Mohon tunggu...
henny widhiarti
henny widhiarti Mohon Tunggu... Lainnya - a mother, wife, daughter, student studying in psychology

random person an alpha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relevansi Jati Diri Manusia dalam Kehidupan Sehari-hari Menurut Arthur Schopenhauer

11 Januari 2024   03:39 Diperbarui: 11 Januari 2024   04:07 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jati diri sebagai hasil dari refleksi diri. Rumusan jati diri ini membantu manusia dalam mengenali makna hidup di tengah perkembangan. Jati diri ini bukan statis tapi dinamis. Dimana makna diri ini melibatkan aktivitas pemahaman diri dari waktu ke waktu. Individu selalu merenungkan diri hingga batas dari pemenuhan hidupnya. Jati diri ini berbeda dari pribadi atau kepribadian

Salah satu hal yang sangat penting adalah bahwa kita memiliki kecenderungan aneh untuk mencemaskan sesuatu, dan mengerahkan energi kita tepatnya ke hal-hal yang tidak mampu dikendalikan. Seharusnya perhatian pada parameter-parameter dalam hidup yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi: memastikan kita memulai pelayaran yang sungguh kita inginkan, dan demi alasan-alasan yang bagus; meluangkan waktu untuk mencermati awak (maskapai penerbangan) terbaik untuk kapal (udara) kita; dan melakukan persiapan-persiapan terkait. Dengan demikian, memusatkan perhatian dan usaha ke tempat yang memiliki kendali terbesar, lalu membiarkan semesta berjalan sesuai kemauannya, akan menghemat banyak energi sekaligus meminimalkan kecemasan.

Bagaimanapun, embusan angin yang tiba-tiba dapat mengubah arah anak panah, membuatnya melenceng sama sekali dari sasaran. Atau hal lain mungkin tiba-tiba menjadi penghalang antara sang pemanah dan sasaran, misalnya kereta yang melintas. Selain itu, sasaran itu sendiri mungkin bergeser, menghindar dari senjata terbang tadi terutama jika yang jadi sasaran adalah seorang prajurit musuh. Oleh karena itu, "niat mengenai sasaran adalah pilihan, tapi tidak dapat dipaksakan", pernyataan yang terlihat samar tapi memiliki makna yang cukup jelas: pemanah dengan sengaja memilih berusaha mengenai sasaran, dan sebisa mungkin mengenai sasaran itu. Namun juga siap menerima hasil yang mungkin negatif dengan tenang (equanimity), sebab hasil itu tidak pernah sepenuhnya ada dalam kendalinya. Variabel-variabel lain bisa muncul sama seperti yang terjadi pada banyak hal yang kita putuskan untuk lakukan.

Bayangkan, misalnya tingkat "pengendalian" yang kita miliki atas tubuh kita. Sejak kecil sudah mengalami masalah dalam hal berat badan. Sebagai anak yang gemuk maka tak heran sering menjadi bahan olok-olok di sekolah. Belakangan malah menjadi remaja yang agak kurang percaya diri, khususnya dalam hubungan pribadi, terutama dengan lawan jenis. Namun seiring berjalannya waktu masalah tersebut dapat teratasi walau masalah berat badan masih menghantui dan akan selalu begitu. Perspektif sangat berguna dalam hal ini, pertama anak tersebut tidak memiliki kendali atas gen yang yang membentuknya atau sama pentingnya dengan lingkungan sekitarnya. Makan apapun yang dihidangkan oleh orang tua dalam hal jumlah dan frekuensi yang tepat menurut mereka, sehingga memang suatu kebiasaan dibentuk oleh interaksi awal antara gen-gen dan lingkungan masa balita serta kanak-kanak.

Namun ini bukan alasan untuk tunduk pada fatalisme dan sikap tak berdaya. Bagian terpenting dalam proses tumbuh dan menjadi orang dewasa yang matang adalah memastikan ada lebih banyak kendali dalam hidup kita, termasuk pilihan-pilihan tentang apa yang kita makan dan berapa banyak, apakah kita akan berolahraga dan seberapa rajin, dan sebagainya. Jadi, meskipun barangkali terlambat dibanding waktu yang ideal, tapi dengan tekad, lebih dari lima belas tahun mulai berolahraga secukupnya guna mempertahankan kualitas otot dan kapasitas olahraga, maka kira-kira pada waktu yang sama bisa dimulai juga aktivitas preferensi membaca tentang dasar-dasar ilmu gizi, memperhatikan label kandungan makanan dan secara umum berusaha makan makanan yang sehat dalam jumlah yang secukupnya. Jika barangkali masih lebih sering alpa dari kebiasaan-kebiasaan tersebut, tapi hasilnya jelas menunjukkan arah positif sehingga tampak terlihat lebih sehat dan jauh lebih baik dari sebelumnya, yang pada gilirannya membuat secara psikologis juga membaik walau masih belum dan bahkan tidak akan pernah memiliki bentuk tubuh seramping atau sekekar yang dimiliki seseorang karena anugerah alami yang didapatkan melalui perjuangan serius.

Dulu hal seperti ini menjadi maalah dan sumber rasa frustasi. Sekarang sudah tidak lagi karena sudah bisa mengendalikan beberapa hal (apa yang dimakan, kapan berolahraga) tapi tidak yang lain (gen, pengalaman masa kecil, dan sejumlah faktor eksternal lain termasuk pengaruh olahraga terhadap tubuh). Jadi hasilnya tubuh yang dimiliki, tingkat kesehatan yang dinikmati bisa diterima dengan sikap tenag "memilih, tapi tidak memaksa mendapatkannya", sehingga kesimpulannya adalah mendapatkan kepuasan dari mengetahui bahwa tidak peduli hasil sesungguhnya yang didapatkan, namun tetap melakukannya sebaik mungkin.

Jati diri manusia Schopenhauer yang dibahas merupakan upaya yang mendorong manusia untuk memahami makna dan tujuan hidupnya. dalam "The Concept of Man: A Study in Comparative Philosophy" menyinggung bahwa pemahaman manusia atas dirinya menjadi kebenaran untuk segala aktivitasnya di dunia. Filsafat menjadi penerang jalan hidup.

Pemahaman jati diri manuia secara tidak langsung sebagai penentu hidup manusia sebab jati diri ini mengandaikan suatu frame dasar manusia dalam hidupnya. Kesadaran manusia tentang jati dirinya sebagai titik tolak dari pengertian tentang keberadaannya. Menurut Arthur Schopenhauer jati diri sebagai hasil dari refleksi diri. Rumusan jati diri ini membantu manusia dalam mengenali makna hidup di tengah perkembangan. Jati diri ini bukan statis tapi dinamis. Dimana makna diri ini melibatkan aktivitas pemahaman diri dari waktu ke waktu. Individu selalu merenungkan diri hingga batas daripemenuhan hidupnya. Jati diri ini berbeda dari pribadi atau kepribadian.

Kemudian konsep jati diri manusia menurut Arthur Schopenhauer harus menekan ambisi ego dan kepentingan individunya. Manusia yang menuruti ego justru membuat hidupnya menderita. Ego manusia yan tidak terkontrol dapat juga membahayakan orang lain. Konsep jati diri manusia Schopenhauer dijelaskan dalam satu kesatuan utuh dan seimbang dari seorang manusia yang meliputi tiga aspek penting: kepribadian, identitas diri dan keunikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun