Zakat merupakan salah satu bagian dari rukun Islam selain syahadat, sholat, puasa, dan haji. Zakat dibagi menjadi dua, yaitu zakat mal (harta) dan zakat fitrah. Pengertian zakat mal dan zakat fitrah menurut Muhammad Daud Ali (2006) adalah, zakat mal merupakan sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh orang yang mampu dengan jumlah minimal tertentu, dan setelah dimiliki dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah berupa makanan pokok yang kita konsumsi sehari-hari. Zakat mempunyai beberapa fungsi, salah satu diantaranya adalah sebagai sarana untuk meminimalisir tingkat kemiskinan. Di Indonesia, orang yang masuk dalam kategori tidak mampu (miskin) masih sangat banyak. Hal ini dapat kita ketahui melalui kriminalitas yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan catatan akhir tahun 2012 Polda Metro Jaya,kasus perampokan pada tahun 2012 sebanyak 1.094 kasus, meningkat 159 kasus atau 17,00 persen dibanding tahun 2011 yang berjumlah 925 kasus. Himpitan ekonomi di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok menjadi salah satu penyebab kian banyaknya tindak kriminalitas belakangan ini. Tindak kriminalitas masih didominasi motif persoalan ekonomi, salah satunya terlihat dari banyaknya pelaku kejahatan dari kalangan ekonomi kelas menengah ke bawah. Hal ini tentunya tidak akan terjadi apabila semua orang mampu di Indonesia yang beragama Islam bersedia untuk mengeluarkan zakat. Selama ini mungkin yang bersedia mengeluarkan zakat baru sebagian orang saja, belum semuanya. Masih banyak orang yang mementingkan nasib sendiri daripada memikirkan dan mementingkan nasib orang lain. Mereka merasa enggan untuk memberikan sebagian hartanya kepada orang lain yang tidak ikut berusaha bersamanya. Banyak yang belum menyadari bahwa harta yang kita miliki merupakan titipan Allah swt saja, dan ada sebagian kecil yang merupakan hak dari fakir miskin. Dengan zakat, jurang antara si kaya dan si miskin menjadi berkurang. Tidak akan muncul kecemburuan sosial antara si miskin dengan si kaya, karena si miskin ikut merasakan harta dari si kaya. Dengan demikian, istilah “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” tidak akan kita dengar kembali dan niscaya kehidupan yang damai dan harmonis pun akan tercipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H