Mohon tunggu...
Itsnaini CK
Itsnaini CK Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bingkas Kertas dan Tas Jeans

29 Maret 2014   21:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bingkai Kertas dan Tas Jeans

“ Dosennya ngebetein banget deh. Dijadwal kan jam 10 kita masuk kelas, masak jam 1 siang ntar dia baru dateng” UjarSefta anak jurusan sastra Indonesia semester tiga disalah satu kampus swasta yang ada di Jakarta, kepada kedua temannya yang ada didalam kelas

“ Hah... serius loe?” tanya Anisa temannya. “ loe tau dari siapa?”

“ Tau dari ketua kelas. Barusan dia BBM gue”

“ Pantesan aja anak-anak nggak pada dateng. Kok kita nggak dapet kabar dari tadi ya?” guman Anisa lirih

“ Anak-anak udah pada dateng, tapi masih pada dilantai bawah” jelas Sefta

“Gue sebenernya males banget kuliah nggak ada kerjaan gini deh” ujar Anisa

“ Gue juga” jawab Sefta

“ Sebenernya si aku juga” jawab Siti lirih membuat kedua temannya yang duduk disebelahnya menoleh. “ Kenapa kalian nggak jalan-jalan aja?”

“ Males Ti mau jalan-jalan, yang dilihat juga cuman itu-itu saja” jawab Sefta yang memang anak orang berduit.

“ Lhah Siti, biasanya kan pulang kuliah langsung ke kos tuh, emang nggak bosan dikosan?” tanya Anisa

“ Bosan sih, tapi Siti isi dengan kegiatan lain. Abisnya Siti males kalau di kampus nggak ada kegiatan”

“ Kenapa nggak ikut organisasi aja?”

“ Siti orang nya pemalu, tidak suka berhadapan dengan orang banyak” jawab Siti polos. Anisa dan Sefta hanya mengangguk.

“ Trus kita mau kemana nih selama nunggu ampe jam 1?” tanya Anisa kepada Sefta

“ Tauk dah”

“ Mau ikut aku pulang ke kosan?” tawar Siti. Anisa dan Sefta saling pandang sebelum beberapa menit kemudian mereka mengangguk. Dan bersama-sama keluar dari kelas.

***

Kosan Siti tidak berada jauh dari kampus. Hanya berjalan sekitar sepuluh menit mereka sidah tiba disebuah kosan yang terlihat rapi dari luar.

“ Kamar mu yang mana?” tanya Sefta

“ Itu yang paling ujung” jawab Siti.

“ Ini mah lebih kecil dari kamar gue” komentar Anisa ketika Siti membuka pintu kamar kosnya dan mempersilahkan kedua temannya untuk masuk.

“ Rapi banget Ti” ujar Sefta.” Gedean kamar gue si, tapi rapinya, rapian kamar loe”

“ Ih.... ini cakep banget. Beli dimana Ti?” tanya Anisa sambil memegang sebuah bingkai foto berbentuk mickey mouse yang terletak diatas meja belajar Siti. Anisa dan Sefta memang sedang memeriksa segala barang yang ada di kamar Siti, sementara Siti hanya memperhatikan kedua temannya.

“ Nggak beli dimana-mana” jawab Siti

“ Lhah.... ini tas unyu banget. Kayak celana levis gue” ujar Sefta saat melihat sebuah tas tergantung tak jauh dari lemari baju

“ Eh, Ti, serius deh, loe beli dimana ini? Gue demen banget”

“ itu bikin sendiri” jawab Siti malu-malu

“ Hahhh” ujar Anisa tak percaya. “ Serius loe? Bikin pake apaan?”

“ Bubur kertas”

“ Bubur kertas? Apaan tuh?”

Kemudian Siti menjelaskan mengenai bubur kertas. Bahwa kertas-kertas yang sudah tidak digunakan Siti kumpulkan dan dia rendam didalam air selama satu hari. Kemudian kerta yang sudah dia rendam itu dia hancurkan hingga lembut. Barulah setelah kertas itu hancur Siti bentuk dan dia jemur selama kurang lebih dua hari hingga menjadi sangat keras. Kertas yang telah mengering Siti hias dengan cat ait agar memiliki warna dan bentuk yang menarik.

“ Hebat loe. Kok bisa sampai halus gini,gimana caranya?”

“ Waktu ngejemurnya aku gunakan plastik. Jdi dia bawahnya halus. Sedanngkan kalau pinggir-pinggirnya aku haliskan dengan pisau karter untuk membuang bagian-bagian yang terlihat menonjol saja”

“ Trus kertas-kertasnya kok bisa putih gitu warnanya?”

“ jadi antara kertas yang warna putih dan kertas yang sudah terkena banyak tinta saya pisahkan. Dengan begitu saya tidak perlu memberinya warna putih lagi. Dan kertas yang kotor baru saya beri warna lain. Pernah juga ketika sedang merendam kertas-kertas itu airnya saya beri warna.”

“ Keren Ti. Kamu belajar dimana?” tanya Sefta yang juga ikut mendengarkan percakapan antara Siti dan Anisa

“ Dulu waktu di SMP aku pernah membacanya dibuku”

“ Loe punya lagi nggak?” tanya Anisa.

Siti pun beranjak. Kemudian mengambil sebuah kardus dari bawah meja belajarnya.

“ Ini”ujar Siti memperlihatkan isi kardusnya. Ada banyak bingkai foto terbuat dari kertas yang sudah dia bentuk dan hias. Anisa dan sefta pun sibuk memilih-milih yang mau mereka minta.

“ Kenapa nggak loe coba jual saja?” tanya Sefta

“ Apa mungkin bingkai foto yang hanya terbuat dari kertas bisa laku dipasaran?” Siti balik bertanya. Sefta diam.

“ Coba aja dulu tawarin ke temen-temen”

“ Siti malu” jawab Siti

“ Tas loe yang itu bagus Ti. Gue beli ya. Kayaknya di mol gue belum pernah lihat deh” ujar Sefta yang memang sejak awal masuk sudah melirik tas yang digantung disamping lemari Siti.

“ Itu juga saya bikin sendiri”

“ Hah? Gimana tuh?”

“ Itu celana saya yang sudah tidak saya pakai lagi. Saya potong dan saya modifikasi sehingga jadi seperti itu” ujar Siti kemudian mengambil tasnya. Dia memperlihatkan bagian-bagian yang dia jahit sendiri dan dia beri sedikit hiasan seperti sedikit pita untuk menutupi bagian seleting celana jeansnya.

“ Punya lagi nggak?” tanya Sefta

“ Tidak. Kalau buat tas kan saya butuh biaya yang banyak, jadi saya hanya bikin satu” jawab Siti yang disambut dengan ekspresi kecewa oleh Sefta.

“ Eh Ti, ntar kita bawa ya bingkai-bingkai foto ini” ujar Anisa

“ Bawa kemana?”

“ Kekelas. Nih anak-anak pada mau lihat”

“ Maksudnya?”

“ loe lihat kan tadi gue fotoin satu-satu bingkai loe, nah gue posti ke sosial media gue, dan temen-temen pada tertarik dengan bingkai yang loe buat”

“ Tapi kan itu hanya bingkai kertas”

“ Udah gue jelasin juga kale, dan mereka tetep suka”

“ Ini awal yang bagus buat loe Ti” ujar Sefta kepada Siti yang hanya tersenyum. “ Gimana kalau kita kerja sama aja. Loe punya bakat, gue sama Anisa punya duit”

“ Gue setuju tuh” ujar Anisa

“ Saya masih nggak mengerti” ujar Siti

“ Ya elah loe lemot amat. Jadi kita bikin usaha. Loe yang jalanini kita berdua yang modalin” jelas Anisa

“ Caranya?”

“ kan kita punya dosen yang ahli ekonomi. Nah ntar kita tanya tuh gimana caranya berbisnis dengan keadaan kita saat ini. Kalau dalam ilmu ekonomi ini namanya bagi hasil” jelas Anisa

“ Kalau usahanya nggak berjalan lancar gimana dong?”

“ Jangan takut gagal Siti. Kita harus optimis. Gue yakin produk loe pasti laku dipasaran. Ntar kita yang bantuin masarin. Ini saatnya loe tunjukin kalau loe itu orang yang hebat. Ok!!” ujar Sefta yang lagi-lagi hanya disambut dengan senyuman oleh Siti.

***

Setahun kemudian

“ Saya merasa sangat gugup” ujar Siti kepada Sefta

“ Udah, loe nggak usah gugup gitu. Loe cuman harus menjelaskan gimana loe bikin tu bingkai ma tas yang ada di toko kita sekarang” ujar Sefta

“ Doakan saya” ujar Siti

Setya mengangkat dua jempolnya. “ Semangat ..!”

Hari itu Siti mengikuti lomba kreasi menciptakan hal baru dari barang-barang bekas yang diadakan oleh sebuah ormas perduli lingkungan yang ada disekitar tempat dia tinggal. Awalnya Siti menolak untuk mengikuti lomba tersebut, namun Sefta dan Anisa telah mendaftarkannya dan memaksannya untuk ikut.

“ Dan tibalah saat dia harus mempresentasikan apa yang dia bawa dan kreatifitas apa yang ada didalam produk yang telah dia hasilkan.

“ terimakasih kepada dewan juri yang telah mempersilahkan saya untuk menyampaikan presentasi saya” ujar Siti. Kemudian dia menatap peserta yang ada di depannya. Rasa gugupnya pun semakin bertambah. Rasanya dia tak mampu untuk bicara lagi. Matanya pun menangkap dua sosok yang telah menyeretnya hingga berada pada posisinya saat ini. Kedua sosok itu melambangkan tangan sambil berbisik.

“ semangat Siti”

Dengan semua kekuatan yang Siti miliki, dia berusaha untuk melanjutkan presentasinya.

“ Ini adalah bingkai yang terbuat dari kertas bekas. Mengapa saya memilih kertas bekas, karena sampah kertas ada begitu banyak disekeliling kita. Dan jika kita bakar maka akan menimbulkan polusi asap yang mengandung karbondioksida. Sedangkan jika kita manfaatkan maka secara tidak langsung kita telah membantu mengurangi pemuaian udara akibat polusi asap. Adapun cara membuatnya tidaklah membutuhkan modal yang besar. Cukup kita buat bubur kertas, kemudian kita bentuk sesuai dengan kreatifitas kita masing-masing, setelah itu barulah kita keringkan dan kita hiang. Kemudian kita dapat menepelkannya dengan triplek atau bahan lain sebagai lapisan belakang bingkai kita. Maka kita tak perlu lagi membeli bingkai foto karena kita dapat membuatnya sendiri. Selain dapat dijadikan bingkai foto kita dapat membuat hiasan lain dari bubur kertas.” jelas Siti. Dia telah selesai pada satu materi produknya.

Dan Siti pun terus melanjutkan presentasinya. Selain bingkai kertas, Siti juga menjelaskan mengenai cara membuat tas menggunakan plastik bekas dan pakaian bekas. Kreatifitas yang disampaikan Siti semuanya menggunakan bahan bekas yang hanya menjadi tumpukan sampah pada umumnya.

“ Saya mau ke toilet” ujar Siti seusai turun dari mimbar presentasi kepada Anisa dan Septa. Kedua temannya itu pun hanya terbahak-bahak melihat tingkah Siti.

“ Loe bagus banget presentasinya tadi Ti” ujar Sefta memberi pujian

“ Saya tadi gugup banget” ujar Siti. “ Gimana kalau saya kalah?”

“ Menang kalah soal biasa Ti. Toh usaha kita tetap berkembangkan” ujar Anisa

“ Iya Ti. Nggak usah kamu pikirin. Yang penting kamu udah berhasil mempresentasikan produk kita didepan orang banyak” tambah Sefta

***

Siti mematung didepan sebuah piala besar yang teletak diatas meja. Tak ada kalimat yang dapat menggambarkan bertapa saat ini rasa syukur dan bahagia sedang menggelora dihatinya. Beberapa kali Siti menitiskan air mata haru. Padahal piala itu adalah piala juara kedua. Namun Siti tetap menganggap hal itu adalah istimewa baginya.

Bertapa Siti tidak pernah menyangka bahwa dapat menjadi seperti saat ini. Kreatifitas yang dia miliki telah membawa dia pada awal keberhasilan dimasa depan. Apa arti seorang Siti yang hanya anak dari petani miskin dipedalaman kota Depok, merantau ke Jakarta dengan hanya bermodalkan uang hasil panen padi orang tuanya dan keberanian. Tekad yang kuat membuat Siti dapat mesuk universitas meski hanya universitas swata. Dan kini berkat dukungan kedua temannya, Siti telah menjadi orang nomor dua yang mendapat penghargaan adipura dari pemerintah Jakarta. Diapun kini menjadi dikenal di kampus karena perlombaan waktu itu ternyata diliput oleh koran kampus.

Dan kini, Sefta, Siti dan Anisa telah memiliki toko sendiri untuk dagangan mereka. Bahkan di toko itu sudah ada tiga karyawan yang diperkerjakan.

“ Udah Ti, ntar luntur lho pialanya kalau loe liatin mulu” ujar Anisa menyadarkan Siti dari haru panjangnnya.

“ Makasih ya. Kalau bukan karena kalian aku nggak akan seperti sekarang” ujar Siti. Sefta dan Anisa pun tersenyum

“ Kalau bukan karena kamu, kami juga nggak bakal punya investasi Ti. Hanya menghamburkan uang orang tua” ujar Sefta.

Mereka pun tersenyum dengan rasa bahagia yang berbeda dihati masing-masing.

Cirendeu, 29 Maret 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun