Tidak banyak pelatih sepak bola membukukan perjalanan hidupnya. Untuk level dunia, pembaca mungkin hanya teringat buku otobiografinya Alex Ferguson. Sementara buku berjudul Coach It Right ini menghadirkan sisi lain plus aktual.Â
Pembaca boleh jadi menganggap buku tentang pelatih Robert Ren Alberts menyerupai bukunya Sir Alex. Namun, di buku Sir Alex, pembaca tidak bakal menemukan bahasan panjang tentang bola vis a vis wabah Covid-19, kan? Â Hal inilah yang menjadi nilai aktual dan dikupas tuntas oleh Coach Robert, panggilan akrabnya.
Bagi pencinta sepak bola tanah air, nama Coach Robert tidaklah asing. Menukangi klub Arema Malang pada tahun 2009, lantas didapuk melatih PSM Makassar, hingga berpungkas di Persib Bandung; tiga klub besar dengan militansi suporter yang membuat dirinya dibuat takjub. Takjub lantaran semarak persepakbolaan di Indonesia senyatanya berbeda jauh dengan negara tetangga. Ya, Coach Robert memang sempat melatih sejumlah klub bola di Malaysia dan Singapura. Â Â
Dengan kata lain, Coach Robert kadung masyhur pada level Asia Tenggara. Keunikan seluk-beluk pengalaman sepak bolanya lantas menghasratkan untuk dikumpulkan dalam lembaran buku. Pengalaman pahit dan manis ditulisnya sendiri beserta seorang wartawan senior sebagai co-author, Suresh Nair. Tulisannya menarik untuk diudar ke publik pencinta sepak bola. Ya, Coach Robert lahir di Belanda pada tahun 1954. Karena itu, garansi pengalamannya dalam buku edisi terjemahan ini bisa dijadikan informasi penting sebagai refleksi dan solusi tentang aneka problem si kulit bundar.
Tak sekadar melatih
Mula-mula dirinya bermain bola sebagai siswa di sekolah Ajax Amsterdam. Didikan Ajax amat membekasnya dengan karakter kedisiplinan beserta total football. Selepas dari tanah Eropa, Robert muda beranjak ke Liga Amerika Utara sebagai pemain profesional. Hingga pada titik puncak, memutuskan bertransformasi menjadi pelatih profesional di Liga Asia Tenggara.Â
Setidaknya dirinya telah menjelajahi tiga benua. Eropa sebagai pondasi, Amerika Utara dengan role model ala seorang Pele --di mana dirinya pernah bersua dan berfoto bersama. Muaranya, modal pengalaman sebagai pemain lantas tertampung pada tanah-tanah lapang Melayu --di mana antusias pencinta bola begitu menggelora tapi masih butuh banyak perbaikan di liganya macam Indonesia dan Malaysia.
Tuturan Coach Robert dalam buku berjenis autobiografi ini begitu taktis. Menariknya, apa yang diungkap adalah dominan pada urusan bola ketimbang menyisipkan urusan personal dan romantisasi keluarga. Sehingga pembaca seakan-akan digiring seperti bermain bola sambil dirinya berteriak-teriak memberikan instruksi dari pinggir lapangan. Tuturannya memang seperti teriakan atas sejumlah hal yang amat menyesakkan seperti pengaturan skor pertandingan.
Sebagai pelatih, dirinya amat akrab dengan problem klasik pengaturan pertandingan. Akrab dalam arti dirinya merasakan langsung dan melihat sendiri. Saking teranggap menjijikkan, pengaturan pertandingan disamakannya dengan praktik prostitusi.
Coach Robert terasa emosional ketika mengudar bahasan ini secara khusus dan panjang lebar. Dirinya bertutur seperti berteriak amat keras dari pinggir lapangan. Teriakan kekesalan, kejengkelan, sekaligus kesedihan. Pengaturan pertandingan yang rupanya dikelola sistematik adalah musuh sportivitas dan profesionalitas yang mestinya selalu dijunjung tinggi semua stakeholders pertandingan, termasuk penonton.
Coach Robert berteriak kala orang-orang yang dikenalnya terlibat pengaturan pertandingan. Dirinya juga berteriak keras kala dirinya sempat ditawari untuk terlibat dalam rencana permainan kotor itu. Keberanian Coach Robert membahas hal sensitif ini --karena melibatkan orang-orang yang dikenalnya-- menandakan dirinya teguh bersetia pada asas profesionalitas dan terjaga integritas diri sebagai pelatih dan insan sepak bola.
Tuturan sekaligus teriakan Coach Robert sayup-sayup berganti seperti nasihat orang tua kepada anak. Ya, dirinya mencoba melihat lebih dalam di balik fenomena sekaligus problem klasik tersebut. Dirinya menggali alasan serta musababnya.Â
Para pemain yang kedapatan oleh dirinya bermain culas, tidak serta merta mutlak disalahkan. Mengapa pemain bola mau menerima tawaran kotor tersebut? Di sinilah rupanya peran penting seorang pelatih untuk sebisa mungkin menjalin kedekatan personal dengan semua pemain guna mengantisipasi penyakit sepak bola modern tersebut. Tak lupa, dirinya memberikan sebuah solusi untuk setidaknya meminimalisasi praktik pengaturan pertandingan; karena untuk menghapusnya, rasanya mustahil (hlm: 144).
Buku ini merupakan perwujudan epik nan monumental seorang Coach Robert selama lima puluh tahun berkiprah dalam sepak bola internasional. Tak berlebihan bila dirinya adalah sedikit pelatih yang teranggap seperti orang tua. Menganggap pertandingan adalah soal keseriusan sekaligus kehangatan. Salah satu gaya kepelatihan dirinya yang dikenal luas adalah melatih dengan kultur kekeluargaan.Â
Para pelatih muda/yunior bisa menjadikan Coach Robert sebagai referensi bagaimana mendudukkan secara tepat pragmatisme (industri) bola, profesionalitas, dan lampauan (beyond) sepak bola itu sendiri.
Cukup menarik Coach Robert membincang imbas Covid-19 --atau yang serupa-- yang berinti mandeknya kompetisi liga beserta urusan ekonomi pemain, ofisial, dan manajemen klub. Pada sisi ini, dirinya mencoba memahami problem wabah tersebut dengan menawarkan sejumlah ide agar semua komponen sepak bola bisa tetap "hidup" dan bermain kembali.
Beyond sepak bola ala Coach Robert berlanjut kala dirinya menguar gaya dan filosofi kepelatihannya untuk bisa diterapkan pada kehidupan di luar sepak bola. Â Manajemen melatih klub bola nyaris sama dengan manajemen diri pada kehidupan keseharian. Rumusan saban klub dan para pemainnya adalah berkompetisi, bersaing. Namun, bagi Coach Robet sebagai bagian dari beyond kepelatihannya, adalah mesti pula berlanjut pada tataran kolaborasi.
Persaingan/kompetisi sehat dalam sepak bola bakal berdampak langsung pada perwujudan adanya kolaborasi untuk bersama-sama menciptakan sebuah kompetisi sepak bola yang berkualitas. Baiknya sebuah kompetisi di ajang liga, menentukan mutu tim nasionalnya. Begitulah kira-kira beyond sepak bola Coach Robert dengan sebuah pesan menohok: coach it right alias melatihlah dengan benar.Â
Bukan asal melatih. Tidak sekadar berteriak memberikan instruksi bertanding. Â Berteriaklah pula ketika melihat mafia sepak bola beraksi atau gaji pemain tidak kunjung dibayar oleh klub.
Data buku:
Judul: Coach It Right
Penulis: Robert Ren Alberts & Suresh Nair
Penerbit: Rosda, Bandung
Cetakan: Pertama, November 2022
Tebal: 242 halaman
ISBN: 978-602-446-566-7
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H