Mohon tunggu...
Ita Sartika
Ita Sartika Mohon Tunggu... -

hanya ingin melakukan yang terbaik...

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia: “Anak Kandung” Kita yang Terlantar

23 September 2012   04:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa merupakan sebuah karya cipta suatu bangsa yang dilahirkan berdasarkan sebuah perenungan, pemikiran dan kesepakatan yang kemudian dibakukan dan diakui secara bersama sebagai hak milik suatu bangsa yang melahirkannya. Sebagai suatu karya yang dilahirkan, bahasa yang ada di dunia ini beragam. Hal itu dikarenakan bangsa yang ada di dunia ini memiliki karakteristik serta budaya yang berbeda-beda, sehingga sangat memungkinkan adanya perbedaan dalam menciptakan sebuah bahasa.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terdiri dari masyarakat yang beraneka ragam budaya dan bahasa di dalamnya, memutuskan untuk melahirkan bahasa Indonesia sebagai anak kandung yang memiliki kedudukan paling tinggi dibandingkan dengan bahasa lainnya yang ada di Indonesia. Sebagai anak kandung, bahasa Indonesia kini mengalami keadaan yang memprihatinkan, ia dianaktirikan oleh bangsa yang melahirkannya sendiri. Bangsa Indonesia kini lebih menganakemaskan bahasa asing yang sebenarnya bukan merupakan anak kandungnya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari perlakuan bangsa Indonesia yang lebih mengagung-agungkan bahasa asing dibandingkan bahasa kandungnya.

Fenomena itu dapat dilihat dari semakin banyaknya para orang tua yang saat ini lebih memilih mengajarkan bahasa asing sebagai bahasa ibu anak-anak mereka, para remaja usia sekolah yang menyepelekan pelajaran bahasa Indonesia dan merasa sia-sia mempelajarinya, para pelaku bisnis yang lebih senang memakai istilah-istilah asing untuk menamai produk mereka, para pejabat yang lebih bangga memakai istilah asing dalam setiap percakapan yang dilakukannya baik itu dalam forum resmi maupun sehari-hari, atau bahkan saat ini sekolah-sekolah di Indonesia yang seharusnya merupakan wadah untuk mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada generasi muda berlomba-lomba memaksakan kehendaknya untuk menaikkan gengsi sekolah dengan memaksakan penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pembelajaran.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di atas, kita dapat melihat bahwa kecintaan bangsa Indonesia terhadap anak kandungnya pada saat ini memang cukup rendah. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kecintaan bangsa lain terhadap bahasa Indonesia pada saat ini yang semakin hari semakin meningkat. Seperti yang diungkap oleh Gani (2000: 58) yang mengungkapkan bahwa "saat ini bahasa Indonesia telah dipelajari di tiga puluh lima negara, antara lain di Australia, Amerika, Jepang, Korea, Singapura, serta negara-negara di Erofa Barat". Selain itu, Kirkpatrick (1995: 2) menyatakan bahwa:

di Australia, bahasa Indonesia telah diangkat sebagai salah satu dari empat bahasa Asia prioritas (Cina, Indonesia, Jepang dan Korea) yang perlu diajarkan di sekolah dasar dan menengah dengan sistem pendidikan Australia. Bahkan, di antara empat bahasa itu bahasa Indonesia direkomendasikan menjadi bahasa Asia pertama di Australia.

Perkembangan bangsa lain yang mencintai bahasa Indonesia pada saat ini memang sedang mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut dikukuhkan dengan dijadikannya bahasa Indonesia dan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi Association of Southeast Asian Nastion (ASEAN) yang membuat daya tarik bahasa Indonesia bagi bangsa lain semakin kuat.

Semakin meningkatnya bangsa lain yang tertarik untuk belajar bahasa Indonesia dapat dilihat juga dari banyaknya lembaga-lembaga penyelenggara Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Indonesia maupun di luar negeri. Menurut keterangan dari Menteri Pendidikan Nasional (2009) menerangkan bahwa:

di Indonesia, empat puluh lima perguruan tinggi baik negeri maupun swasta menyelenggarakan Program Darmasiswa. Program tersebut merupakan program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing yang diselenggarakan oleh pemerintah RI, khususnya Biro Kerjasama Luar Negeri Departemen Pendidikan Nasional. Program Darmasiswa berjalan sejak tahun 2005 dengan peserta dari seratus sepuluh negara dari lima benua (Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika).

Selain semakin meningkatnya lembaga penyelenggara BIPA di Indonesia, peningkatan lembaga penyelenggara BIPA juga terjadi secara cukup signifikan di negara lain. Hal tersebut diterangkan oleh Soenoto (Suyanto, 2009) yang menerangkan bahwa:

...di Italia misalnya, terdapat beberapa lembaga dan Universitas yang menyelenggarakan pelatihan dan pengkajian bahasa Indonesia antara lain, Institute Universitario Orientale Napoli, Lembaga Ilmiah IsMEO/IsAo di Roma dan Milona, Lembaga Kebudayaan Istituto per l'Oriente di Roma, CELSO (Centro Lombardia Studi Orientele di Geneva, dan Lembaga Tinggi Keagamaan milik Vatikan, Ponrificia Universita Gregoriana.

Perkembangan lembaga penyelenggara BIPA di luar negeri juga dilaporkan olehNimmanupap (1998: 1) yang melaporkan bahwa "di Thailand ada 5 universitas yang menawarkan program studi bahasa Indonesia/bahasa Melayu yaitu, Universitas Chulalongkorn, Universitas Mahidol, Universitas Prince Songkhlanakkharin, dan Universitas Ramkhamhaeng".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun