksi sebuah produk dan juga sebagai konsumen yang diperalat agar membeli produk yang di tawarkan di media massa.

Mitos kecantikan menimbulkan penindasaan pada perempuan dimana perempuan dianggap lemah dari laki-laki dan perempuan dirasa tidak dapat memilih mana yang terbaik untuk dirinya. Perempuan merupakan makhaluk yang sama derajatnya dengan laki-laki karena pada awalnya manusia itu dilahirkan, ia adalah makhluk yang lemah yang tidak berdaya terlepas apakah ia seorang laki-laki ataupun perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun