Mohon tunggu...
Ita Yunita
Ita Yunita Mohon Tunggu... Pustakawan - Sambal Bangjo

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XII: Pelangi yang Semakin Kaya Warna

6 Februari 2017   17:44 Diperbarui: 6 Februari 2017   17:56 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pagi masih mendung ketika beberapa pejalan kaki tengah melintasi kawasan Kampung Ketandan. Gerbang megah berwarna merah menandai kampung pecinan ini. Seorang pejalan kaki tengah membaca sebuah baliho berisi informasi kegiatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XII, baliho  ini dipasang persis di samping gerbangmerah itu. 

Sementara itu, di sepanjang Jalan Ketandan, beberapa pekerja tengah mendirikan tiang-tiang  tenda di sepanjang jalanitu,  tak jauh dari kawasan Malioboro Yogyakarta.  Dua truk ukuran sedang berisi tiang-tiang konstruksi tenda tengah parkir di sisi selatan.

Beberapa penduduk sekitar terlihat berbenah menyambut perayaan imlek dengan mengecat merah halaman muka rumah mereka. Ya, Ketandan sebuah kawasan Pecinan di Pusat Kota Yogyakarta ini  tengah bersiap menyambut Pekan Budaya Tionghoa (PBTY) dalam rangkaian perayaan Imlek.  Tahun ini, PBTY yang akan berlangsung pada 5-11 Februari 2017 telah memasuki  penyelenggraan ke 12,  sejak  digelar untuk pertama kalinya pada tahun 2006.

Adalah Muryati Garjito, seorang pengajar di Fakultas Tekonologi Pertanian Universitas Gadjah Mada yang menginisiasi  PBTY. Bermula ketika ia bermaksud menyusun sebuah buku resep masakan Tionghoa di Yogyakarta. Ketika menghubungi masyarakat Tionghoa untuk keperluan penyusuan buku tersebut, Muryati Garjito justru disarankan agar membuat sebuah  festival kebudayaan Tionghoa.

Festival  yang  berlangsung selama 5 hari tersebut disepakati bernama Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta.  Meski mengusung nama Tionghoa di dalamnya, PBTY justru mengusung semangat pembauran dan akulturasi budaya dengan melibatkan  para mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia untuk turut serta mementaskan kebudayaan daerah  asal masing-masing. 

PBTY DAN KETANDAN

PBTY dan Ketandan adalah dua nama yang tak dapat dipisahkan. Di kampung inilah selama 12 tahun rutin digelar perhelatan PBTY. Ada alasan historis kuat yang  melatar belakangi mengapa PBTY selalu  dilangsungkan di Ketandan.  Inilah kampung pecinan pertama di Yogya  yang ditandai dengan adanya artefak budaya berupa bangunan kuno dan keterkaitan erat  dengan Keraton Yogya. 

Di sini pernah bermukin Tan Jin  Sing, seorang kapten Tionghoa yang menjadi cikal bakal pemukimam etnis Tionghoa di Yogyakarta.  Tan Jin  Sing yang memiliki ibu bernama RA Patrawijaya (kuturunan Amangkurat) merupakan tokoh kunci yang menjadi penghubung antara Gubernur Jendral  Raffles dan Sultan Hamengku Buwono III. Atas jasanya, ia diangkat sebagai Bupati  dengan gelar KRT Secodiningratan.  Sultan HB III juga meberikan hadiah tanah  kepada Tan Jing Sing dan etnis Tionghoa lainnya di kawasan yang kelak bernama Ketandan. 

PBTY  kali ini ini mengusung tema “Pelangi  Budaya Nusantara”  dengan rangkaian acara yang beragam mulai dari pembukaan berupa Karnaval Budaya (5 Februari), Festival Kuliner Nusantara (5-11 Februari), Wayang Potehi (5-11 Februari), Barongsai (5-11 Februari) Lomba  Bahasa dan Karaoke Mandarin, Grand Final Pemilihan Koko Cici 2017 (10 Februari), Wushu (10 Februari), Naga LED (11 Februari), Pameran Rumah Budaya Ketandan,  Sarasehan dan Demo Batik Peranakan. Yang menarik pada PBTY XII ini adalah tampilnya Shindu Ray seniman tari dari India dan Ai Hasuda seniman tari dari Jepang yang akan memuat PBTY XII ini semakin berwarna (6 Februari). 

Beragamnya kebudayaan yang ditampilkan  adalah bukti bahwa PBTY bukan sekedar pameran budaya Tionghoa semata. “Kami ingin menunjukkan akulturasi  budaya yang  sesungguhnya telah berlangsung lama di Yogyakarta”, tutur Tjundaka Prabawa, salah satu tokoh Tionghoa di Kampung Ketandan.  Ia juga megungkapkan besarnya animo masyarakat terhadap PBTY,  ditandai dengan jumlah pengunjung yang rata-rata bisa mencapai  7000 pengunjung per-harinya. Bahkan, tahun ini  PBTY akan berlangsung selama 7 hari, lebih lama 2 hari dari penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya.

Inilah perhelatan terbesar perayaan imlek di Indonesia, berlangsungselama sepekan penuh dan melibatkan perwakilan  34 provinsi dari seluruh Indonesia, menampilkan keregaman budaya nusantara. Inilah semangat akulturasi dan kemajemukan nusantara. Mari merayakan keragaman nusantara, mari berkunjung ke Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XII.

#PBTYXII 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun