Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aju

16 Desember 2024   05:26 Diperbarui: 16 Desember 2024   05:26 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

-buat para tersayang di hatiku

kemarin sahat datang aku senang
tidak sepertiku yang sering ditinggal kata-kata saat berbicara
dia bisa temukan ujaran di udara untuk gambarkan
situasi seluruh kita di masa lalu
tanpa prasangka tanpa nelangsa

dia melihat bona berbicara-bicara sebelum berkata
kamu ingatkan aku pada sesuatu, bon, dan
aduh gua kangen banget, kangen
suaranya penuh tekanan ketika mengatakan itu
tak jelaskan siapa yang dimaksud sesuatu

kepada bona aku sebut siapa yang dimaksud sesuatu
malah dede mengeja lengkap nama siapa yang dimaksud, dan
semua di meja makan mendengar nama itu termasuk mungkin dirimu
meski kau hanya menelan makananmu tanpa berpikir
meski kau hanya ucapkan repetisi kata yang tanpa makna

udah ya, udah ya
pulang kita, pulang, pulang

di ruang keluarga sahat berbagi kocak ketika mobilnya menuruni jalan
becakayu ditilang turun di penas
pak polisi maafkan saya terburu-buru silakan tilang katanya keluarkan
identitas dan surat mobil
orang itu membacanya, dan berseru horas tulang, istriku butar-butar
bah! sahat kuncupkan kedua telapak tangan di udara menyesali diri
tak mahir bahasa batak
ikut arisan kau, ancam polisi lalu melepasnya pergi

tenang bona kisahkan peristiwa tahun 2010 yang menyelesaikan keingintahuan  
betapa cepat waktu berlalu
seperti matthew yang tiba-tiba hilang dari orbit
kala diantar ke rumah sakit dicovidkan oleh petugas tanpa belas kasihan
kurang dari dua puluh empat jam
air hangat terbit di mataku air hangat tanpa isyarat
saat noni bersuara dengan suara mendesak
kenapa matthew, tuhan
kenapa tidak
anakmu milikku. suamimu milikku.
kau mengerti apa tentang hujan?

lalu di kamar mandi saat suster wasri membantumu ganti popok
otot-otot di wajahmu tertarik ke kiri-ke kanan
jangan nangis, mah, nggak apa-apa itu, kata bona
sekarang tidur ya
tidur ya

sekali lagi suster wasri menarik selimut hingga ke lehermu
ketika urat-urat di wajahmu menonjol
sampai besok ya, oma
ya
ya

di tempatku berbaring aku menduga-duga  
kenapa otot-otot di wajahmu mengeras
kenapa urat-urat di wajahmu menonjol
lantaran apa
sebab apa

menahan ledakan yang mungkin akan lahir sebentar lagi
aku mengetik di layar ponsel
terima kasih sudah mampir, sahat
inilah hasilnya
dia bisa merasa
masih bisa merasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun