Mohon tunggu...
Muhamad Rifky Ramadhan
Muhamad Rifky Ramadhan Mohon Tunggu... -

Public Relations Student. Music and SocMed Enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Money

Community Based Tourism Takes Off, but Marketing Challenges Remain

17 November 2014   04:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:39 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Kodhyat, 1998:4). Menurut Word Tourism Organization (1999), yang dimaksud dengan pariwista adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Sedangkan menurut Undang - Undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamen Parekraf) Sapta Nirwandar mengklaim, sektor pariwisata menyumbang penerimaan negara sebesar 8,554 miliar dolar AS. Ini artinya, urutan kelima dari komoditas yang memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan negara. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik pada 2012, sektor pariwisata sepanjang 2011 mengkontribusikan 8,554 miliar dolar AS bagi devisa negara. Kontribusi sektor pariwisata itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar 7,6 miliar dolar AS. Nilai kontribusi tersebut menempatkan pariwisata dalam ranking kelima di bawah migas, batu bara, minyak kelapa sawit, dan karet olahan. Kontribusi PDB Pariwisata pada 2011 sebesar Rp296,97 triliun atau 4 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja pada 2011 sebanyak 8,53 juta orang bergerak di bidang pariwisata atau mencapai kontribusi 7,72 persen. Berdasarkan data Kemenparekraf, kontribusi PDB pariwisata terhadap PDB nasional pada 2011 mencapai 2,91 persen. Dari persentase itu, restoran menyumbangkan kontribusi terbesar yakni 2,28 persen disusul hotel 0,35 persen serta rekreasi dan hiburan 0,28 persen. Sumber : http://www.beritasatu.com/destinasi/90535-sektor-pariwisata-sumbang-devisa-negara-8-5-miliar-dolar-as.html (diakses pada Selasa, 20 Oktober 2014 pukul 22.32 WIB)

Brand negara-negara tujuan parawisata di Asia sebagai saingan pariwisata Indonesia yakni, India dengan tag line pariwisatanya “Incridible India”, China dengan “Land of History, Place of Legend”, Korea Selatan dengan “The Heart Of Asia”, Vietnam dengan “The Hidden of Charm”, Thailand dengan “Amazing Thailand”, Malaysia dengan “Truly Asia”, serta Brunei yang berbatasan langsung dengan Indonesia punya tagline “The Green Heart of Borneo, A Kingdom of Unexpected Treasures”. Masing-masing negara bersaing untuk menawarkan sesuatu yang unik dari negaranya.

Dalam Discovery Channel, Malaysia merupakan negara yang paling gencar mempromosikan pariwisatanya. Mulai dari keragaman budayanya, wisata belanja, makanannya, sampai dengan wisata olahraga dengan promosi Sirkuit Sepang-nya. Indonesia dengan brand Wonderful Indonesia jarang ditemui dalam promosi iklan wisata di TV berbayar. Branding “Wonderful Indonesia” diharapkan tidak hanya sebatas slogan. Daniel Surya dalam artikelnya berjudul Bisnis Progresif Melalui Branding mengatakan bahwa, Esensi brand bukanlah slogan. Ia memiliki arti yang lebih mendalam, yakni jiwa dari brand. Esensi ini pula yang dapat dijabarkan lebih rinci menjadi satu set personalitas yang harus dijiwai setiap staf berbagai lini, dan mampu dikomunikasikan kepada publik secara konsisten sehingga memberikan integritas dalam memenuhi janji-janji kepada publik.

Selogan “Wonderful Indonesia” adalah branding pariwisata Indonesia Mulai tahun 2011. Sebelumnya, Indonesia menggunakan slogan “Ultimate in Diversity” sejak tahun 2004. Branding Wonderful Indonesia masih menggunakan logo lama berupa simbol burung garuda yang digunakan sejak tahun 2008 - kala itu untuk memperingati 100 tahun kebangkitan nasional. Elemen yang terkandung dalam branding Wonderful Indonesia yaitu: nature, culture, people, food, value for money.

Persaingan dalam branding destinasi semakin ketat. Apalagi jika melihat pariwisata Indonesia yang masih kalah dari negara lain, terutama negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kesuksesan branding Wonderful Indonesia tidak hanya diukur dari jumlah turis atau wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Lebih dari itu, branding Wonderful Indonesia harus mampu menciptakan ekuitas merek yang meliputi dimensi performa, citra sosial, nilai, kepercayaan, dan identifikasi yang dipertahankan dan dihidupkan oleh orangorang di dalamnya. Sebagai sebuah proses yang berkelanjutan, branding Wonderful Indonesia tentu membutuhkan dukungan semua pihak (stakeholders). Pemerintah perlu membangun sinergi dan mendorong partisipasi dan peran aktif masyarakat umum, pihak swasta, investor, pelaku industri pariwisata, media massa, dan lainnya.

Branding Wonderful Indonesia tidak saja tugas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan industri hotel saja, tetapi benar-benar harus dijiwai oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Jika Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah (hospitality) dengan nilai gotong royongnya, maka sudah sepantas-nya kita buktikan kepada dunia, bahwa Indonesia punya wonderful people. Jika Indonesia ingin disebut sebagai bangsa yang punya wonderful culture, maka sudah seharusnya kita menjaga dan melestarikan budaya bangsa kita. Jangan sampai budaya bangsa kita malah dilestarikan dan diakui oleh bangsa lain. Jadi jangan hanya menjadi slogan saja, yang setiap tahun harus berganti nama.

Dalam pengertian yang lebih sederhana, positioning sering disebut sebagai strategi untuk memenangi dan menguasai benak pelanggan melalui produk yang ditawarkan. Namun, menurut Hermawan Kertajaya (2009:14), positioning didefinisikan sebagai : “The strategy to lead your customer credibility”, yaitu upaya untuk mengarahkan pelanggan secara kredibel.

Rendahnya anggaran yang dimiliki oleh Indonesia dalam menjalankan strategi pemasaran pariwisata Indonesia, maka strategi yang digunakan harus tepat dalam mencapai target yang telah ditentukan, terutama dalam kontribusinya dalam meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang berimbas pada meningkatnya jumlah devisa negara dari sektor pariwisata. Beberapa langkah pemasaran dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mempunyai peran sebagai lembaga pemerintahan mewakili negara Indonesia dalam bidang kepariwisataan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam pemerintahan negara.

Wacana tentang kegagalan pariwisata manimbulkan perdebatan mengenai paradigma pembangunan pariwisata yang berkembang dewasa ini yang dianggap kurang menguntungkan komunitas setempat. Pengembangan pariwisata yang baik harus memberikan keuntungan ekonomi, social dan budaya kepada komunitas di sekitar destinasi. Kemudian lahirlah pemikiran untuk mengembangkan pariwisata yang lebih berpihak pada masyarakat yang kemudian dikenal dengan istilah Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis komunitas. Community Based Tourism (CBT) adalah pariwisata yang memperhitungkan dan menempatkan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya, diatur dan dimiliki oleh komunitas, untuk komunitas (Anstrand, 2006:14). Mencoba melihat CBT bukan dari aspek ekonomi terlebih dahulu melainkan aspek pengembangan kapasitas komunitas dan lingkungan, sementara aspek ekonomi menjadi „induced impact‟ dari aspek sosial, budaya dan lingkungan. Konsep Community Based Tourism adalah pengembangan pariwisata yang mensyaratkan adanya akses, partisipasi, control dan manfaat bagi komunitas dalam aspek ekonomi, social, budaya, politik dan lingkungan. (Demartoto dan Sugiarti, 2009:19)

Prinsip dasar Community Based Tourism menurut World Tourism Organization (2005) sebagai berikut. (1) Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata; (2) Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek; (3) Mengembangkan kebanggaan komunitas; (4) Mengembangkan kualitas hidup komunitas; (5) Menjamin keberlanjutan lingkungan; (6) Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal; (7) Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas; (8) Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia; (9) Mendistribusikan keuntungan secara adil kepada anggota komunitas; dan (10) Berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek-proyek yang ada di komunitas.

Sektor Pariwisata Indonesia sangat potensial untuk pemberdayaan komunitas dan mempunyai efek yang sangat luas. Karena usaha-usaha di sektor pariwisata terkait langsung dengan banyak sektor lain yang mempengaruhi kehidupan ekonomi rakyat. Konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat merupakan langkah efektif untuk menjadikan sektor pariwisata memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Strategi khusus pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pariwisata dapat dilakukan dengan konsep community based tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat/komunitas, adalah dengan melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program pariwisata.

Masyarakat lokal menjadi pemanfaat utama dari kegiatan pariwisata lokal. Konsep community based tourism banyak diterapkan dalam penyelenggaraan wisata petualangan (backpacker), wisata budaya, dan ecotourism sehingga model community based tourism sangat cocok untuk pelestarian sumber-sumber daya lokal baik sumber daya alam maupun budaya.

Branding Wonderful Indonesia belum seimbang dengan aspek kebersihan, ketertiban, dan keamanan di hampir setiap destinasi dan daya tarik wisata di Indonesia yang ditawarkan kepada wisatawan. Hal tersebut berakibat pada menurunnya daya saing destinasi pariwisata di tanah air. Ini mengakibatkan daya saing destinasi kita turun baik dalam lingkup dan skala regional, nasional, bahkan internasional, dan ini memang tantangan kita selanjutnya. Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif harus terus melakukan dan memfasilitasi promosi destinasi pariwisata untuk mendorong pergerakan perjalanan wisatawan. Pengemasan informasi destinasi pariwisata di daerah juga harus diperhatikan, informasi harus menyajikan kejelasan jenis wisata yang ditawarkan, aksesibilitas, dan akomodasi. Ketiga hal tersebut harus diupayakan kelengkapan identitasnya termasuk dalam hal penulisan alamat meliputi nama jalan, telepon, email, dan identitas lain.

Luasnya wilayah Indonesia mendorong pentingnya pengembangan dan pemantapan citra di setiap destinasi wisata andalan. Branding di setiap daerah juga harus menyesuaikan dengan potensi pariwisata dan kekhasannya, serta dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan dengan perencanaan promosi jangka panjang yang dilegalkan oleh Peraturan Daerah (Perda). Hal yang juga tak kalah penting yakni pemanfaatan teknologi informasi yang harus dioptimalkan mengingat perannya yang semakin besar saat ini. Upaya penanganan usaha pariwisata harus berdasarkan sistem teknologi informasi dimana setiap destinasi harus memiliki website, home page, email, dan jejaring sosial media. Ini akan memperkuat branding kita.

Banyak potensi pariwisata di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi tapi belum terjamah oleh wisatawan. Pengembangan pariwisata sebuah kota harus mengedepankan aspek budaya atau kearifan lokal yang berbasis masyarakat/komunitas, sehingga diharapkan community based tourism dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan, dan mengangkat budaya asli setempat yang pada akhirnya akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya, community based tourism adalah konsep pariwisata yang nyata, langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnya pun langsung dinikmati oleh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun