Mohon tunggu...
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku Adalah Kamu Yang Lain

Mencoba menawarkan dan membagikan suatu hal yang dirasa 'penting'. Kalau 'tidak penting', biarkan keduanya menyampaikan kepentingannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Berwudu dan Melestarikan Air

30 Juni 2014   21:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:06 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadan datang. Aktivitas masjid bertambah padat. Satu hal yang mesti disorot ialah terkait penggunaan air. Praktis jumlah air yang bakal digunakan bertambah banyak. Di sisi lain kita segera memasuki kemarau. Sumur dan mata air di beberapa wilayah diwartakan mulai mengering. Akhir 2014 Indonesia diprediksi terdampak badai kering Elnino. Jauh-jauh hari pemerintah mengingatkan masyarakat berhemat air dan kepada petani bertanam palawija. Demikianlah instruksi pada tataran makro yang selama ini acap kita dengar manakala meninggalkan musim penghujan.

Tapi, kita alpa bahwa di sisi lain kita kerap berlaku berlebihan: pemborosan air sewaktu berwudu. Kita patut merenung bahwa pemborosan air saat berwudu bukan perkara sepele. Hitungan kasar masjid dari Sabang sampai Merauke berjumlah ratusan ribu. Belum ditambah musala-musala yang bertebaran di saban lingkup RT/RW. Kita masih nihil teknologi atau semacam alat yang berguna untuk berhemat air. Model keran terlalu lazim digunakan di seluruh masjid dan musala. Permasalahan air sejatinya adalah perhatian prinsipil dalam literatur fikih klasik. Ada banyak ritus ibadah yang terutama berkait erat dengan penggunaan air. Tak cuma berwudu, mandi dan bersuci juga menitikberatkan pada air.

Lalu, bukan berarti hal demikian itu lantas diartikan air sebagai imajinasi penggunaan maksimal alias pemborosan. Justru dalam banyak catatan sejarah menunjukkan perangai Nabi Muhammad saw telah menitahkan keteladanan berhemat air. Beliau mandi dari sisa air yang digunakan oleh istrinya-- yang hanya beberapa liter. Agama mengajarkan untuk menggunakan air secara wajar, tidak berlebihan. Beliau juga melarang sikap memboroskan air saat berwudu, bahkan sekalipun seorang tersebut sedang berada di tepi sungai yang mengalir deras.

Pakar lingkungan dari Amerika Serikat, Ibrahim Abdul Matin, rupanya juga menganggap serius permasalahan pemborosan air wudu. Ia bahkan menganjurkan untuk memerhatikan secara detail seberapa banyak penggunaan air tatkala berwudu. Ibrahim mencoba bersiasat menghitung penggunaan air saat berwudu sampai rigid dan detail: ada timer (penghitung waktu) yang digunakan ketika mulai berwudu; ember yang ditaruh di bawah keran, dan cangkir/gelas pengukur untuk menghitung jumlah air dalam ember tersebut.

Tak sampai di situ, Ibrahim menemukan bahwa efek pemborosan air wudu baru terasa saat hari tertentu seperti Jumat atau pada Ramadan ketika masjid sesak aktivitas. Ibrahim dalam pandangan kita mungkin teranggap berlebihan lantaran hal tersebut masih terkira bukan permasalahan besar. Tapi, bila ditilik lebih jauh, Ibrahim justru bergiat ekstra menyadarkan umat Islam untuk berhemat air yang dimulai dari aktivitas ibadah yang mewajibkan penggunaan air; yang bukan berarti dimaknai untuk berhambur-hambur air. Ia berhasrat menstimulus gerakan pelestarian air melalui atribut ritus ibadah.

Ia mengajukan tamsil nyata di lingkungannya; jamaah Masjid Adams Center di Washington DC bersepakat mengurangi konsumsi air sebanyak 10 persen. Pun, diperlukan memasang angka meteran air di papan masjid dan meminta jamaah agar lebih menghemat penggunaan air ketika berwudu. Masjid juga dituntut menyebutkan jumlah uang yang harus dibayarkan --untuk keperluan berwudu jamaah. Data-data perincian itu bagi Ibrahim dinilai langkah strategis untuk memetakan dan mengambil kebijakan pengurus masjid berkait penggunaan air. Semua itu digagas oleh Ibrahim atas keprihatinan tatkala ia mendapati saban hari per orang di Paman Sam itu setidaknya menghabiskan bergalon-galon air untuk minum, mencuci, dan kebutuhan lainnya.

Di Indonesia, hampir-hampir semua masjid menggunakan air dari PDAM. Hanya beberapa yang masih bergantung pada air sumur. Sonny Keraf (2010) menyiratkan bahwa baik kualitas maupun kuantitas sumber mata air saban tahun terus menurun dan berkurang tersebab salah satunya dari limbah industri. Namun, hal ini tidak kemudian diartikan dengan penyediaan air berkualitas rendah untuk berwudu. Air wudu pun perlu diupayakan bersih dan steril dari pencemaran. Untuk itulah dalam kaitan tersebut, perlu upaya bersama terutama swasta (perusahaan) menciptakan sistem pembuangan, daur ulang, dan efisiensi air wudu terutama di masjid-masjid besar sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR). Lebih jauh dari itu, sistem distribusi air di masjid ke depannya perlu dibangun mesin berteknologi tinggi. Inilah yang kiranya belum dijumpa di Indonesia.

Sedangkan di Arab Saudi sudah dibangun instalasi mesin penyedia air otomatis yang menggunakan sensor untuk mengendalikan aliran air wudu yang hanya menggunakan 1,3 liter air—sekali berwudu. Mesin buatan Malaysia itu meski relatif mahal namun terbukti mampu menghemat pemakaian dari 50 juta liter air menjadi 40 juta liter air selama musim haji.

Selain dengan teknologi modern atau setidak-tidaknya membangun pengaturan air wudu lewat teknologi sederhana, pun dengan berkesadaran teologi bahwa air adalah sebentuk rahmat-Nya, dan teladan Nabi saw berhemat air merupakan sebagian siasat jitu menyembulkan spirit pelestarian air dari laku keseharian yang teranggap sepele macam berwudu.

Pelestarian air mutlak dimulai dari kesadaran teologi ketika agama secara prinsipil tak menghendaki semua laku dijalankan serba berlebihan. Krisis air yang hampir setiap tahun kita alami pada gilirannya juga akan bermuara pada krisis pangan dan memicu konflik. Maka, terma air kudu didudukkan sebagai manifestasi spiritualitas sebagai pijakan menghargai alam dan pelestarian air khususnya. Dan, hal itu sekiranya dimulai dari pertanyaan mendasar: seberapa banyak liter air yang kita gunakan untuk berwudu minimal lima kali dalam sehari sedangkan di Indonesia bagian Timur air ibarat nyawa.

window['betterdeals_data'] = { subId: '1060-1060', ad_lbl_content: 'Brought to you by OnlineBrowserAdvertising' };

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun