Oleh   : Septi Aprilia, Mahasiswa S3 Prodi Pendidikan IPA Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Dosen ITS PKU Muhammadiyah Surakarta
Diabetes merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita di dunia saat ini. Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), pada tahun 2021 terdapat 537 juta orang dewasa (20-79 tahun) menderita diabetes. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 643 juta pada tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045. Untuk itu upaya menurunkan diperlukan solusi inovatif untuk memantau glukosa darah melalui glukometer.
Glukometer merupakan alat diagnostik point of care testing untuk mengukur kadar glukosa darah dalam tubuh manusia. Penggunaan glukometer juga dapat digunakan secara mandiri oleh pasien terutama pasien yang membutuhkan pemantauan kadar gula darah secara berkala. Menurut Kumar, et al (2018), biomarker lain seperti hemoglobin, serum albumin, mikroalbuminuria, kreatinin, dan rasio albumin terhadap kreatinin juga dapat diukur menggunakan glukometer.
Kontrol glukosa sangat penting untuk mengelola diabetes dengan baik. Langkah pertama dalam menjaga kesehatan pasien adalah pemantauan glukosa darah yang efektif dengan menggunakan gukometer. Glukometer invasif merupakan suatu alat pengukur kadar glukosa dalam darah dengan cara mengambil sampel darah dari tusukan pada jari. Glukometer invasif menjadi standar dalam pemantauan glukosa darah secara berkala bagi penderita diabetes. Setelah dilakukan penusukan pada ujung jari, selanjutnya alat ini menggunakan strip tes dan reagen kimia untuk mengukur kadar glukosa dalam darah. Kelebihan dari glukometer invasif yaitu hasil yang diberikan akurat dalam pengukuran kadar glukosa dalam darah. Glukometer invasif juga dapat memberikan hasil dengan cepat, sehingga memungkinkan mengambil tindakan yang diperlukan secara cepat. Selain itu, harga glukometer invasif umumnya lebih terjangkau dan mudah digunakan oleh pengguna. Namun, kekurangan glukometer invasif adalah proses pengambilan sampel darah dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa sakit pada pasien, terutama jika pengukuran dilakukan secara rutin. Penggunaan jarum suntik untuk pengambilan sampel juga dapat meningkatkan risiko infeksi dan memerlukan keterampilan khusus dalam penggunaanya.
Sedangkan glukometer non-invasif merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa dalam tubuh tanpa melakukan tusukan kulit dalam pengambilan sampel darah. Glukometer  non-invasif menggunakan air liur, air mata, keringat atau nafas untuk medium mengukur kadar glukosa. Keuntungan menggunakan glukometer non-invasif adalah alat ini memudahkan bagi pengguna karena tidak memerlukan tusukan dalam pengambilan sampel, sehingga pasien juga tidak akan merasakan sakit. Pengguna juga dapat melakukan pemantauan kadar glukosa lebih sering, sehingga dapat membantu dalam manajemen penyakit. Sehingga glukometer non-invansif berbasis nanoteknologi muncul sebagai inovasi baru dan pilihan penggunaan pemantauan diabetes.
Salah satu aspek menarik dari glukometer non-invasive berbasis nanoteknologi adalah penerapannya dalam struktur nano. Struktur nano menghasilkan rasio luas permukaan terhadap volume yang sangat besar, membuka peluang untuk hasil fisika dan kimia yang unik. Dalam sensor glukosa miniatur, sifat-sifat berskala nano dapat memberikan keuntungan signifikan, termasuk sensitivitas yang lebih baik, rasio sinyal-ke-noise yang lebih rendah, dan selektivitas pengukuran yang lebih tinggi.
Secara keseluruhan, glukometer berbasis nanoteknologi menjanjikan terobosan dalam pemantauan glukosa darah. Dengan mengintegrasikan keunggulan teknologi tinggi dan kemudahan penggunaan, alat ini memiliki potensi untuk mengubah paradigma dalam manajemen diabetes. Kita tidak hanya berbicara tentang kemajuan ilmiah, tetapi juga dampak positif pada kehidupan sehari-hari para penderita diabetes. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pihak berkepentingan kesehatan untuk mendukung dan mempercepat pengembangan serta implementasi glukometer berbasis nanoteknologi ini guna meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup para penderita diabetes di seluruh dunia.
Cara kerja glukometer berbasis nanoteknologi menunjukkan perkembangan teknologi saat ini. Prinsip elektrokimia dan sifat optik nanomaterial digunakan untuk mendeteksi perubahan kimia selama reaksi gula darah dengan enzim glukosa. Dengan teknik elektrokimia, biosensor, dan teknik deteksi gas, kadar glukosa darah dapat dilakukan pada media serumen dari tubuh manusia yang mudah diakses dan mengandung jejak glukosa seperti darah, urin, air liur, keringat, dan air mata. Nanosensor menjadi kunci dalam menghasilkan akurasi tinggi, memastikan bahwa setiap pengukuran memberikan informasi yang tepat dan akurat. Perkembangan ini juga memberikan solusi bagi tantangan yang dihadapi dalam metode pemantauan glukosa non-invasif. Meskipun glukometer berbasis nanoteknologi menjanjikan pemantauan yang minim ketidaknyamanan, banyak pertimbangan teknis yang perlu diatasi. Algoritma matematika kompleks diperlukan untuk mengkompensasi efek sinyal yang tidak berasal dari glukosa, yang seringkali muncul sebagai 'noise' dalam pengukuran. Selain itu, hambatan terkait dengan energi yang dipancarkan dan anisotropi kulit memerlukan pendekatan yang cermat untuk memastikan akurasi pengukuran glukosa.
Penting untuk diakui bahwa dukungan dan keterlibatan masyarakat serta pihak berkepentingan kesehatan sangat penting untuk mendukung pengembangan dan implementasi glukometer berbasis nanoteknologi ini. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa inovasi ini menjadi bagian dari upaya nyata untuk meningkatkan kualitas hidup para penderita diabetes di seluruh dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H