Mohon tunggu...
henny widhiarti
henny widhiarti Mohon Tunggu... Lainnya - a mother, wife, daughter, student studying in psychology

random person an alpha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pola Konsumsi Postmodernisme Oleh Jean Francois Lyotard

11 Januari 2024   10:32 Diperbarui: 11 Januari 2024   10:40 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hakikatnya, munculnya postmodernisme tidak dapat lepas dari modernisme itu sendiri. Kata modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan dimana semua kebutuhan akan dapat terpenuhi.

McDonald's merupakan suatu fakta bahwa restoran cepat saji (fast food) mencerminkan paradigma masa kini dari rasionalitas formal yang biasa disebut birokrasi. Secara tidak langsung dapat dinyatakan bahwa rasionalitas formal tersebut merupakan komponen kunci kehidupan postmodern. Restoran cepat saji adalah contoh yang baik dari penekanan pada kuantitas ketimbang kualitas. Usaha bisnis lain yang tak terhitung jumlahnya dan sektor kehidupan sosial lain berupaya menyamai atau bahkan mengungguli sebagian atau seluruh pembaruan yang diprakarsai oleh restoran cepat saji tersebut. Bila rasionalitas formal disamakan dengan modernitas, maka kesuksesan dan penyebaran restoran cepat saji serta derajat penerimaannya yang menjadi model pelayanan di berbagai sektor kehidupan bermasyarakat lainnya, menunjukkan bahwa kehidupan dunia modern tetap berlangsung.

Pola konsumsi baru adalah bersifat postmodern dalam pengertiannya yang lebih penting, yakni pola-pola itu sangat rasional atau ter-McDonaldisasi-kan. Hal itu dapat dideskripsikan sebagai berikut: Efisiensi Mall, misalnya, dapat digambarkan sebagai mesin penjualan yang sangat efisien. Ini pada gilirannya menjadikannya "mesin pembelian" yang sangat efisien dari perspektif konsumen. Persaingan serupa terjadi di Departement Store berdiskon, konsumen dibuat percaya bahwa mereka dapat mengandalkan tiga hal, dapat dikuantifikasi, harga rendah, jumlah barang yang banyak dan keanekaragaman jenis barang. Mereka juga percaya pada diskon yang diberikan Mall, meski diskon itu seringkali hanya tipuan. Jadi, dapat dilihat bahwa alat-alat konsumsi baru sudah sangat rasional, karena hal tersebut merupakan fenomena modern. Dengan gejala-gejala seperti itu, orang-orang atau para konsumen diransang untuk mengikuti perkembangan zaman dengan memiliki barang-barang yang ditawarkan, sehingga orang tidak hanya terbatas pada alasan pemenuhan kebutuhan fisik dan spiritual saja melainkan juga kebutuhan-kebutuhan lain. 

Pola Konsumsi Masyarakat Postmodern, McDonald's (dan industri fast food pada umumnya) yang merupakan salah satu dari pola konsumsi masyarakat postmodern, selain pola-pola lainnya seperti mall, megamall, cybermall, superstore, discounter, saluran hiburan, hotel-kasino dan taman peternakan. Semua pola konsumsi baru itu adalah postmodern dalam pengertian bahwa pola-pola itu sebagian besar adalah inovasi baru yang muncul dan berkembang.

Salah satu alasan kenapa menginginkan barang konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia baik bagi keperluan perut maupun kebutuhan yang disebabkan oleh khayalan. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka manusia harus bekerja. Pekerjaan merupakan identitas dari manusia itu sendiri. Keberadaan manusia ditentukan oleh pekerjaan yang dimilikinya. Eksistensi manusia hilang manakala ia tidak bekerja. Dengan timbunan besar barang/komoditi ini melahirkan kemakmuran dalam masyarakat kapitalis. Sebagian besar orang-orang menginginkan barang konsumsi karena memiliki alasan yang beranekaragam. Kebutuhan terhadap barang tidak hanya terbatas untuk menghalangi atau mengurangi kemiskinan dalam kehidupan Masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan secara fisik maupun spiritual tetapi juga menciptakan suatu perubahan dari periode modern ke masa postmodern.

Dengan dilatarbelakangi oleh berbagai semangat ataupun spirit, seseorang dimotivasi untuk tidak hanya menginginkan tetapi juga dirangsang untuk mengumpulkan barang menjadi sebuah kapital atau modal sehingga melahirkan kehidupan postmodern dalam masyarakat. Kehidupan postmodern ini selanjutnya menciptakan pola-pola konsumsi baru yang merupakan ciri khas dari kehidupan postmodern tersebut dan membuat orang atau para konsumen bisa menikmati apa-apa yang disediakan oleh era kehidupan tersebut yang disebabkan oleh khayalan. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka manusia harus bekerja. Pekerjaan merupakan identitas dari manusia itu sendiri. Keberadaan manusia ditentukan oleh pekerjaan yang dimilikinya. Eksistensi manusia hilang manakala ia tidak bekerja. Dengan timbunan besar barang/komoditi ini melahirkan kemakmuran dalam masyarakat kapitalis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun