Mohon tunggu...
Itsna Khoir
Itsna Khoir Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa yang suka berkelana dan tak mau terikat

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Twitter dan Politik

12 Desember 2019   14:30 Diperbarui: 14 Desember 2019   17:22 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta bahwa masyarakat pada umumnya menyukai perbincangan mengenai politik membuat orang-orang memperbincangkannya di segala tempat. 

Di tempat kerja hingga warung kopi tak luput memperbincangkan hal-hal terkait pemerintah yang sedang berkuasa, kebijakan-kebijakan pemerintah hingga kontroversi oposisi terus digali dan dibahas baik dengan kondisi santai maupun kondisi urat saraf menegang. 

"Kalau urat saraf sudah menegang, tinggal dijadikan bakso saja", kata NU Garis Lucu dalam akun twitternya.

Memang Twitter hingga kini masih saja menjadi primadona banyak orang, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Sayangnya keberadaan twitter yang beberapa tahun lalu menjadi ajang cuitan receh-nan-asyik, berubah menjadi ladang hoax dan buzzer politik. 

Mungkin saja karena belakangan adalah masa-masa kampanye pilpres yang merupakan ajang kontestasi paling besar dalam jagad perpolitikan. 

Para pendukung masing-masing calon terus menggelorakan prestasi-prestasi calonnya, atau mungkin juga hal-hal memalukan yang dimiliki paslon saingannya.

Bicara politik bicara juga mengenai strategi kemenangan. Politikus tentunya memeliki strategi-strategi handal untuk terus memenangkan ajang perpolitikan seperti tahun pamilu semacam ini. Di antaranya timbul hoax, serta yang paling gencar adalah mengenai isu SARA yang bisa dibilang tahun ini 'sukses' menjadi sasaran empuk politik.

Hanya alasan mendukung paslon idaman, banyak orang jadi rela mati-matian mempertahankan argumennya mengenai paslon yang didukung. Bahkan informasi palsupun rela mereka lontarkan demi paslon idaman. 

Entah memang ada kepentingan politik dibaliknya atau hanya sekedar membela patronnya. Yang jelas media seperti twitter tak lagi mesra seperti dahulu kala.

Memang twitter adalah media opini paling mudah, namun opini-opini yang bermunculan itu sekali lagi tak dapat dipastikan kebenarnnya. Namanya juga opini. Tapi opini penggiringan itulah yang membahayakan orang banyak. 

Netizen, sebutan pelaku dunia maya memang sudah tergeser pola pikir dan perilakunya. Hingga cuitan-cuitannya di twitter amat meresahkan pengguna twitter lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun